Pembatasan Kebun Sawit?

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Malaysia tampaknya bukan termasuk kategori negara tetangga yang baik, lantaran sangat culas. Negara jiran itu mengajak Indonesia, produsen terbesar kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) menjaga stabilitas harga jualnya. Caranya, Indonesia dan Malaysia tidak menurunkan harga jual komoditas perkebunan tersebut. Saat Indonesia berupaya keras mengelola harga agar tidak turun, Malaysia malah mengeluarkan kebijakan menurunkan bea ekspor. Keruan saja, harga CPO Malaysia di pasar global turun. Kondisi ini membuat harga CPO Indonesia di pasar ekspor kalah kompetitif dibanding CPO produksi negara yang pernah dijajah Inggris itu.

Pemerintah Indonesia yang gusar tak kehabisan akal. Tak lama lagi, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang investor asing memperluas lahan perkebunan sawitnya.

Langkah ini sangat tepat. Pasalnya, mayoritas CPO Malaysia sebenarnya berasal dari Tandan Buah Sawit yang ditanam di Indonesia. Pendek kata, bahan baku CPO Malaysia berasal dari Indonesia. Des, artinya lahan Indonesia dipakai untuk memupuk kekayaan bagi Malaysia.

Industri CPO di tanah air memang melaju kencang. Namun hal ini harus dibayar mahal dengan lenyapnya puluhan juta hektar hutan tropis Indonesia. Laporan Greenpeace berjudul "How the Palm Oil Industry is Cooking the Climate" menyatakan bahwa Indonesia sudan kehilangan 74 juta ha hutan sejak 50 tahun terakhir untuk keperluan industri kehutanan, minyak kelapa sawit adalah salah satunya. Angka kehilangan hutan Indonesia hingga 2010, adalah sekitar 1,8 juta ha per tahun.

Itu sebabnya, Kementerian Pertanian (Kementan) akan membatasi lahan perkebunan milik holding perusahaan. Pembatasan itu didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan. Dalam peraturan itu pemerintah akan membatasi luas areal maksimum per perusahaan sebesar 100.000 ha untuk komoditas selain tebu. Sedangkan untuk tebu luas maksimal yang diperbolehkan adalah 150.000 ha, dan khusus wilayah Papua luas maksimal yang diperbolehkan dua kali lipat dari pulau-pulau lain.

Tapi sebaiknya aturan itu hanya berlaku untuk investor asing. Lantaran perkebunan sawit juga dibutuhkan untuk penyerapan tenaga kerja. Belum lagi pabrik CPO yang menampung banyak pekerja.

Perkebunan sawit dan pabrik CPO jelas membantu pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, jika perkebunan tersebut milik asing, maka ekonomi yang terbantu tentu saja ekonomi negara lain. Bukan ekonomi tanah air.

Pembatasan lahan perkebunan untuk investor asing sangat penting karena saat ini Indonesia tengah dibidik banyak investor asing yang ingin membuka lahan sawit di republik ini. Mereka pasti meminta izin mengelola lahan perkebunan dalam jumlah luas.

Kalau pemerintah salah mengambil langkah, maka Indonesia hanya akan kebagian kerusakan hutan dan lingkungannya. Sementara keuntungan dari perkebunan sawit dan industri CPO bakal lari ke luar negeri dan dinikmati mereka. Jadi, sebaiknya jangan berikan lahan Indonesia untuk memperkaya negara asing.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…