Rampung Dikuasai, Kemenperin Bakal Serahkan Inalum ke DPR

NERACA

 

Jakarta - Pasca berakhirnya kerja sama antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dengan pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada 2013, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyerahkan kepemilikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Masalah kepemilikan Inalum setelah kerja sama dengan NAA selesai pada tahun depan kami serahkan kepada DPR. Tugas Kemenperin hanya melakukan negosiasi dengan pihak Jepang agar Inalum bisa diambil alih oleh Indonesia sesuai waktu yang ditentukan,” kata Menteri Perindustrian M.S Hidayat di Jakarta, Selasa (16/10).

Pasca pengambilalihan Inalum oleh pihak Indonesia, menurut Hidayat, diharapkan Inalum meningkatkan kapasitas produksinya. “Kami harap produksi Inalum bisa mencapai 600.000 ton per tahun. Kenaikan produksi akan dilakukan setelah Inalum resmi diambil alih oleh pemerintah Indonesia 2013 mendatang,” paparnya.

Sedangkan Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Airlangga Hartato, memberikan dua opsi pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca berakhirnya Master Agreement dengan pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA) Jepang pada 2013.

“Pasca berakhirnya Master Agreement antara pihak NAA Jepang dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Komisi VI DPR RI memberikan dua opsi kepada pemerintah pusat, yaitu menyerahkan proyek Inalum kepada PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan mengubah status Inalum menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” ujarnya.

Tingkatkan Produksi

Airlangga menambahkan, pengelolaan Inalum pasca berakhirnya perjanjian Master Agreement dengan NAA Jepang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi Inalum. “Jika saat ini kapasitas produksinya baru mencapai 250.000 ton per tahun, maka bisa dibesarkan hingga 600.000 ton per tahun,” tandasnya.

Beberapa waktu lalu,terkait kunjungan pemerintah ke Jepang, Direktur Eksekutif Institute Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara, mengungkapkan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) harus jadi milik Indonesia sepenuhnya. "Jangan ada lagi lobi masalah Inalum dan yang lebih penting, Inalum harus bebas dari kepentingan Jepang, karena selama ini Jepang telah lama menikmati sumber daya alam Indonesia. Jangan lagi ada intervensi Jepang di Inalum," tegas Marwan.

Lebih jauh lagi Marwan memaparkan, Inalum harus dikuasai oleh BUMN atau konsorsium dari dalam negeri, yang melibatkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Aneka Tambang (Antam), kedua BUMN ini terkait dengan pasokan listrik dan Smelter untuk pengolahan tambang mineral tersebut.

Untuk pengambilalihan Inalum, ujar Marwan, seharusnya pemerintah menyerahkan kepada tim independent untuk membuat hitungan yang pasti dan bebas dari kepentingan antara Indonesia dan Jepang karena penggantian tersebut terkait pembangkit listrik dan smelter yang ada di Inalum.

Ketua Otorita Asahan, Effendi Sirait mengungkapkan, pasca berakhirnya kerja sama antara Inalum dengan pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada 2013, pihak Jepang masih berambisi membeli 30% saham perusahaan asal Sumatera Utara.

"Pihak Jepang masih berambisi bisa menjadi bagian dari pemegang saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Saat ini, Jepang melalui konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) menguasai sekitar 60% saham Inalum," kata Effendi.

Sebagai pemegang saham mayoritas, menurut Effendi, otomatis yang menjadi keinginan Jepang harus diikuti. Pihak Jepang meminta agar kerjasama yang dimulai sejak tahun 1975 tetap dilanjutkan. "Mereka awalnya meminta agar kerjasama tetap dilanjutkan. Tapi, pemerintah sudah menegaskan bakal mengakhiri kerjasama dan pihak Jepang menyampaikan minat agar bisa memiliki 30% saham atas Inalum pasca pengakhiran kerjasama pada 2013," paparnya.

Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Anshari Bukhari mengatakan, pemerintah Indonesia tetap pada keputusan untuk mengkahiri kerjasama. "Pemerintah, akan mengambil alih penuh Inalum. Namun, pihak Jepang pernah meminta kepemilikan atas 30% saham Inalum dan menawarkan investasi sebesar US$ 300-400 juta untuk menaikkan kapasitas Inalum menjadi 425 ribu ton per tahun," katanya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…