Tanggapi Keputusan MK - Pemerintah Minta Bank BUMN Aturan Internal

NERACA

Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta kepada perbankan BUMN agar segera membuat peraturan internal penghapusan piutang dalam sebulan ke depan. Menteri BUMN, Dahlan Iskan menilai prosedur pembuatan aturan ini sangat penting agar tidak terjadi moral hazard.

“Kita perlu prosedur menghapus piutang tagih, seperti kajian dan syarat-syarat yang harus dipenuhi apa saja. Lalu dokumen pendukungnya seperti apa. Itu perlu dirumuskan agar tidak terjadi moral hazard,” ujar Dahlan, di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (15/10).

Adapun keempat bank pelat merah tersebut yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk dan PT Bank Tabungan Negara Tbk, yang sepakat menjadikan Himbara (Himpunan Bank-bank Milik Negara) sebagai koordinator, dalam merumuskan acuan peraturan internal penghapusan piutang.

Hal ini terkait dengan keputusan MK yang membebaskan penyelesaian piutang BUMN kepada masing-masing manajemen, dan tidak lagi melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Lebih lanjut Dahlan menuturkan, terkait teknisya seperti apa, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada empat bank itu.

Namun yang paling penting, kata dia, standarisasinya sama. “Setelah selesai, kami akan memeriksa dan juga konsultasikan dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” tegasnya. Setelah dirumuskan, lanjut Dahlan, keempat bank tersebut diharuskan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk memperoleh persetujuan dari rancangan peraturan internal penghapusan piutang.

Hal tersebut dilakukan untuk menghapus kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan dalam proses penghapusan piutang. Asal tahu saja, dalam putusan MK disebutkan bahwa Pasal 1 angka 6 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, piutang negara hanya tagihan sejumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hal itu tidak termasuk piutang badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara, termasuk piutang bank BUMN. Dalam pertimbangannya, MK berpendapat, jenis piutang negara sebagaimana UU PUPN ada dua jenis, yakni piutang negara dan piutang badan-badan yang dikuasai negara.

Artinya, piutang-piutang bank BUMN yang ada dan jumlahnya telah pasti dilimpahkan penyelesaiannya kepada PUPN, yang tidak memiliki kebebasan melakukan restrukturisasi utang. [ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…