NTB Minta Pemerintah Pusat Serahkan NNT kepada Daerah

NERACA

Jakarta – Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Zainul Majdi mengharapkan, saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bisa diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda). Untuk itu, Pemerintah Pusat diharapkan bisa menyikapi proses divestasi saham NNT sebesar 7% yang dituangkan dalam kesepakatan kontrak karya perseroan itu secara lebih bijaksana.

“Saya bicara atas nama seluruh elemen masyarakat NTB. Warga NTB tidak akan rela apabila pemerintah pusat tetap bersikeras untuk membeli saham divestasi NNT. Sebab, kami berharap total keseluruhan saham divestasi NNT sebesar 31% sesuai kesepakatan kontrak karya pada tahun 1986 silam, tidak dipisah-pisahkan agar Pemda NTB tetap mendapatkan voting right yang besar demi kemaslahatan masyarakat di daerah,” tegas Zainul, dalam diskusi bertajuk “Menyelamatkan Pertambangan Nasional; Kembalikan Hak Kekayaan Daerah”, di Jakarta, Selasa (26/4).

Zainul menegaskan, pihaknya tidak berkeinginan untuk mendikotomi kewenangan eksekutif di tingkat pusat dengan daerah. Namun, eksistensi perusahaan tambang itu bagi masyarakat NTB sangat strategis. Pasalnya, kontribusi PT NNT terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi NTB teramat besar. “Tahun 2010 kemarin kontribusi operasionalisasi PT NNT terhadap PDRB NTB tertinggi dibandingkan seluruh sektor ekonomi lainnya yakni mencapai 33%. Sektor pertanian saja, tahun lalu hanya menyumbangkan 22% terhadap PDRB di NTB,” ucapnya.

Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Anggito Abimanyu menambahkan, dia memahami keinginan pemerintah daerah untuk mendapatkan saham divestasi NNT. “Pada prinsipnya saya setuju saham divestasi itu diberikan kepada daerah. Sebab tujuannya tak lain untuk kepentingan menyejahterakan masyarakat di daerah tersebut,” tegasnya.

Pendapat senada disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis yang menyebutkan, upaya pemda untuk mendapatkan hak terkait saham divestasi NNT merupakan perwujudan dari arah kebijakan desentralisasi fiskal. Pemerintah pusat tidak boleh sewenang-wenang terhadap daerah dalam memberlakukan pola dana bagi hasil (DBH) di sektor pertambangan. Menurutnya, ada diskriminasi dalam penerapan pola DBH. “Apa pemerintah pusat mau menyuruh warga di daerah-daerah yang terdiskriminasi itu untuk teriak-teriak dulu sebelum mau memberikan apa yang menjadi hak mereka,” tandasnya.

Contoh diskriminasi pola bagi hasil sektor energi dan pertambangan, kata Harry, seperti terlihat di Papua serta Aceh yang menerima DBH jauh lebih besar dibandingkan daerah-daerah penghasil tambang serta migas lainnya. Kalau di daerah lainnya, hanya berhak menerima porsi DBH sebesar 30% untuk gas, dan 15 perse untuk minyak. Sedangkan Papua serta Aceh mendapatkan alokasi DBH hingga 70%,” tukasnya. 

Namun, Harry menegaskan, legislatif tidak berada dalam posisi yang dapat menentukan porsi kepemilikan saham divestasi NNT. “Semangat yang ingin kami tonjolkan adalah pemerintah di tingkat pusat ini bisa menunjukkan niat baiknya untuk menerapkan desentralisasi fiskal. Tidak hanya persoalan seputar perpajakan, tapi juga terkait royalti sektor pertambangan dan energi, DBH, serta pendapatan lain-lain yang menjadi hak masyarakat di daerah terkait,” urai Harry.

Zainul melanjutkan, jika pemda diberi hak untuk melakukan pembelian saham divestasi NNT, target ke depan adalah melakukan optimalisasi pengelolaan kepemilikan perusahaan tersebut. “Kita akan melakukan penguatan di daerah, tapi itu tidak cukup hanya dengan kemauan politik semata melainkan juga harus dibarengi dengan keamanan fiskal,” tukas dia.

Gubernur yakin, bila diberikan peluang memiliki 7% saham divestasi NNT untuk melengkapi 24% yang sudah dimiliki sebelumnya, akan memperkuat kontrol daerah atas sektor pertambangan.

Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo bersikukuh, pemerintah pusat akan mengambil alih tanggung jawab pembelian saham divestasi NNT.

“Keputusan pemerintah pusat melakukan pembelian saham tersebut tidak proporsional dan cenderung mencari-cari alasan. Kasihan Pak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena kontra produktif. Pemerintah pusat ya sama saja pemerintah daerah,” beber  Zainul.

Dia menjelaskan, beberapa alasan pemerintah yang terkesan mengada-ada di antaranya adalah terkait rencana pemerintah pusat untuk melantaikan saham NNT  di bursa saham melalui mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO), pemasukan pajak dan dividen. “Itu semua tidak benar karena tahun depan rencana strategis tersebut memang sudah direncanakan oleh perusahaan. Terkait pajak, pemerintah pusat juga tidak akan kekurangan pajaknya sedikit pun. Apalagi sesuai rencana strategis perseroan untuk tiag tahun ke depan tidak akan memberikan dividen karena akan melakukan ekspansi usaha,” kata dia.

Menurut Zainul, hanya dengan kepemilikan tujuh persen, pusat tidak memiliki kewenangan besar dalam memainkan fungsi kontrol terhadap perusahaan. Dia juga menyayangkan sikap  Menkeu yang tidak mendengarkan aspirasi di daerah terkait persoalan tersebut. “Selaku perwakilan pemerintah pusat di daerah, kami sudah dua kali melayangkan surat secara resmi kepada Menkeu. Tapi, hingga kini tidak ada sepatah kata pun sebagai balasannya. Apa begini caranya berkomunikasi,” keluhnya.

Lebih jauh Zainul berpendapat, improvisasi Menkeu Agus Martowardojo terkait argumentasi dibalik sikap ngotot pemerintah pusat untuk membeli saham divestasi NNT sangat tidak beralasan serta tak menimbulkan simpati terhadap rakyat. “Sikap Menkeu itu hanya akan semakin menambah deretan luka bagi rakyat di Indonesia. Bagi masyarakat NTB, sikap Menkeu itu sama artinya dengan merampas hak masyarakat lokal. Kami berharap Menkeu maupun otoritas yang berwenang mengambil keputusan terkait divestasi ini bisa mempertimbangkan berbagai aspek. Tak hanya masalah duit melainkan juga sikap serta harga diri masyarakat NTB,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…