Pemerintah Harus Bertanggungjawab - Pengawasan Lemah, Pupuk Bersubsidi Diselewengkan

NERACA

 

Jakarta - Kebocoran dalam distribusi pupuk urea bersubsidi terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Penyimpangan terhadap peruntukan pupuk bersubsidi ini diduga dilakukan oleh oknum distributor dan agen atau pengecer serta melibatkan oknum di badan usaha milik negara (BUMN) sektor pupuk. Parahnya kegiatan penggelapan produk untuk petani ini dilindungi oleh aparat penegak hukum.

Selama ini, pupuk bersusbdidi yang seharusnya hanya untuk petani tanaman pangan, diselundupkan ke sektor perkebunan dan perusahaan pemilik usaha pertanian/perkebunan. Bahkan ribuan ton pupuk urea bersubsidi juga diekspor secara ilegal ke Malaysia dan negara-negara ASEAN lainnya.

Untuk itu, aparat Kepolisian RI (Polri), bahkan  Komisi Pemberantasan (KPK), harus turun tangan menyelidiki kasus yang sudah merugikan keuangan negara triliunan rupiah per tahun ini. Apalagi kegiatan penyelewengan dalam distribusi pupuk bersubsidi ini diduga dilakukan secara berjamaah atau melibatkan pihak-pihak terkait.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan, dan BUMN-BUMN pupuk seharusnya tidak lepas tangan serta mebiarkan pupuk bersubsidi diselewengkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Selama ini kementerian terkait dan pemerintah daerah, terutama juga BUMN-BUMN pupuk justru memberikan peluang bagi para distributor dan agen/pengecer untuk melakukan penyelundupan.

Kondisi pengawasan yang lemah, justru makin diperparah dengan tidak adanya tindakan tegas. Baik dari BUMN-BUMN pupuk selaku produsen dan penyalur pupuk bersubsidi maupun aparat penegak hukum. Disparitas harga antara pupuk bersubsidi dengan non-subsidi diduga menjadi pemicu penyelewengan oleh oknum-oknum di berbagai daerah.

"Selain yang tertangkap oleh Ditjen Bea dan Cukai di Jakarta, Surabaya, dan Medan, saya juga sudah mendapat laporan, bahkan melihat sendiri kegiatan penyelewengan pupuk bersubsidi di Jawa Tengah, seperti di Blora dan kabupaten lainnya. Seharusnya ditindak tegas, karena menyangkut masalah uang negara yang sudah dicuri oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab," katanya kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Menurut Firman, selain tindakan tegas terhadap penyimpangan dalam distribusi pupuk, diperlukan perubahan regulasi (deregulasi) terkait penentuan kuota dan jenis serta penyaluran pupuk bersubsidi di berbagai daerah. Dalam hal ini, peraturan yang baru bisa mempersempit ruang terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan pupuk bersubsidi. Banyak celah dalam peraturan yang ada saat ini, karena tidak secara detil mengurai peran dan tanggung jawab dari seluruh pihak terkait, termasuk sanksi dan tindakan hukumnya.

"Idealnya masalah distribusi pupuk bersubsidi ini jangan diserahkan sepenuhnya ke Kementerian Perdagangan. Kementerian Pertanian harus ambil alih. BUMN-BUMN pupuk juga jangan diam saja, karena sudah menikmati bisnis dari pupuk bersubsidi tanpa mempedulikan apakah penyalurannya tepat sasaran ke petani atau tidak," tutur Firman.

Kebutuhan Pupuk

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengklaim Kementerian Pertanian selalu menyediakan kebutuhan pupuk bersubsidi untuk petani sesuai yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Namun jika memang ditemui kebocoran atau penyelewengan, maka Kementerian Pertanian akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan BUMN pupuk.

"Kadang-kadang Menteri Pertanian ini kan jadi korban permainan dari pihak-pihak yang tidak bisa bertanggungjawab. Kadang-kadang suka lupa, kalau yang bermain pupuk bukan Mentan. Tapi kalau memang ada kebocoran, saya akan bicara dengan pabrik pupuk. Apalagi masalah distribusi, adanya di Kementerian Perdagangan," katanya.

Suswono lantas menjamin kebutuhan pupuk bersubsidi untuk petani akan dipenuhi. Ketersediaan pupuk dijamin ada hingga akhir tahun ini. "Nanti berapa pun yang dibutuhkan, petani akan menerima pupuk. Jadi intinya petani tidak usah khawatir, pabrik pupuk persediaannya cukup untuk memenuhi kebutuhan," tuturya.

Sekadar informasi, berdasarkan Peraturan Mentan Nomor 87 Tahun 2011 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Pertanian 2012, harga pupuk urea sebesar Rp 1.800 per kg, pupuk SP-36 sebesar Rp 2.000 per kg, pupuk ZA sebesar Rp 1.400 per kg, pupuk NPK sebesar Rp 2.300 per kg, dan pupuk organik sebesar Rp 500 per kg. Alokasi pupuk urea bersubsidi untuk tanaman pangan tahun 2012 mencapai 5,1 juta ton, di antaranta 3,315 juta ton untuk pertanian tanaman pangan.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…