Australia Bakal Syaratkan Pelabelan Sumber Minyak Sawit

NERACA

Jakarta - Parlemen Australia akan mensyaratkan produk-produk makanan yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku untuk menunjukkan label yang jujur pada kemasan produknya. Persyaratan tersebut akan dituangkan dalam UU yang sekarang tengah digodok parlemen negara itu.

Jika produk-produk makanan menggunakan komposisi minyak sawit lestari, maka harus dilabelkan "CS palm oil", yang berarti "certified sustainable palm oil" (minyak sawit bersertifikasi lestari).

Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Elfian Effendi menilai, langkah parlemen Australia tersebut bakal membuat produsen-produsen produk makanan multinasional kelabakan. Lantaran hampir semua dari mereka baru akan menggunakan 100% minyak sawit lestari pada tahun 2015 atau setelah itu.

UU tersebut bertujuan untuk menjamin bahwa konsumen memiliki informasi yang jelas dan akurat tentang sumber minyak sawit dalam produk-produk makanan serta mendorong penggunaan minyak sawit bersertifikasi lestari untuk mempromosikan perlindungan habitat satwa liar (wildlife habitat).

Selama ini, tandas Elfian, penggunaan minyak sawit tak lestari telah menjadi sumber bahan baku penting produk-produk makanan korporasi multinasional.

“Faktanya, selama ini citra buruk lebih sering tertempelkan pada produsen minyak sawit, terutama yang bersumber dari Indonesia,” ujar Elfian kepada NERACA di Jakarta, Selasa.

Jika revisi UU tersebut diundangkan, lanjut Elfian, maka produsen produk-produk makanan multinasional yang menggunakan komposisi minyak sawit, harus melabelkan sumber minyak sawit pada produk makanannya tersebut jika ingin produk-produknya tersebut masuk pasar Australia.

Revisi UU Australia tersebut juga bakal meningkatkan permintaan minyak sawit bersertifikasi lestari.

Saat ini, menurut Elfian, permintaan korporasi multinasional terhadap minyak sawit lestari masih rendah, karena tidak semua minyak sawit bersertifikasi lestari diserap oleh korporasi multinasional.

Jika UU ini diteken, ulas Elfian, berarti korporasi multinasional yang memasok produk-produk makanannya ke Australia, tentu bakal meningkatkan permintaan minyak sawit bersertifikasi lestari.

“Tentu mereka tidak ingin melabelkan produknya sebagai produk yang tidak menggunakan minyak sawit lestari. Ini menunjukkan, selama ini mereka cukup bergantung pada minyak sawit yang tidak bersertifikat lestari,” jelas Elfian.

Elfian mengungkap, jika revisi Undang-Undang Australia tersebut diundangkan, produsen minyak sawit Indonesia tentu bakal terpengaruh. Namun jika dilihat dari data statistik yang ada, lanjutnya, mungkin pengaruhnya kurang signifikan, karena pasar Uni Eropa, terutama Belanda, sangat membutuhkan minyak sawit Indonesia.

“Belanda telah menetapkan tahun 2015 penggunaan 100% minyak sawit lestari. Artinya, sebelum tahun tersebut, Belanda masih terus impor minyak sawit Indonesia,” papar Elfian.

Hanya saja, urai Elfian, produsen minyak sawit Indonesia yang terus terkena label buruk sebagai penghasil minyak sawit tak lestari, padahal Uni Eropa dan negara-negara lainnya terus mengimpor minyak sawit Indonesia.

“Itu fakta. Setidaknya, fakta tersebut terlihat dalam statistik ekspor minyak sawit Indonesia dalam lima tahun terakhir,” tandas Elfian.

Elfian menunjukkan, nilai ekspor minyak sawit mentah (CPO)/produk turunan Indonesia meningkat lebih dari 3,5 kali lipat, dari US$3,76 miliar pada tahun 2005 menjadi US$13,47 miliar pada tahun 2010.

Sementara itu, nilai ekspor CPO/produk turunan ke pasar Uni Eropa meningkat lebih dari 3 kali lipat, dari US$669 juta tahun 2005, menjadi US$2,17 miliar pada 2010.

Elfian menyebutkan, pasar Uni Eropa lebih menyukai CPO Indonesia ketimbang produk turunan CPO. Buktinya, nilai ekspor CPO ke pasar Uni Eropa meningkat cukup signifikan, dari US$383,58 juta pada 2005 menjadi US$1,79 miliar pada 2010.

“Berdasarkan data tersebut, jika revisi UU Australia itu diundangkan, maka korporasi multinasional patut khawatir untuk masuk ke pasar Australia, karena selama ini mereka adalah salah satu konsumen terbesar dan tersebar di banyak negara, yang memanfaatkan minyak sawit yang tidak bersertifikasi lestari sebagai bahan bakunya,” tandas Elfian.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…