KETENTUAN LISENSI BERJENJANG - Bank Kecil Terjepit dan Persempit Akses Publik ke Bank

Jakarta – Regulasi soal lisensi berjenjang (multiple license) bakal mempunyai dampak positif yaitu memperkokoh pondasi perbankan nasional lantaran modal minimalnya ditetapkan Rp 5 triliun. Hanya saja, regulasi tersebut juga bakal menggusur bank kecil yang sebenarnya membuka akses perbankan paling besar ke usaha kecil dan menengah (UKM).

NERACA

Menurut pengamat perbankan FEUI Aris Yunanto, Bank Indonesia (BI) harus memprioritaskan fungsi intermediasi perbankan sebagai lembaga keuangan. “Sebab, justru lembaga keuangan atau bank kecil saja yang mampu mencapai pelosok daerah. Sementara bank besar tidak,” ujarnya saat dihubungi Neraca, Senin (8/10).

Aris menyebut, selama ini bank besar terlalu hati-hati dalam mengucurkan pinjaman. “Mereka biasanya hanya melayani pengusaha-pengusaha besar. Sementara itu pengusaha kecil tidak masuk dalam prioritas mereka,” tandasnya.

Berbeda dengan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan BMT (Baitul Mal Wat Tanwil), imbuh Aris, kedua lembaga keuangan ini bisa mengucurkan pinjaman hanya dengan melihat kios saja.

“Maklum saja, saat ini kalau kita lihat fenomena yang ada, BPR  dan BMT di berbagai daerah. Merekalah yang mampu memberikan bantuan dana bagi pengusaha kecil. Lantas, bagaimana kalau mereka di tutup? Maka, akan hancurlah UKM,” tegasnya.

Padahal, papar Dia, UKM merupakan sektor usaha yang paling tahan banting. Terbukti, dalam dua kali krisis yang terjadi mereka yang paling stabil jika dibandingkan pengusaha besar. Maka dari itu, ini menjadi PR besar bagi BI dan OJK untuk mengedepankan intermediasi perbankan.

Sementara itu, ekonom Bank Mandiri Destri Damayanti mengatakan, aturan tentang multiple license yang mengharuskan perbankan untuk mempunyai modal inti lebih dari Rp5 triliun adalah hal yang baik karena dengan itu bisa membuat sistem stabilitas perbankan menjadi bisa terkendali.

“Saat ini kan jumlah perbankan hampir mencapai 120 bank. Banyaknya bank ini membuat kompetisi menjadi tidak sehat, misalnya ada bank yang mengejar pendanaan lalu menerapkan bunga deposito yang terlampau tinggi,” ungkapnya.

Atas dasar aturan ini, lanjut Destri, maka bank-bank kecil yang modal intinya kurang dari Rp5 triliun, bisa bergabung dengan bank yang modal intinya lebih dari Rp5 triliun. “Karena dengan begitu, maka perbankan bisa lebih efisien dan bank-bank tersebut bisa lebih besar lagi sehingga kompetisinya bisa sehat,” tuturnya.

Namun demikian, dia tidak memungkiri akan ada perbankan asing yang akan masuk ke Indonesia karena modal bank asing bisa memenuhi standard dari BI tersebut. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah memastikan bank-bank asing yang masuk mempunyai tingkat good coorporate governance (GCG) yang baik. “Ini menjadi tugas BI untuk memastikan bank asing yang masuk harus mempunyai tingkat GCG yang baik. Selain itu, perbankan tersebut harus diarahkan untuk fokus pada pasar tertentu misalnya di ritel dan tidak boleh ekspansi selain itu,” ujarnya.

Menurut dia, aturan multiple license ini bukanlah hal yang baru dalam dunia perbankan mengingat aturan ini sudah diterapkan oleh banyak negara seperti China, Hongkong, Malaysia dan Singapura. “Ini sudah diterapkan lama oleh negara-negara tersebut. Tentunya modal intinya bervariasi, seperti di Malaysia yang mewajibkan bank tersebut harus mempunyai modal inti kalau tidak salah Rp1 triliun,” lanjut Destri.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, mengatakan bahwa selain mengaitkan aturan lisensi berlapis dengan modal inti, BI juga akan mengelompokkan bank dalam empat tingkatan (strata). "Jika modal inti sedikit, aktivitas akan dibatasi sehingga tidak bisa menjalankan bisnis secara penuh,” ujarnya.

BI sudah menuntaskan kajian sebagai acuan pengelompokan bank. Studi itu menunjukkan, bank bakal beroperasi lebih efisien jika bermodal inti minimal Rp 5 triliun. “Pengelompokan mempengaruhi ekspansi seperti penambahan kantor,” jelasnya.

BI akan memberikan masa transisi bagi bank yang ingin mempertahankan bisnis yang sudah berjalan. Namun, bila tidak mampu menambah modal inti, maka statusnya akan diturunkan stratanya.

Meski demikian, BI akan memberi pengecualian tehadap Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan bank Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penerapan aturan lisensi berlapis.

“Bank BUMN dan BPD kan strukturnya berbeda dengan kebanyakan (bank) swasta. Artinya kalau  kita melihat BPD dimiliki oleh pemda apakah itu Gubernur, Walikota atau pun Bupati, dia sudah tersebar. Demikian untuk BUMN sama,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengawasan Perbankan, Halim Alamsyah.

Kendati aturan dibedakan, Halim enggan menjelaskan lebih lanjut aturan yang akan diterapkan pada BPD dan bank BUMN. "Nanti mereka akan tetap kena aturan, namun pasti berbeda dengan bank yang swasta biasa," katanya.

Empat Strata

Sebagai tambahan, Mulya Siregar, Direktur Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, mengatakan bahwa BI memang akan mengeluarkan aturan lisensi berlapis itu pada 1 November 2012.

"Iya, BI akan mengeluarkan itu pada November 2012. Di dalamnya BI membagi bank atas empat strata yang membedakan antara bank yang satu dengan lainnya," katanya.

Dia berkata bahwa dalam pembagian strata tersebut tidak semata-mata berdasarkan modal bank. "Ada faktor lainnya juga di sana. Modal bukan satu-satunya pertimbangan," ujarnya.

Dia bilang bahwa peraturan itu memang untuk merampingkan jumlah bank di Indonesia yang saat ini mencapai 120 bank. Namun, ketika disinggung apakah ini nantinya akan memuluskan jalan asing untuk beroperasi di pelosok daerah seperti BPD atau BPR karena modalnya kuat, ia terkesan enggan menjawabnya.

“Tidak begitulah (bahwa peraturan ini akan memuluskan jalan asing). Tapi maaf ya saya tidak bisa berbicara lebih lanjut sebelum peraturannya keluar,” tegasnya.

Di tempat terpisah, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih mengungkapkan aturan lisensi berjenjang  mendorong perbankan lebih sehat dan bisa bersaing dengan bank-bank asing di Indonesia. Saat ini, jumlah bank cukup banyak hingga BI harus melakukan paksaan untuk memperbaiki bank-bank kecil. “Aturan ini bukannya membunuh bank kecil tetapi lebih merupakan membangun pondasi yang kuat untuk bersaing dengan bank-bank asing untuk yang akan datang,” tukasnya.

Menurut Lana, aturan permodalan inti ini akan memberikan pondasi kuat dalam menghadapi keterbukaan perbankan ASEAN pada 2020 mendatang. Dengan mempunyai permodalan yang kuat dan besar maka akan bisa bersaing dengan bank-bank asing sehingga perbankan Indonesia semakin kokoh. “Apabila akan berdampak buruk kepada bank kecil, pemerintah bisa menyarankan supaya bank kecil itu merger atau akuisisi kepada bank besar lainnya sehingga sahamnya bisa terselamatkan,” terangnya.

Lana menambahkan bahwa kebanyakan bank kecil merupakan bank yang dimiliki keluarga. Oleh karena itu, tidak ada masalah apabila aturan itu diberlakukan berdampak kepada bank kecil karena bank itu tidak memberikan kredit kepada masyarakat. “BI bisa melakukan kelonggaran kepada bank kecil dengan memberikan keleluasaan kepada bank kecil untuk melakukan kegiatan perbankannya di luar jawa dikarenakan perbankan didaerah masih sedikit sehingga bank kecil bisa bertahan walaupun terkena imbas dari aturan ini,” ungkapnya.

Disisi lain, Lana juga melihat, tidak akan mudah bagi investor asing untuk menguasai saham bank di Indonesia karena aturan yang ada cukup jelas. Tetapi, aturan kepemilikan saham asing sebesar 99% harus diubah lebih dahulu hingga pihak asing tidak akan mudah masuk dalam perbankan di Indonesia. ria/mohar/bari/ahmad/kam

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…