DAMPAK KISRUH KPK VS POLRI - Kepastian Hukum Terganggu, Iklim Investasi Bakal Memburuk

Jakarta – Kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (Polri) bakal berimbas negatif bagi perekonomian nasional. Pasalnya perseteruan itu mengarah pada ketidakpastian hukum yang bisa memicu memburuknya iklim investasi.

NERACA

Menurut Yanuar Rizki, pengamat ekonomi, polemik yang terjadi antara KPK dan Polri, dapat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. “Polemik tersebut mengarah pada ketidakpastian hukum di Indonesia, dan tentunya secara tidak langsung berpengaruh pada perekonomian,” ujarnya saat dihubungi Neraca, Minggu (7/10).

Bahkan, sambung Yanuar, akibat polemik tersebut bukan tidak mungkin berpengaruh negatif juga pada posisi nilai tukar rupiah jika selanjutnya menimbulkan ketidakstabilan nasional.

Yanuar mengatakan, polemik tersebut menunjukkan kepemimpinan nasional yang ada tidak berjalan secara efektif karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih “ngambang” dalam menghadapi masalah tersebut. “Yang dipertanyakan pertama kali tentu kepemimpinan nasionalnya, polemik ini menunjukkan kepemimpinan yang tidak efektif,” jelasnya.

Jika tidak segera diselesaikan, imbuh Yanuar, tidak hanya menimbulkan sinyalemen ketidakpastian hukum di Indonesia, melainkan juga secara otomatis bisa mengurangi investasi. Pasalnya, dalam berinvestasi, siapa pun akan melihat pada kondisi yang “pasti” dan seberapa besar tingkat pertumbuhan ekonomi negara tersebut. “Karena peringkat investment grade yang diperoleh Indonesia saat ini merupakan salah satu faktor pendorong masuknya investasi secara besar-besaran di Indonesia,” tegas Yanuar.

Dia menandaskan, pilihan untuk menanamkan modal di suatu negara bagi investor tidak serta merta hanya ditentukan oleh faktor ekonomi, tapi mereka juga memperhitungkan lingkungan atau kerangka kebijakan. “Persepsi internasional selanjutnya akan timbul dari bagaimana kemampuan suatu negara dalam memfasilitasi pelaksanaan usaha dari berbagai aspek seperti kemudahan dalam melaksanakan usaha, kualitas dan stabililtas politik, yang direpresentasikan dengan country risk index,” ujarnya.

Untuk itu, papar Yanuar, setiap negara harus mempersiapkan strategi, kebijakan, dan fasilitas yang dapat menciptakan iklim yang kondusif dan memenangkan kompetisi atas negara lainnya dalam menarik minat investor asing, bukan justru menimbulkan ketidakpastian hukum. “Pastinya peringkat country risk Indonesia bisa naik, dan ini bisa mempengaruhi investasi, tetapi sekarang ini sebaiknya kita wait and see dulu,” tandasnya.

Senada dengan Yanuar, Direktur Eksekutif Indef Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan, jika penyelesaian polemik KPK dan Polri dibiarkan berlarut-larut dan tidak terselesaikan dengan baik, bakal mengganggu perekonomian nasional.

Dia bahkan menyebut, hingga kini tidak ada perbaikan proses hukum yang terjadi di Indonesia, semua berjalan stagnan. Ini merupakan pekerjaan rumah (PR) yang harus lebih diperhatikan pemerintah.

Erani menilai yang diperlukan saat ini adalah intervensi dari presiden untuk menghentikan polemik yang ada, apakah dia menyerahkan pada KPK atau pada Polri. Sehingga kasus ini tak menjadi berlarut-larut.

Sementara itu kalangan pelaku dunia usaha berharap polemik antara KPK dan Polri bisa segera berakhir. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri, Riset, dan Teknologi Bambang Sujagad mengatakan meski polemik antara KPK dan Polri tidak berdampak langsung, namun ketidakpastian hukum di Indonesia bakal mempengaruhi iklim investasi dan usaha. Padahal ketidakpastian hukum merupakan salah satu pertimbangan bagi para investor dalam berinvestasi di Indonesia.

Malu Sendiri

“Polemik KPK dan Polri ini sebenarnya masih jauh sekali dampaknya. Tapi, kita saja malu sendiri melihat masalah itu, bagaimana orang asing yang melihatnya,” tandasnya.

Bambang menjelaskan, Presiden SBY seharusnya bisa langsung bertindak karena kewenangan Polri berada di bawah Presiden sehingga dampak masalahnya tidak semakin melebar.

Selain itu, sambung dia, sebaiknya pemerintah juga memfasilitasi KPK agar bisa merekrut penyidiknya sendiri, sehingga tidak harus mengambil dari Polri atau lembaga lain. Pasalnya, kata dia, apabila itu tetap dilakukan maka akan menimbulkan dampak psikologis seperti yang terjadi kemarin.

Secara terpisah, Mensesneg Sudi Silalahi di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin, saat menanggapi sejumlah komentar yang berkembang di jejaring sosial dan media yang mempertanyakan peran Presiden untuk menengahi polemik antara Polri dan KPK berkomentar, "Presiden akan segera mengambil alih dan menyampaikan penjelasan pada rakyat besok hari Senin (8/10) atau paling lambat Selasa siang (9/10)," ujarnya kepada Antara.

Menurut Sudi, keputusan Presiden untuk segera mengambil alih masalah itu didasari oleh perkembangan di lapangan yang sudah semakin tidak baik dan munculnya pihak-pihak yang memanipulasi polemik itu.

Zulkarnain Arief, Wakil Ketua Kadin Bidang Infrastruktur, meminta agar masalah KPK dan Polri segera diselesaikan dengan baik. “Kalau memang itu domain KPK ya persilahkan KPK yang menyelesaikannya, kalau domain Polri ya serahkan pada Polri. Sehingga ini tidak menjadi tontonan gratis bagi masyarakat luas,” terang Dia.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Purbaya Yudhi Sadewa punya pendapata lain. Dia menilai, polemik antara KPK dan Polri malah menunjukkan perubahan ke arah yang lebih positif ke depannya.

“Yang tadinya (pejabat Polri) korupsi itu tidak bisa diapa-apain, sekarang sudah mulai bisa "disentuh". Ini malah memberi sinyal positif bagi perkembangan keadilan hukum Indonesia ke depannya. Tapi ini tergantung bagaimana sikap pemimpin kita ke depannya, dan tergantung siapa yang memenangkan kasus ini,” paparnya.

Dia membeberkan, pemenang dari perkara atau kasus itulah yang sedang menjadi perhatian para investor. "Itu (siapa) yang menang yang dinantikan para investor. Kita bisa bilang bahwa suatu (perubahan hukum) telah terjadi saat ini, dan ini kepastian yang ditunggu investor, terutama soal pemberantasan korupsi,” bilang Purbaya.

Memang, lanjut Dia, korupsi itu adalah salah satu gangguan investasi di Indonesia. "Tiga hal yang paling menganggu investasi di Indonesia, adalah korupsi, birokrasi, dan infrastruktur. Sedangkan hal-hal yang lain tidak begitu signifikan (pengaruhnya)," ujarnya.

Selain itu, yang menjadi faktor penghambat pembangunan di Indonesia, menurutnya, juga mengenai kesiapan kita dalam mendesain suatu proyek pembangunan. “Investor seringkali menganggap infrastruktur kita jalan di tempat. Mereka sangat menunggu kapan infrastruktur kita lari,” tuturnya.

Purbaya mengutarakan, dalam mengimplementasikan MP3EI, juga diperlukan perbaikan iklim investasi di Indonesia. "Di dalam pedoman MP3EI, ada disebutkan hal-hal yang mempengaruhi iklim investasi, yaitu salah duanya adalah reformasi birokrasi dan kepastian hukum," paparnya.

Polemik di bidang hukum, imbuh Purbaya, merupakan ujian bagi Indonesia. “Kalau kita ingin tumbuh lebih cepat lagi dan menjadi negara maju, maka hal seperti ini adalah salah satu ujian yang harus dihadapi dan diatasi. Ini akan menentukan bagaimana kita ke depannya,” ujarnya.mohar/lia/ria/ahmad/kam

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…