Pengusaha Tuntut Perbaikan Regulasi Buruh

NERACA

 

Jakarta - Pasca kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) yang telah ditetapkan sebesar 15% pada 2013, pemerintah harus memperbaiki regulasi buruh, bunga bank, jaminan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan infrastruktur yang mendukung dunia usaha.

“Dengan kenaikan TTL beban pengusaha bertambah berat. Banyak kendala untuk meningkatkan daya saing seperti bunga bank yang tinggi, BBM yang juga cukup tinggi, regulasi perburuhan dan infrastruktur yang tidak mendukung daya saing,” kata Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, di Jakarta, Kamis (4/10).

Pasca kenaikan TTL, menurut Sofjan, para pengusaha berharap dukungan politik dari pemerintah dengan berbagai regulasi dan aturan-aturan yang tegas. “Persoalan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan juga labelisasi produk berbahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan. Jika itu sudah terlaksana, maka iklim dunia usaha dan daya saing akan meningkat,” paparnya.

Pengusaha, lanjutnya, akan meminimalisir dampak kenaikan TTL agar tidak terjadi kenaikan harga serta pemutusan hubungan kerja (PHK). Sumber energi yang dipakai pada waktu proses produksi merupakan faktor yang terpenting.

“Beberapa pengusaha banyak bergantung pada listrik untuk proses produksinya. Usaha Kecil Menengah khususnya yang bergerak di pasar, banyak yang mengalami kerugian akibat kenaikan TTL dan pemerintah harus mencari solusi agar UKM bisa berkembang dan mempunyai daya saing yang tinggi,” tuturnya.

Sofjan menambahkan, pelaku usaha berharap pemerintah membantu dalam komponen-komponen daya saing. “Pemerintah harus perhatikan daya saing produk domestik dengan produk impor. Produk impor mempunyai daya saing yang baik dibandingkan produk dalam negeri, pemerintah harus perhatikan faktor logistik serta distribusi untuk produk dalam negeri,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sofjan juga mengungkapkan keberatan pelaku industri terhadap kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sebesar 15% yang telah ditetapkan pemerintah. Menurut Sofjan, kenaikan TTL sekitar 15% akan mematikan industri kecil. Dampaknya para pelaku industri kecil akan memilih untuk mengubah usahanya menjadi pengimpor. “Kenaikan sebesar 15 % jelas memberatkan, karena kami sudah katakan kemampuan kami jika TTL dinaikkan hanya sebesar 10 % saja,” ungkap Sofjan.

Upah Buruh

Sofjan mengatakan, yang lebih memperparah lagi kenaikan TTL ini akan berimbas pada tenaga kerja. Ketidakmampuan perusahaan untuk bayar tenaga kerja pasti akan berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Apindo sendiri, kata Sofjan, memiliki alasan kenapa hanya mampu naik 10%. Pasalnya, selain kenaikan TTL, beberapa komponen lain juga dipastikan akan ikut naik seperti harga gas dan Upah Minimum Regional (UMR). “Kalau semua naik, lalu pelaku industri ini mau dapat apa,” kritik dia.

Sofjan mengatakan rencana kenaikan tarif tenaga listrik sebesar 15 % akan memukul usaha kecil. Kenaikan tarif ini akan menyebabkan daya saing industri kecil dalam negeri melemah, terutama terhadap barang impor. "Nanti bisa terjadi pengangguran, atau mereka lebih memilih menjadi pedagang daripada produsen karena tidak bisa bersaing," kata Sofjan.

Meskipun pemerintah berjanji tidak menaikkan tarif untuk pelanggan dengan daya 450 Watt dan 900 Watt, Sofjan menilai keringanan ini tak berarti untuk industri. Soalnya hampir tak ada industri kecil yang menggunakan daya di bawah 1.300 Watt.

Sofjan mengatakan kenaikan tarif tenaga listrik ini akan membuat biaya produksi naik sekitar 3-5 %. Kenaikan ini beragam tergantung besaran komponen biaya listrik terhadap biaya produksi. Pada industri garmen misalnya biaya listrik mencakup 25 % dari biaya produksi dan untuk produsen es, biaya listrik mencapai 90 % dari biaya produksi.

Sofjan mengatakan tak jadi masalah jika pasar mau menerima kenaikan harga ini. Yang menjadi masalah ketika konsumen lebih memilih barang impor ketika harga produksi dalam negeri, naik. "Sekarang saja permintaan pasar domestik meningkat lebih banyak diisi oleh barang impor," kata Sofjan.

Sofjan mengatakan dalam pembicaraannya dengan para anggota asosiasi, kemampuan mereka menghadapi kenaikan tarif listrik beragam. Usaha yang besar masih sanggup menanggung kenaikan tarif sebesar 7-10 %. "Yang lebih kecil ada yang tidak sanggup, ini yang berusaha kami carikan solusinya," kata Sofjan.

Sofjan mengatakan pembebanan kenaikan tarif kepada dunia usaha tidak tepat. Soalnya industri juga sudah dikenai kenaikan harga gas sebesar 50 % dan upah minimum juga akan naik pada 2013. Komisi VII DPR RI menyetujui usulan pemerintah untuk menaikkan tarif tenaga listrik sebesar 15 persen pada 2013. Kenaikan ini akan berlaku untuk pelanggan dengan daya 450 Watt dan 900 Watt.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…