Kaji Ulang Tata Kelola BUMN

 

Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA. CPI. Akuntan Forensik dan Advokat

 

          Deretan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersangkut dugaan korupsi seperti yang dialami oleh PT Timah, PT Taspen, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang tengah dalam proses penyelidikan oleh aparat penegak hukum. Tampaknya belum berakhir dan cenderung berlanjut selama pemerintah tidak punya kemauan serius dalam pembenahan tata kelola korporasi.

Berulangnya kejahatan korupsi dikalangan BUMN, merupakan suatu indikasi, bahwa pemerintah selaku pemegang saham dan regulator yang mempunyai kewenangan yang luar biasa tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan reformasi BUMN secara revolusioner. Baru sebatas penggantian jajaran Direksi dan Komisaris sebagai business as usual. Padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merugikan bangsa dan negara. Ditengah keadaan ekonomi yang memprihatinkan, seharusnya kebijakan yang diambil selaku pemegang saham dan regulator harusnya kebijakan yang luar biasa juga.

Kedudukan Strategis dan Hukum BUMN

                Sebagai salah satu pelaku ekonomi, peran BUMN harus terlihat signifikan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan ekspor dan mengurangi impor. BUMN sudah harus menjadi pemain global bersaing dikancah dunia, bukan kompetitor badan usaha swasta didalam negeri, bahkan lebih terhormat lagi sebagai lokomotif yang menarik gerbong badan usaha swasta. Dengan demikian pelaku usaha swasta termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ikut terbawa dalam kemajuan ekonomi nasional. Dengan demikian trickle down effect ekonominya terasa dilapisan masyarakat menengah bawah. Jika hal tersebut terjadi, maka struktur perekonomian nasional akan semakin membaik, mata uang rupiah semakin perkasa, bahkan utang luar negeri semakin kecil porsinya dalam pembiayaan ekonomi nasional. Pendapatan negara juga semakin kuat, kemandirian ekonomi semakin terwujud nyata.

Mengacu pada Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdapat dua bentuk badan usaha, yaitu BUMN Perseroan (Persero) dan Badan Usaha Umum (Perum). Disisi lain BUMN juga merupakan bagian dari kekayaan negara, hal ini dapat dilihat pada Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Disebutkan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara yang selanjutnya diatur oleh UU BUMN. Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN secara akuntansi dibukukan sebagai aset dalam neraca pemerintah, sehingga secara hukum maupun akuntansi bahwa BUMN merupakan kekayaan negara.

Konsekuensi logis dari kekayaan negara, maka setiap kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum merupakan tindak pidana korupsi. Pertanyaannya, apakah organ-organ badan usaha tersebut, yaitu Direksi, Dewan Komisaris telah menjalankan fungsinya secara efektif? Menteri Keuangan atau Menteri BUMN sebagai pemilik (pemegang saham) merupakan pemegang mandat Rapat Umum Pemegang Saham yang dapat diminta pertanggung jawaban oleh masyarakat melalui mekanisme hukum yang berlaku, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menjalankan fungsi pengawasan atau bahkan dapat melalui penyelidikan sesuai hak konstitusional yang dimiliki anggota DPR.

Berbagai kasus korupsi yang terjadi pada BUMN secara hakiki tidak berlangsung tiba-tiba dan terencana. Hal ini terkonfirmasi pada kasus korupsi yang terjadi di lingkungan PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri yang terungkap di persidangan. Itulah sebabnya membedah tindak pidana korupsi harus melihat anatomi financial fraud. Pengalaman penulis dalam melakukan audit forensik atas kejahatan korporasi diperlukan pemahaman yang utuh dan komprehensif dari sisi akuntansi, audit dan hukum secara simultan.

Tata Kelola

          Permasalahan yang utama dalam pemberantasan korupsi dilingkungan BUMN berkaitan erat dengan tata kelola. Sesungguhnya kata tata kelola (Good Corporate Governance) sudah lama didengungkan, tetapi implementasinya masih lemah, paling tidak demikian yang penulis rasakan dan alami selama empat belas tahun sebagai anggota Komite Audit di beberapa BUMN. Kompetensi, profesionalitas anggota Dewan Komisaris, khususnya Komisaris Independen mempunyai kemampuan jauh dari memadai, bahkan Komisaris Independen yang sekaligus Ketua Komite Audit tidak paham Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan – RKAP (Corporate Planning and Budgeting). Apalagi pemahaman atas laporan keuangan, karena yang bersangkutan berlatar belakang non akuntansi dan keuangan yang berasal dari kalangan birokrat kementerian – lembaga negara. Meskipun kajian, analisis dan temuan dari tim Komite Audit sudah sangat terang benderang, tetapi mandek di tangan Komisaris Independen, sehingga rapat Dewan Komisaris dengan Direksi hanya sebagai formalitas belaka. Padahal mengacu kepada Undang-undang Perseroan Terbatas peran Dewan Komisaris, khususnya Komisaris Independen amatlah strategis, yaitu mengawasi jalannya perusahaan dan memberi nasehat secara objektif.

          Penyusunan dan pembahasan RKAP merupakan hal yang strategis dalam fungsi pengawasan Komisaris. Jika Komisaris tidak paham proses bisnis, analisis kinerja, permainan akuntansi dan keuangan, bagaimana mungkin Komisaris Independen dapat memberi nasehat, menjalankan fungsi pengawasan secara efektif. Umumnya kejahatan keuangan dibungkus rapi seolah olah transaksi bisnis bersih dari segala noda. Fakta empiris yang demikian merupakan salah satu penyebab terjadinya berbagai bentuk fraud, sehingga keberadaan Komisaris yang demikian hanya sebagai beban korporasi, bukan sebagai aset strategis. Jika pemerintah ke depan yang dipimpin oleh Prabowo sebagai Presiden terpilih ingin memperkuat ekonomi nasional, salah satu langkah strategis agar menghentikan segala bentuk korupsi, khususnya dilingkungan BUMN.

Jadikan BUMN sebagai salah satu motor penggerak ekonomi nasional dan pemain bisnis global. Lingkungan pengendalian harus diisi oleh profesional yang kompeten dan berintegritas. Khusus untuk Komisaris Independen harus diisi oleh profesional dibidang akuntansi forensik dan praktisi hukum. Lakukan audit hukum oleh profesional hukum (Advokat/Konsultan Hukum) yang bersertifikasi auditor hukum, Certified Legal Auditor (CLA), disamping financial audit yang sudah ada selama ini.

Karena opini audit Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik tidak mencerminkan bebas dari berbagai macam fraud, kejahatan korporasi. Financial audit hanya menguji kewajaran laporan keuangan. Langkah cepat dan taktis sangat dibutuhkan dari Presiden demi mengamankan dan sekaligus mengembangkan BUMN ke depan. Semoga.

 

 

BERITA TERKAIT

Keindahan dan Kekayaan Budaya Siap Sambut World Water Forum

  Oleh : Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Budaya   Jelang World Water Forum ke-10 (WWF) di Bali tanggal 18-25 Mei…

WWF ke-10 Berpengaruh Besar bagi Tata Kelola Air Secara Global

  Oleh : Adrian Kurniawan, Pemerhati Lingkungan   World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia ke-10 di Bali berperan…

Judi Online Kini Semakin Mewabah

    Oleh: Diana Triwardhani, PhD, Dosen FEB UPN Veteran Jakarta   Belum lama ini kita dikagetkan dengan adanya berita…

BERITA LAINNYA DI Opini

Keindahan dan Kekayaan Budaya Siap Sambut World Water Forum

  Oleh : Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Budaya   Jelang World Water Forum ke-10 (WWF) di Bali tanggal 18-25 Mei…

WWF ke-10 Berpengaruh Besar bagi Tata Kelola Air Secara Global

  Oleh : Adrian Kurniawan, Pemerhati Lingkungan   World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia ke-10 di Bali berperan…

Judi Online Kini Semakin Mewabah

    Oleh: Diana Triwardhani, PhD, Dosen FEB UPN Veteran Jakarta   Belum lama ini kita dikagetkan dengan adanya berita…