INVESTASI DI BURSA SAHAM KALAH MENARIK - Puluhan Triliun Dana Asuransi Eksodus ke SUN & Obligasi

Jakarta – Produk investasi di pasar saham kini mulai kurang diminati para pengelola dana asuransi dan tabungan pensiunan. Terbukti sekitar Rp 26 Triliun dana asuransi jiwa bergeser dari saham ke obligasi (Surat Utang Negara/SUN) atau Surat Berharga Negara (SBN).

NERACA

Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim mengatakan, saat ini industri asuransi jiwa cenderung akan mengarahkan investasinya pada obligasi atau SUN. “Itu karena kondisinya sangat fluktuatif, sehingga kami memilih instrumen yang lebih aman. Nah, SBN, SUN atau obligasi jauh lebih aman karena dijamin pemerintah, ketimbang saham, ” ujar dia di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Hendrisman, saat ini risiko berinvestasi di pasar saham tergolong cukup tinggi. Akibatnya, terjadi penurunan nilai investasi industri asuransi jiwa di pasar saham.

Tercatat kuartal II-2012, investasi di saham tercatat turun 32,3% menjadi Rp52,87 triliun dari periode yang sama 2011 sebesar Rp78,11 triliun. Sementara investasi di obligasi pemerintah terjadi kenaikan sebesar 2.171,3% menjadi Rp24,13 triliun dari periode yang sama 2011 sebesar Rp1,06 triliun.

Sedang investasi di obligasi swasta dan Medium Term Notes naik 293% menjadi Rp24,11 triliun dari Rp6,13 triliun, serta di surat berharga yang diterbitkan atau dijamin Bank Indonesia naik 73,42% menjadi Rp3,57 triliun dari Rp2,06 triliun pada periode yang sama 2011.

Direktur Eksekutif AAJI Benny Waworuntu menambahkan, kondisi tersebut menyebabkan hasil investasi di kuartal kedua 2012 pun tumbuh tipis 2,4%, yakni Rp6,9 triliun jika dibanding Q2/2011 yang sebesar Rp6,7 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Dosen FEUI Budi Frensidy menilai, perpindahan investasi industri asuransi jiwa ke SBN dan obligasi atau SUN bukan disebabkan pasar saham tidak menarik lagi, namun pemilik dana ingin mencari volatilitas atau risiko yang lebih rendah. Sementara investasi di saham, return dan risikonya sama-sama tinggi.

“Investasi di SBN, SUN maupun ORI jelas jauh lebih aman ketimbang saham. Selain dijamin pemerintah juga karena bunganya tinggi dan jangka panjang,” jelas Budi kepada Neraca, Minggu (30/9).

Dia lalu menjelaskan kelebihan SBN dan SUN dibandingkan saham. SUN  dan SBN, kata Budi, yield (imbal hasil) sebesar 5,96% selama 10 tahun. Instrumen ini ditujukan bagi investor institusi seperti perusahaan sekuritas atau manajer investasi.

Budi juga menerangkan, saat ini inflasi Indonesia rendah dan kepercayaan investor asing lagi tinggi. “Pendapatan tetap dengan jaminan bunga tinggi, terus risiko rendah, aman, dan dijamin pemerintah. Siapa yang tidak tergiur? Apalagi, investor asing menguasai SBN sekitar 30%-35%. Paling tinggi di Asia Tenggara. Thailand dan Filipina saja hanya 5%,” terangnya.

Sementara bagi ORI atau sukuk ritel, lanjut Budi, ditujukan bagi investor ritel. Oleh karena itu, ketika ingin investasi harus menunjukkan kartu identitas seperti KTP dan minimal memiliki dana investasi sebesar Rp5 juta. Akan tetapi, sambung dia, bukan berarti investor institusi tidak bisa berinvestasi di ORI. “Mereka bisa ‘main’ di pasar sekunder. Kan, (pasar) primer tidak bisa. Dan juga bunga yang ditawarkan sekitar 6,3% sebelum pajak selama 10 tahun,” tambah dia.

Senada dengan Budi. Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Djoni Rolindrawan menambahkan, penempatan investasi dana pensiun pada obligasi atau SUN, lebih kepada prinsip kehatian-hatian. Hal tersebut karena investasi yang dikelolanya merupakan investasi jangka panjang sehingga lebih aman untuk ditempatkan di sana daripada pasar saham.

“Supaya bisa lebih memenuhi janji kepada nasabah, sehingga pengelolaan dana pensiun lebih konservatif,” ungkap Djoni, kemarin.

Dia mengatakan, meskipun yield saham lebih tinggi dibandingkan obligasi, namun pergerakan IHSG di pasar modal yang mempengaruhi perdagangan di bursa tidak bisa diprediksikan dan terlalu berisiko.

Maka dari itu, apabila akan ada penambahan untuk berinvestasi di saham kemungkinannya sangat sedikit atau sekitar 5%. Total dana pensiun yang dikelola sampai dengan akhir Agustus 2012 sebesar Rp125 triliun. Menurut dia, separuh dari portofolio investasi dana pensiun atau 50% itu terdapat di obligasi.

“Proporsi masing-masing sekitar 26% untuk bligasi korporasi dan 23% ditempatkan di SUN. Sementara untuk investasi berbentuk saham hanya sebesar 20%, dan reksa dana 4%, sisanya ditempatkan di deposito dan tanah bangunan.” paparnya.

Bersifat Sementara

Di tempat terpisah, analis obligasi sebuah perusahaan investasi mengatakan, alasan industri asuransi jiwa switching aset,  karena kapitalisasi pasar Indonesia sebanyak 60% dikuasai investor asing. Sehingga volatilitasnya sangat tinggi. “Mereka beralih aset juga bukan pure obligasi kok. Masih campuran. Ini hanya sementara saja. Saya prediksi sampai akhir tahun 2012,” kata seorang analis yang enggan disebutkan namanya.

Dia pun membantah kalau peralihan investasi tersebut karena pasar saham sudah tak menarik lagi. “Bukan tidak menarik tapi karena ingin supaya risikonya kecil saja. Indikator ekonomi kita positif kok, seperti suku bunga rendah dan pertumbuhan kredit investasi lebih tinggi ketimbang konsumsi,” tukasnya.

Selain itu, lanjut dia, faktor eksternal juga turut mempengaruhi perpindahan instrumen investasi tersebut. Dia menyebut, selama tiga tahun terakhir kondisi perekonomian Eropa belum pulih. Sementara pasca-dikeluarkannya quantitative easing (QE) 3 oleh The Fed belum berdampak signifikan dalam waktu dekat serta ekonomi China yang masih fluktuatif.

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hoesen pernah mengatakan, penerbitan obligasi bisa mencapai dua kali lipat dari yang ditargetkan otoritas bursa. Penerbitan obligasi tersebut akan marak dengan catatan asumsi Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan BI Rate di level 5,75%.

Dari data BEI 6 Juli 2012, total emisi obligasi yang sudah tercatat sepanjang 2012 adalah 42 emisi dari 37 emiten senilai Rp41,24 triliun. Baru-baru ini PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) mencatatkan obligasi di BEI senilai Rp1 triliun berjangka waktu 5 tahun.

Dengan pencatatan obligasi tersebut, total emisi obligasi, sukuk dan EBA yang tercatat di BEI berjumlah 199 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp171,295 triliun dan US$80 juta, diterbitkan oleh 99 emiten. Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 90 seri dengan nilai nominal Rp795,92 triliun. 4 EBA senilai Rp1,247 triliun. lia/bani/ardi

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…