Dapat Tambahan Subsidi LGV - Program Konversi BBM ke BBG Segera Terealisasi

NERACA

 

Jakarta - Upaya Pemerintah melakukan program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bahan Bakar Gas (BBG) sepertinya akan segera terealisasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berharap pembagian alat pengubah bahan bakar (converter kit) akan selesai pada akhir 2012. pembuatan converter kit tersebut diserahkan kepada masing-masing Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) kendaraan untuk menambahkan alat tersebut kepada mesin mobil produksinya.

Sebanyak 14 ribu converter kit tersebut rencananya akan dibagikan kepada angkutan umum di Jakarta. "Namun untuk 1.000 converter kit sudah jadi, dan yang masih dalam tender adalah yang 14 ribu unit. Kalau converter kit yang 1.000 itu untuk kendaraan dinas pemerintah dan sudah efektif dipasang, dan yang 14 ribu mungkin baru selesai akhir 2012," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Evita H. Legowo, di Jakarta, Senin (24/9).

Dia juga mengungkapkan, bahwa telah mendapat anggaran tambahan subsidi untuk Liquid Gas for Vehicle (LGV) yang sudah disetujui DPR, karena harga LGV yang mahal. Penambahan subsidi LGV tersebut ditargetkan akan digelontorkan untuk periode 2012 dan 2013 dengan kuota masing-masing secara berurutan Rp54 miliar dan Rp100 miliar. Dengan demikian pada 2012, LGV yang mendapat subsidi akan sebanyak 36 juta liter dan pada 2013 sekitar 66,6 juta liter.

Menurut Evita, biaya pembelian LGV terlalu berat untuk ditanggung Pertamina secara keseluruhan. Dia mengatakan Kementerian berhasil mendapat tambahan subsidi untuk LGV dengan harga Rp1.500 per liter setara premium (LSP). "Kami sudah berhasil mendapatkan tambahan subsidi untuk LGV dari DPR karena harga LGV lebih mahal," jelasnya.

Sejalan dengan program konversi BBM ke BBG, Pemerintah juga akan membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Direktur Gas PT Pertamina Hari Karyuliarto saat ditemui dalam acara yang sama mengatakan pihaknya sedang membangun 5 SPBG induk, 9 SPBG cabang, serta 14 SPBG yang terintegrasi dengan pipa gas dalam kurun waktu pembangunan pada 2012 hingga 2013.

"Pemerintah akan memberikan dana sebesar Rp2,1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan infrastruktur," jelasnya. Sejumlah SPBG yang sedang disiapkan berada di beberapa daerah diantaranya di Bumi Serpong Damai, Cilandak, Lebak Bulus, Muara Karang, Senen, Pulogebang, Cibubur, Pulogadung, Margonda, Kalideres, Cililitan, Tangerang dan Bekasi.

Sedangkan untuk di luar wilayah Jabodetabek, pemerintah juga membangun SPBG seperti di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo serta empat stasiun di Palembang. Menurut Hari, kendala yang menghambat penggunaan gas antara lain adalah kualitas gas yang masih belum stabil atau mumpuni, kurangnya pengetahuan mengenai peraturan dan aspek keamanan penggunaan dan pengoperasian BBG.

Selain itu harga jual BBG yang sebesar Rp3.100 per liter dinilai kurang berdaya saing dengan harga BBM premium yang Rp4.500 per liter. Kemudian, hal lain yang membuat pengguna kendaraan tidak menggunakan gas sebagai bahan bakarnya adalah biaya operasi tangki BBG yang tinggi dan belum adanya dukungan penuh industri kendaraan atas penggunaan BBG.

Konverter Kit

Sebelumnya, dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Pindad dan PT Wika sudah bisa dipastikan siap memproduksi alat konverter kit untuk mendukung program konversi bahan bakar minyak (BBM) dan mengurangi penggunaan BBM bersubsidi. “Pindad dan Wika telah memiliki pengalaman untuk memasok komponen roda empat. Untuk tahap pertama, diperkirakan 200.000 unit konverter kit siap dipasok bagi wilayah Jabodetabek,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Unggul Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Budi Darmadi.

Produksi converter kit ini dalam skala ekonomi menurut Budi, diproyeksikan 50.000 sampai dengan 60.000 unit per tahun.“Produksinya sangat bergantung pada kebutuhan pasar di dalam negeri. Jika programnya sudah berjalan, kebutuhannya bisa mencapai ribuan unit,” paparnya.

Tidak semua komponen dari converter lanjut Budi, dibuat di Indonesia. Saat ini, proses perakitan akan dilakukan di dalam negeri dengan 3-4 komponen diproduksi di dalam negeri. “Komponen yang paling diproduksi itu adalah electronic control unit karena ada rahasia programming di dalamnya. Setiap mobil dan jenisnya berbeda penggunaan programnya,” tuturnya.

Budi menambahkan, produk converter kit masih di impor dari beberapa negara sebelum diproduksi di Indonesia. “Konverter kit masih ada yang di impor dari Italia dan pemerintah berusaha memaksimalkan produsen dalam negeri untuk membuat produk yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,” tandasnya.

Menteri BUMN Dahlan Iskan memaparkan, PT Dirgantara Indonesia (DI) yang biasa memproduksi pesawat terbang, juga siap melebarkan sayap bisnisnya untuk memproduksi converter kit.  Dahlan mengatakan, dirinya akan segera meminta informasi terkait kesiapan PT DI dalam proses produksi converter kit. “Kalau memang tidak mengganggu program pembuatan pesawat, saya mendukung PT DI untuk masuk (memproduksi converter kit),” ujarnya.

Menurut Dahlan, jika memang PT DI sanggup memproduksi converter kit dan ternyata desain serta pembuatannya tidak terlalu sulit, maka BUMN lain seperti PT Boma Bisma Indra pun bisa ikut memproduksi converter kit. “Kalau memang bisa diproduksi di dalam negeri, lebih baik dihindarkan dari impor,” katanya.

Jika PT DI siap memproduksi converter kit, Pertamina sebagai BUMN sektor energi siap menyatakan siap menyediakan BBG untuk angkutan umum maupun mobil pribadi. VP Komunikasi PT Pertamina, Ali Mudakir mengatakan, Pertamina siap menjadi lead atau memimpin program penggunaan BBG di Indonesia. “Kalau ditunjuk sebagai leader, kami akan all out,” ujarnya.

Harun mengakui, selama ini jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sempat mencapai 33 buah. Namun, karena minimnya konsumsi BBG, 27 diantaranya terpaksa tidak beroperasi, sehingga kini hanya tersisa 6 SPBG. “Kalau pemerintah ingin menggulirkan BBG seiring dengan program pembatasan BBM, maka akan sangat pas,” katanya.

Menurut Harun, saat ini Pertamina sudah memiliki strategi baru dalam penyediaan BBG. Sebelumnya, penyediaan BBG membutuhkan infrastruktur pipa untuk penyalurannya. Tapi, kini Pertamina sudah mengembangkan konsep mother daughter dengan cara pengangkutan melalui tanki. “Nantinya, tanki BBG tinggal ditempatkan di SPBU dan ditambah dispenser saja, jadi tidak terlalu sulit,” terangnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…