Pembangunan Infrastruktur Meningkat - Permintaan Baja Tulangan Diperkirakan Tumbuh 20% di 2012

NERACA

 

Jakarta - Permintaan baja tulangan belakangan ini terlihat terus mengalami peningkatan, bahkan tahun 2012 diperkiraan mengalami pertumbuhan 20%. Dari perkiraan tersebut, sektor properti memberikan kontribusi sekitar 9%, disusul oleh pembangunan infrastruktur.

Direktur utama PT Bhirawa Steel, Harry Budi Prasetya mengatakan, pertumbuhan permintaan baja tergantung dari pembangunan infrastruktur. Untuk itu, jika pembangunan dipercepat, maka permintaan baja akan meningkat. Saat ini, permintaan baja secara nasional sekitar 6 ton.

Sebagian besar merupakan baja tulangan untuk keperluan baja lembaran dan lonjoran. Sedangkan baja untuk kebutuhan industri otomotif, sebagian bahannya masih impor. “Pembangunan jalan dan jembatan, bandara serta pelabuhan banyak menyerap baja. Karena itulah, pelaku industri baja berharap pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur. Untuk baja tulangan sudah penuhi produksi dalam negeri,” ujarnya, kemarin.

Dia mengatakan, Indonesia merupakan salah satu pasar besar untuk industri baja, banyak investor asing yang tertarik membangun perusahaan baja di negeri ini. Hanya saja, kendala utama dalam mengembangkan bisnis tersebut adalah bahan baku baja yang hampir 70% impor.

Selain itu, dia menegaskan, persaingan dengan produk lokal dan impor tidak terlalu signifikan. Ini karena baja lokal harganya hampir sama dengan impor dan kualitasnya tidak kalah dengan impor. Dengan catatatan ada investasi Rp 114 triliun di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kalau industri dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30 %. Produk lokal juga sudah diakui kualitasnya oleh ahli tukang dan ahli pembangunan,” ungkapnya.

Proyeksi Pertumbuhan

Sebelumnya Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Budi Irmawan memproyeksi pertumbuhan industri logam di semester kedua tahun ini bisa mencapai 6% hingga 7%. “Karena permintaan logam biasanya menunjukkan peningkatan di semester kedua, indsutri pun secara otomatis akan ikut tumbuh,” katanya.

Lebih jauh lagi Budi memaparkan pada semester kedua ini, permintaan logam seperti besi dan baja diproyeksi akan naik sesuai dengan dimulainya berbagai proyek pembangunan oleh pemerintah. Begitu pula dengan proyek pembangunan properti dan infrastruktur dari kalangan swasta dinilai masih akan menunjukkan pertumbuhan permintaan produk logam.

Selama semester pertama lalu, industri logam, besi, dan baja hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,7%. Kinerja selama periode tersebut terjun bebas dibanding pertumbuhan selama 2011 lalu yang mencapai 13,06%.

Budi mengatakan, kelangkaan bahan baku scrap selama semester pertama lalu menyebabkan industri logam turun drastis. Beberapa industri menurunkan kapasitas produksi mereka sesuai dengan keterbatasan bahan baku yang didapat. “Faktor kelangkaan bahan baku menjadi salah satu faktor utama pelembatan indsutri logam,” ujar dia.

Dia menambahkan saat ini industri logam seperti baja sudah mulai menyesuaikan diri dengan kondisi keterbatasan bahan baku. Di antaranya mengganti bahan baku scrap dengan bahan baku yang sudah diolah terlebih dahulu.

Namun karena kapasitas produksi indsutri logam saat ini belum bisa langsung memenuhi peningkatan permintaan di dalam negeri, Budi bilang hal ini berpotensi untuk meningkatkan impor produk logam. “Kemingkinan impor bisa naik hingga 4% karena produsen baja masih sulit untuk langsung berproduksi maksimal,” ujar dia.

Pendirian Pabrik

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengharapkan penguatan struktur industri logam dan integrasi antara industri hulu dan hilir dari China yang mendirikan pabrik besi-baja dan alumunium dengan total nilai investasi US$ 8,6 miliar. “Dari investasi ini diharapkan dapat memperkuat struktur industri logam serta mengurangi ketergantungan terhadap produk impor,” kata Hidayat.

Menperin menegaskan akan berkomitmen dan memfasilitasi hal-hal yang mampu mendorong kelancaran proyek dua pabrik ini yang rencananya akan dimulai pada 2015 dan 2016 dengan nilai investasi  US$ 1,5 miliar. Pabrik besi-baja dari investor China, Oriental Mining and Mineral Resources dan Ruo Tong Investement ini, akan memproduksi pasir besi dan bisa digunakan sebagai bahan baku peleburan baja.

Selain peleburan baja, MS Hidayat mengatakan pabrik tersebut akan mengadopsi teknologi yang telah diterapkan di dunia dan bisa memproduksi bahan baku untuk pengecoran besi, dan campuran untuk “ferroalloy/powder metalurgy”. “Saya berharap pembangunan pabrik DRI (Direct Reduced Iron, -red) bisa menjadi jembatan untuk teknologi pengolahan besi-baja yang lebih maju, karena teknologi yang digunakan adalah non-cooking coal yang banyak terdapat di Indonesia,” katanya.

Sedangkan pabrik pemurnian alumina yang akan dibangun oleh Beijing Shuang Zhong Li Investment Management dengan nilai investasi US$  7,1 miliar, MS Hidayat beraharap untuk memasok produksi baik dalam dan luar negeri. “Kalau produksi alumina nanti dibutuhkan untuk dalam dan luar negeri. Termasuk inalum, Nanti kalau sudah bisa produksi saya stop impornya,” katanya.

Pabrik besi-baja dan alumunium tersebut akan dibangun masing-masing dalam empat dan tiga tahap. Pabrik besi-baja berkapasitas produksi enam juta ton per tahun. “Sedangkan investasi pabrik pemurnian alumina sebesar US$  7,1 miliar, memiliki kapasitas total 1,8 juta ton,” katanya.

Untuk mendukung kontribusi ekonomi dari pembangunan dua pabrik tersebut, MS Hidayat meminta dukungan Pemerintah Daerah. Menurut Hidayat, dibutuhkan koordinasi yang baik antara instansi baik pusat maupun daerah untuk memastikan rencana investasi tersebut berjalan tepat waktu. “Begitu juga dengan investor China agar dapat segera merealisasikan investasinya dengan memenuhi ketentuan yang berlaku,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Partner Managing Director PT. Global Resources Capital (Hongkong) Limited Lizhi Zao mengatakan pihaknya setuju menaati peraturan perindustrian yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Kami akan menggunakan kemampuan ekonomi dan finansial kami, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja,” katanya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…