Pemailitan Telkomsel Diduga Ada "Perang" Internal

NERACA

Jakarta—Konflik PT Telkomsel dengan rekanannya, PT Prima Jaya Informatika (PJI), ternyata berujung ke proses hukum. PT Telkomsel dianggap “wan prestasi” dan digugat karena memiliki utang sekitar Rp5,3 miliar. Namun akhirnya Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutus pailit PT Telkomsel. Lantas apakah benar PT Prima Jaya diputus gara-gara dianggap bagian dari "rezim" Sarwoto Atmosutarno, Dirut Telkomsel lama?

Yang jelas sumber Neraca menyebutkan ada "perang" internal dalam tubuh operator seluler terbesar di dalam negeri ini sangat kentara. Apalagi desas-desus ITB connection juga bukan hal mengejutkan. Namun bukan itu saja, pangkal permasalahannya, bisa jadi sejumlah dealer pesaing PJI juga banyak yang tidak suka terhadap Telkomsel.

“Yang menjadi persoalan itu, apakah yang mendasari pemutusan kontrak itu. Karena saya menduga semua itu kemungkinan ada keterkaitan dengan pergantian direksi di Telkomsel, dimana  rezim lama (direksi Sarwoto), ingin dibuang oleh rezim baru (direksi Alex Sinaga),” kata pengamat hukum bisnis Universitas Sriwijaya, Zen Zanibar kepada Neraca secara terpisah, Minggu (16/9)

Namun menurut dia, kemungkinan tujuan gugatan pailit Telkomsel itu sangat banyak kemungkinannya. “Dan itu sah-sah saja. Tetapi sangat sulit zaman sekarang ini perusahaan kecil mengalahkan perusahaan besar,” ujarnya

Yang jelas, kata Zen, alasan pemutusan kontrak sebagai dasar gugatan merupakan sesuatu yang masuk di akal. Tapi gugatan yang meminta Telkomsel di pailitkan, itu perlu dicermati lebih jauh.

Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) PJI Toni Djaya Laksana mengungkapkan, pemutusan kontrak kerja yang dilakukan PT Telkomsel merupakan wewenang dari direksi baru Telkomsel untuk memutuskan kerjasama terutama terhadap rezim-rezim lama.

“Sebagai institusi seharusnya Telkomsel melakukan kewajibannya terhadap rekan kerjasamanya, jangan sewenang-wenang dengan menonjolkon kepentingan individu. Jangan karena Telkomsel merupakan perusahaan besar sehingga dapat melakukan hal itu terhadap perusahaan kecil seperti kami,” katanya.

Namun Toni membantah pemutusan kontrak ini disebabkan kinerja PJI lemah. Hal ini tidak benar, karena PJI pernah mendapatkan penghargaan dari Telkomsel. Selain itu, ada indikasi beberapa dealer Telkomsel tidak menyukai adanya keberadaan PT Prima Jaya Informatika. “Ada ketidaksukaan kepada perusahaan kami sehingga kontrak kerjasama kami diputuskan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya,” ujarnya.

Toni telah berupaya untuk menghubungi pihak Telkomsel untuk meminta penjelasan. Namun, hingga kini tidak ada penjelasan dari direksi yang bisa menjelaskan penyebab dihentikannya Kartu Prima itu.”Untuk itu, kami menempuh jalur hukum terhadap PT Telkomsel di pengadilan Niiaga Jakarta Pusat,” tambahnya.

Sementara itu, Menurut Sularsi, anggota YLKI, sebuah perusahaan pailit memang akan berpengaruh terhadap konsumennya. Namun perlindungan terhadap konsumen itu berada di pasal terbawah dalam UU Kepailitan. "Perlindungan konsumen itu dalam UU Kepailitan itu ada di terakhir, karena harus menunggu penyelesaian utang piutang dari para investor perusahaan-perusahaan yang bermasalah itu," jelasnya.

Sularsih menambahkan hal ini adalah pekerjaan rumah (PR) besar bagi negara. "Bahwa ketika pailit terjadi, konsumen tidak mendapatkan perlindungan. UU Kepailitan sangat merugikan konsumen. Ini bisa terjadi terhadap semua perusahaan, tidak hanya perusahaan telekomunikasi saja," paparnya.

Dalam hal kepailitan ini, lanjut Sularsih, ada hal yang positif dan negatif. "Kalau yang positif adalah jika pihak yang mempailitkan mempunyai dugaan bahwa pihak yang dipailitkan itu adalah perusahaan yang tidak sehat. Sebaliknya jika perusahaan itu sehat tapi digugat pailit, berarti ada permasalahan di dalamnya," katanya.

Utang Jatuh Tempo

Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Agus Iskandar, memutuskan PT Telkomsel pailit dan sekaligus mengabulkan permohonan tergugat yaitu PT Prima Jaya Informatika. Dalam pertimbangan majelis hakim, gugatan telah memenuhi unsur pada Pasal 2 ayat 2 UU Kepailitan yaitu prasyarat pailit adanya utang jatuh tempo dan dapat ditagih dari dua pihak pemohon atau lebih. Kedua pemohon itu, selain PT Prima Jaya Informatika, ada satu perusahaan lagi yang memiliki piutang tidak dibayar yaitu PT Extend Media Indonesia.

Menurut kuasa hukum PJI Kanta Cahya, utang jatuh tempo dan dapat ditagih berasal tidak terpenuhinya penyediaan voucher isi ulang dan kartu perdana Kartu Prima yang bergambarkan atlet-atlet nasional.”Kontrak kerjasama itu bermula pada 1 Juni 2011 dengan ditandatanganinya dua perjanjian yaitu PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011,” jelasnya.

Lebih jauh Kanta menjelaskan, kontrak itu menyebutkan PT Telkomsel wajib menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olahraga dengan sedikit-dikitnya 120 juta lembar yang terdiri kartu bernominalkan Rp 25 ribu dan Rp 50 ribu dan menyediakan perdana kartu prabayar dalam jumlah sedikit-dikitnya 10 juta setiap tahun untuk dijual oleh PT PJI.

”Komitmen awal 30% dari 4% keuntungan yang diperoleh PT PJI akan diberikan untuk membiayai Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) dalam membantu mantan atlet dan atlet yang berprestasi,” ungkapnya.

Namun, kata Kanta Juni 2012, kerjasama tersebut terputus tanpa adanya penjelasan dari PT Telkomsel. Hanya ada pernyataan melalui lisan dan surat elektronik bahwa belum ada perintah lebih lanjut dari pimpinan.”Kerjasama PT Prima Jaya Informatika dan Telkomsel dimulai 1 Juni 2011 sampai batas waktu Juni 2013 dengan komitmen awal bahwa Telkomsel menyediakan voucher isi ulang bertemakan khusus olahraga,” jelasnya.

Nilai perjanjian yang diingkari Telkomsel, lanjut Kanta, sebesar Rp 400 miliar mendistribusikan voucher isi ulang kartu Prima selama dua tahun.”Dihentikan kontrak kerjasama penerbitan Kartu Prima ini dilakukan oleh Direksi baru Telkomsel per 21 Juni 2012 di saat kontrak telah berjalan selama satun tahun,” katanya.

Sedangkan kuasa hukum PT Telkomsel, Warakah Anhar menyakini bahwa kliennya tidak memiliki utang dan utang kepada kreditur yang lain telah dipenuhi. Kemudian langkah selanjutnya adalah akan melakukan kasasi atas putusan ini dan meyakini bahwa kliennya akan menang dalam tingkat kasasi nanti.”Kami yakin akan menang pada tingkat kasasi nanti,” ujarnya.

Menurut Warakah, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU Kepailitan dan PKPU, upaya hukum atas putusan pengadilan niaga adalah kasasi. PT Telkomsel telah menyanggupi untuk membayar utang yang dipersoalkan oleh PT PJI dikarenakan aset yang dimiliki oleh Telkomsel jauh lebih besar daripada total utang kepada PJI.”Saya merasa kecewa atas putusan majelis hakim dikarenakan berdasarkan penilaiannya legal formalnya tidak terpenuhi,” katanya. ahmad/ria/mohar/cahyo

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…