Diplomasi Perdagangan Global Indonesia Lemah - KASUS CPO DITOLAK APEC JADI BUKTI SAHIH

Jakarta – Pemerintah Indonesia memang lemah dalam diplomasi perdagangan luar negeri. Akibatnya, Indonesia selalu dirugikan dalam kancah perdagangan di pasar global. Salah satu contoh paling anyar adalah kegagalan Indonesia memasukkan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil-CPO) sebagai produk ramah lingkungan (environmental goods) di forum Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).

NERACA

Padahal Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar CPO di dunia. Harusnya, dengan kondisi itu, Indonesia dapat mengusung daya tawar yang lebih kuat di kancah internasional. Fakta ini juga sekaligus menunjukan, pemerintah belum all out memperjuangkan produk dan komoditasnya di pasar internasional.

Menurut pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin, hasil APEC memperlihatkan lemahnya diplomasi dan daya tawar pemerintah Indonesia di forum internasional. “Komoditas Indonesia cenderung dipermainkan negara Barat, sehingga harga komoditas Indonesia sering ditekan untuk kepentingan negara Barat,” tegasnya kepada Neraca, Minggu (16/9).

Padahal, menurut dia, APEC merupakan salah satu forum internasional yang penting untuk kepentingan nasional. Apalagi, jika komoditas yang diperjuangkan itu memiliki kontribusi tinggi dalam perekonomian nasional seperti CPO, yang menghasilkan devisa ekspor besar serta penyerapan tenaga kerja.

Dia menyebut, komoditas strategis nasional cenderung dibiarkan dalam menghadapi persaingan di tingkat global. “Kita harus ingat bahwa CPO Indonesia juga bersaing melawan minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai AS,” katanya.

Bustanul menegaskan, lemahnya diplomasi perdagangan global Indonesia akan membuat negara ini dilecehkan. Belum lagi potensi kerugian dari pendapatan negara sangat banyak. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah membentuk komite perdagangan internasional untuk memperkuat diplomasi dan negosiasi. Selain itu, sebaiknya Atase perdagangan di isi oleh orang yang paham perdagangan dan hukum perdagangan internasional. “Perlu semacam lembaga yang bisa memperkuat posisi Indonesia di mata WTO atau perdagangan antar negara,” ujarnya.

Menurut Guru besar Universitas Lampung ini, lemahnya diplomasi juga membuat Indonesia dalam posisi lemah terkait perlindungan perdagangan. Padahal, negara bisa memperbanyak daftar safeguard untuk melindungi pasar dalam negeri.

Firman Subagyo, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, menegaskan kegagalan Indonesia di forum APEC perlu mendapat perhatian khusus seluruh stakeholders di dalam negeri. “DPR akan mengevaluasi hasil APEC ini agar menjadi warning bagi pemerintah,” ujarnya.

Kegagalan itu memperlihatkan upaya pemerintah yang kurang tanggap, cermat, dan teliti dalam melakukan diplomasi dagang di dalam menghadapi persaingan global. “Ada indikasi terjadinya diskriminasi terhadap komoditas strategis Indonesia di persaingan global, dan ini sudah terjadi sejak lama,” ucapnya.

Menurut dia, kegagalan tersebut juga menunjukkan peran pemerintah yang kurang dalam pengembangan komoditas strategis nasional. Padahal dalam diplomasi dagang internasional, setiap negara berhak menyuarakan kepentingan nasional. Dia mencontohkan negara Barat menyuarakan proteksi komoditas strategi masing-masing, AS misalnya memproteksi komoditas gandum, kapas, dan kedelai.

Seharusnya, lanjut Firman, strategi kebijakan Indonesia mampu mendorong perkembangan komoditas strategis nasional. Sehingga komoditas yang telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional mendapat ruang yang cukup untuk terus berkembang. Dan daya tawar komoditas seperti CPO Indonesia juga diperhitungkan di kancah internasional. “Mestinya dengan kondisi Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia, pemerintah negeri ini menjadi "panglima perang" dalam mengarahkan kebijakan global untuk mendukung pertumbuhan komoditas tersebut,” paparnya.

Ahmad Manggabarani, Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), mengatakan kegagalan pemerintah Indonesia untuk memasukkan CPO sebagai environmental goods di forum APEC memperlihatkan lemahnya lobi pemerintah Indonesia di kancah international. “Kegagalan itu merugikan Indonesia,” ujar mantan Dirjen Perkebunan ini.

Tidak Kompak

Selain CPO Indonesia tidak memperoleh keringanan bea masuk maksimal 5% hingga 2015 di Asia Pacific, kegagalan pemerintah Indonesia juga memperlihatkan daya tawar komoditas Indonesia yang rendah. Padahal, Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar sejumlah komoditas strategis, terutama CPO.

Manggabarani menilai, kegagalan Indonesia di forum APEC juga disebabkan ketidakkompakan pemerintah Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Dia mencontohkan saat terjadi kampanye negatif terhadap CPO Indonesia, kementerian terkait di dalam negeri justru tidak satu suara untuk menghadapi dan mengatasi masalah tersebut. “Berbagai unsur di pemerintah serta pelaku usaha harusnya satu suara di dalam negeri, baru kemudian menyuarakan satu suara di kancah internasional,” ujarnya.

Berbeda dengan Indonesia, Malaysia yang saat ini menjadi produsen dan eksportir CPO kedua terbesar di dunia justru memiliki diplomasi dan daya tawar yang kuat di kancah internasional. Hal itu terjadi karena seluruh unsur di Malaysia menyadari CPO sebagai komoditas strategis negara itu.

Diplomasi dagang dan daya tawar yang tinggi diperlukan mengingat komoditas CPO merupakan pesaing minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai yang diproduksi AS. “Dengan adanya persaingan CPO melawan minyak kedelai, tentu misi dagang negara Barat berupaya melemahkan CPO di kancah internasional,” ujarnya.

Sementara Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur menandaskan, pemerintah seharusnya proaktif terhadap masalah-masalah perdagangan seperti itu, tapi pemerintah pasif menghadapi kecurangan dalam perdagangan internasional.

Bisa jadi, sambung Natsir, lemahnya kemampuan diplomasi perdagangan Indonesia yang menyebabkan tidak handal dalam bernegosiasi. Pemerintah juga harus melihat aspek kesiapan dunia usaha secara komprehensif. Hal ini terkait ada dugaan kepentingan negara-negara maju untuk merebut pasar di kawasan Asia Pasifik dengan berkedok produk ramah lingkungan dan pemanasan global. “Saya melihatnya ini dalam rangka bisnis juga, yaitu perebutan pasar, yaitu dominasi negara maju untuk penetrasi pasar mereka ke negara berkembang,” tukasnya.

Dia menilai, pemerintah perlu memiliki pengacara (lawyer) yang handal untuk bernegosiasi, baik dalam hal kerja sama dengan pihak dalam negeri, antar negara, maupun dengan World Trade Organization (WTO). “Kami lihat, lawyer saat ini kurang lihai dalam melakukan negosiasi. Perlu lawyer-lawyer negosiator walaupun dibayar mahal, karena selama ini negosiator kebanyakan hanya mengangguk-angguk saja,” terangnya.

Dia menyebut, pemerintah juga perlu memperhatikan penguatan pada standar industri nasional, karena produk Indonesia yang diekspor ke luar negeri pun tidak bisa masuk ke negara ekspor tujuan dengan mudah, karena banyak sekali standar-standar komoditas yang harus diikuti.

“Produk-produk ekspor kita juga tidak murah masuk ke negara lain. Memangnya gampang ekspor produk kita? Banyak jenis peraturan yang harus kami penuhi. Sementara disini kita terlalu bebas, bahkan untuk produk buatan kita sendiri lebih rumit peraturannya. Hal-hal inilah yang perlu kita benahi,” pungkasnya.

bari/iwan/novi/kam

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…