PENEMPATAN DEVISA HASIL EKSPOR (DHE) - Pengusaha Masih Lebih Percaya Bank Asing

NERACA

Jakarta – Aturan Bank Indonesia (BI) terkait penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di bank dalam negeri, sepertinya belum berjalan seperti yang diharapkan. Terbilang wajar karena aturan trustee bagi perbankan lokal terkait pengelolaan DHE baru akan keluar dalam waktu sekitar tiga bulan lagi.

Memang, seperti pernah dikatakan Gubernur BI Darmin Nasution bahwa aturan tersebut sebenarnya telah tertuang dalam undang-undang perbankan namun belum pernah dilaksanakan. "Memang istilahnya diundang-undang itu arahnya penitipan di perbankan dan ketika kita diskusi arahnya ke trustee," ungkap dia.

Pembahasan antara BI dengan perbankan terkait kebijakan trustee tersebut memakan sekitar tujuh hingga delapan bulan. "Itu kami proses, kelihatanya sudah mulai siap dan mungkin dalam dua-tiga bulan ini akan keluar Peraturan Bank Indonesia-nya," kata Darmin.

Menanggapi hal itu, Chief Economist Samuel Securitas Lana Soelistianingsih menyebutkan, para pengusaha tidak menyambut baik Surat Edaran (SE) BI tentang penempatan DHE di bank dalam negeri itu karena posisi si pengusaha tersebut yang sudah menjadi nasabah lama dari sebuah bank di luar negeri.

“Para pengusaha itu sudah menjadi nasabah lama, dan mungkin punya utang di bank luar negeri. Jadi misalnya seorang eksportir itu mengekspor sampai US$100 juta, namun tidak 100% dari jumlah uang itu masuk ke bank di Indonesia, karena dia harus bayar cicilan di bank luar negeri dulu. Jadi memang jumlah yang masuk berkurang,” kata Lana kepada Neraca, Kamis (6/9).

Menurut dia, para pengusaha itu harus bisa memberikan bukti dari bank di luar negeri bahwa mereka ada utang. ”Bukti ini sebaiknya dikejar terus supaya mereka tidak melalaikan menaruh DHE-nya di dalam negeri”, tukas Lana.

Namun, lanjut Lana, hal ini tidak bisa dilakukan BI saja untuk mengaturnya. ”Karena BI tidak ada akses ke pelaku usaha. Tapi yang bisa adalah pemerintah, dalam hal ini Kemendag. Dan ini bukan bidang BI juga,” ujarnya.

Bagi Lana, sistem devisa kita juga adalah sistem devisa bebas. ”Jadi kalau BI terlalu keras, hal ini akan dipersepsikan sebagai sistem devisa kontrol. Namun, BI sudah bagus dengan mencoba memberi status perbankan di dalam negeri menjadi trustee untuk mengelola DHE atau deposit valas. Dengan menjadi trustee ini, BI mengharuskan bank-bank di Indonesia yang membayarkan utang para pengusaha di luar negeri untuk mewakili eksportir,” jelas Lana lagi.

Lana menambahkan, para pengusaha lebih suka menyimpan di bank luar negeri sejak krisis 1998. ”Sejak krisis waktu itu, bank-bank di Indonesia dianggap tidak kredibel. Jadi, akses mereka ke luar negeri diblokir, sehingga para pengusaha lari ke bank asing semua, juga karena mereka punya jaringan luas di luar negeri,” ujar dia.

Hanya saja, kata Lana, kalau begini terus Indonesia akan kekurangan dana produktif dari ekspor. ”Yang ada hanyalah portofolio fluktuatif yang tidak bisa dihitung. Sampai kapan kita berharap investor asing akan bertahan di sini terus?”, imbuh dia.

Cari Dasar Hukum

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan, BI kini tengah mencari dasar hukum adanya lembaga yang dapat mengelola devisa hasil ekspor (DHE). "Kami mencari satu dasar hukum agar DHE dapat dikelola oleh satu lembaga, kami coba membahas bersama Kementerian ESDM," kata Hartadi di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, adanya kewajiban perusahaan penerima hasil ekspor sektor pertambangan menyimpan DHE-nya di Indonesia berdampak positif bagi Indonesia. "Katakanlah sumber daya alam itu ada laporannya. Kita ekspor sekian kita terima sekian. Nanti akan digunakan dananya apakah untuk ekspansi lebih lanjut ataukah untuk dikirim lagi keluar karena ini perusahaan asing, tidak masalah karena ini iklim devisa bebas," katanya.

Ia menjelaskan lembaga pengelola DHE (trustee) itu berkaitan dengan perusahaan asing yang ada di Indonesia serta berkaitan dengan induknya di luar negeri. "Trustee itu tidak mudah menempatkan dananya di negara yang belum punya perlindungan hukum karena ditakutkan dana tersebut tidak bisa keluar. Perusahan bisa aman menaruh dananya di Indonesia jika pemerintah punya UU atau aturan lainnya," ujarnya.

Hartadi menyebutkan, semua dana yang masuk di Indonesia itu ditempatkan di bank BUMN atau swasta yang ada di Indonesia. Bank yang beroperasi di Indonesia setelah menerima DHE bebas menggunakannya, apakah sebagai tabungan rekening, kredit, pinjaman atau investasi yang lain. ria/rin

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…