SAATNYA MENJADI "TUAN DI NEGERI SENDIRI" - RI Miliki Kartu Kredit Lokal Mulai 2013

Jakarta – Mulai tahun 2013, Indonesia bakal memiliki principal kartu kredit merek lokal. Saat ini, principal kartu kredit dikuasai secara oligopoli oleh dua pemain besar, Master dan Visacard. Akibatnya, keuntungan dari biaya pemakaian kartu itu lari ke luar negeri. Padahal transaksi kartu plastik itu cukup besar di tanah air.

NERACA

Menurut Deputi Direktur Departemen Akuntansi dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Sri Suparni JF, optimisme BI terhadap principal kartu kredit domestik lantaran nilai tawar Indonesia yang tinggi karena pasar dalam negeri tinggi.

“Pendukung kita juga kuat. Tentunya penikmat dari biaya infrastruktur, kalau bisa dinikmati oleh nasional kan lebih bagus lagi dan harapannya lebih efisien. Karena dari belanja yang dilakukan dari debet atau kredit itu domestik, bukan dilakukan di luar,” tuturnya saat dihubungi Neraca, Rabu (5/9).

Sri Suparni menambahkan, saat ini merek-merek principal luar yang masih menikmati charge (biaya) dari pembayaran yang dilakukan pelanggan, walau settlement debetnya dilakukan di Indonesia.

“Kan (misalnya) kita belanja di Hero (pakai kartu kredit) BCA, settlement debetnya disini. Yang menikmati adalah mereka, charge aja masih sama (dengan standar mereka di luar negeri). Pengennya kalau kita punya itu, jika hanya (transaksi) antar kota di Indonesia saja, (misalnya) di Yogya dan Makassar itu settlement-nya, (sehingga) disini penghasilannya. Kalau settlement-nya di sana kan yang menikmati orang-orang sana. Sehingga ada wacana kalau principal di dalam negeri akan lebih baik,” terangnya.

Suparni mengungkap, terkait principal (kartu kredit) dalam negeri, pembicaraan sudah dilakukan dengan lebih intensif. “Tapi semuanya kan perlu proses dan persiapan. Mudah-mudahan tidak terlalu lama, paling tidak 2013,” ujarnya.

Dengan dukungan banyak pihak, baik BUMN maupun pihak-pihak lain, Suparni mengaku yakin merek kartu kredit nasional ini akan menjadi lebih kuat. “Bahwa akan diinisiator BUMN iya, tapi pada akhirnya jika yang akan mendukungnya pihak-pihak lain, kalau brand nasional itu kan akan lebih kuat,” jelasnya.

Namun yang penting, imbuhnya, principal kartu kredit nasional ini nantinya memberi kompensasi terhadap industri secara keseluruhan. Bukan seperti proses kompensasi yang selama ini terjadi dengan principal asing. “Bukan hanya untuk kepada bank yang bekerja sama dengan Visa dan Mastercard saja. Toko dan Merchant (juga harus dapat kompensasi), karena mereka kan kena diskon, jadi rugi,” urainya.

Suparni memaparkan, wacana memberlakukan prinsipal dalam negeri dalam bisnis kartu kredit bukanlah hal aneh. Langkah serupa telah dilakukan Malaysia dan Singapura. Di kedua negara itu, prinsipal lokal telah beroperasi dan hasilnya cukup positif dalam meningkatkan perekonomian dalam negeri. “Seperti Singapura, Visa atau Mastercard memberikan kompensasi yang pas bagi ekonomi masing-masing,” jegasnya.

Regulator Lemah

Namun, pengamat perbankan, Deni Daruri tak yakin principal kartu kredit lokal bisa terealisasi tahun depan. “Karena tahun depan itu masalah kartu kredit seperti ini akan diurusi oleh OJK. Ini bukan urusan BI lagi. Jadi sepertinya tahun depan tidak akan terwujud (rencana) itu karena akan ada transisi ke OJK,” ujarnya.

Deni menilai, infrastruktur di Indonesia belum siap untuk memiliki principal kartu kredit sendiri. “Jangankan infrastrukturnya, regulasi (punishment dan reward-nya) saja belum jelas, karena regulatornya lemah,” bilang Dia.

Apalagi, biaya charge tinggi yang harus dibayarkan bank ke principal merek asing nantinya malah akan membebani konsumer juga. “Biaya ini tergantung perbankan masing-masing, namun nantinya pasti akan dibebani ke konsumer juga. Mereka itu marketnya di luar jadi pasti sudah punya standarisasi tersendiri soal biaya charge, jadi kita yang harus menyesuaikan itu,” tuturnya.

Menurut dia, Visa dan Master Card yang punya lisensi internasional belum tentu memberikan izin dengan adanya principal merek lokal. “Mereka itu yang bertanggung jawab untuk internasional. Mereka juga pasti mensyaratkan hal-hal tertentu supaya principal lokal itu bisa ada, baik di bisnis lokal ataupun internasional,” ujarnya.

Yang penting, tegas Deni, Indonesia harus punya data para pemegang kartu kredit dan semua biro kredit di Indonesia. “Data itu yang penting. Serta regulasi (tentang kartu kredit)nya juga yang harus dibenahi. Dengan itu regulator (baik BI maupun OJK) bisa membuat principal asing mematuhi,” tandasnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengungkap, tantangan yang dihadapi principal kartu kredit lokal antara lain kemampuan untuk menerobos dan meyakinkan toko atau merchant terkemuka di Indonesia. “Kita mesti kuat di lokal dulu. Bangun reputasi dan dipercaya. Intinya disitu,” jelasnya kemarin.

Dia memberi contoh, dengan cicilan nol persen, misalnya. Apabila kartu kredit populer, maka merchant rela membayar bunganya ke penerbit kartu kredit. Pasalnya, merchant menghitung volume konsumen yang bakal membayar dengan menggunakan kartu kredit tersebut.

“Mereka (merchant) kan tidak peduli, apakah konsumen itu mampu bayar atau tidak. Yang penting bagi mereka, makin banyak konsumen belanja di tempatnya dan pakai kartu kredit popular, mereka makin untung. Nah, ini juga jadi challenge bagi kartu kredit lokal,” papar Lana.

Dia menambahkan, keuntungan yang didapat adalah kemudahan dalam bertransaksi. Namun yang paling penting, bisa menguntungkan ekonomi Indonesia. Pasalnya, keuntungan tidak menguap ke luar negeri seperti Master Card dan Visa. Di samping itu, likuiditas menjadi lebih murah.

“Kartu kredit Master dan Visa, kan bunganya 4% per bulan. Kalau ini (kartu kredit lokal) terbit, ya, mestinya 1% bunganya,” tambahnya.

Lana menegaskan, jaringan IT sampai mengalami apa yang dinamakan system down. Artinya, apabila server bermasalah, stakeholder terutama merchant langsung tidak percaya.

Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Persatuan Bank Nasional (Perbanas) Raden Pardede menyatakan, sangat mungkin bagi Indonesia untuk menerbitan kartu kredit lokal. Pasalnya, saat ini sudah ada satu bank lokal di Indonesia yang sudah menerbitkan kartu kredit lokal yang bisa digunakan di seluruh Indonesia, yaitu BCA. “BCA sudah punya BCA card dalam jumlah besar.” ujarnya.

Hanya masalahnya, pada BCA card tidak dapat digunakan di luar. Akibatnya orang tetap harus memakai Visa ataupun Mastercard yang bisa melakukan transaksi di dalam maupun di luar negeri.

Tetapi, ia menilai, jika Indonesia memiliki katu kredit lokal, lebih baik untuk menggunakan nama Indonesia card, tidak lagi BCA card. lia/ria/ardi/kam

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…