Penghentian Ekspor Mineral Mentah Jadi Stimulus Industri Lokal

NERACA

 

Jakarta – Sejumlah kalangan menilai, langkah pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan mineral mentah mulai tahun 2014 adalah kebijakan tepat. Bahkan seharusnya kebijakan ini sudah dilakukan sejak tahun 1980-an. Pasalnya selam ini Indonesia sebenarnya rugi banyak jika meng­ekspor bahan baku mineral mentah ke luar negeri.

Alasannya, pertama, dalam mineral mentah yang diekspor tersebut, juga terdapat mineral lain yang melekat. Seperti adanya emas, platina, dan lainnya. Jika jumlah mineral mentah yang diekspor semakin besar, tentu mineral yang melekat juga bertambah besar. Kedua, bahan baku untuk in­dustri, sebagian besar masih mengimpor dari luar. Ketiga, nilai hasil olahan lebih tinggi dari pada bahan baku atau raw material.

Terkait penghentian ekspor mineral mentah pada tahun 2014 mendatang, tujuan pemerintah bukanlah untuk menghancurkan bangsa. Kebijakan ini justru bertujuan untuk memotivasi masyarakat, agar mengolah bahan mentah mineral menjadi sesuatu yang dibutuhkan pasar.

Menurut data Kementerian Perindustrian, sejak diberlakukannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, ekspor mineral selama 4 tahun terakhir (2008-2011) meningkat tajam, seperti bauksit meningkat 500%, dari 8 juta ton menjadi 39 juta ton nikel meningkat 750%, dari 4 juta ton menjadi 34 juta ton, bijih besi meningkat 750%, dari 1,5 juta ton menjadi 12,8 juta ton, tembaga meningkat 800%, dari 1,5 juta ton menjadi 13,5 juta ton.

Ketersediaan sumber daya (resources) bahan baku mineral cukup besar. Namun demikian, ketersediaan cadangan (deposit) relatif terbatas. Apabila eksploitasi dan ekspor mineral tidak dikendalikan, dikhawatirkan dalam waktu dekat cadangan mineral sudah habis, sehingga tidak tersedia bahan baku untuk industri dalam negeri. Sebagai contoh, dengan jumlah ekspor pada tahun 2011, maka bauksit akan habis dalam waktu 5 tahun, dan bijih besi akan habis dalam waktu 9 tahun.

Nilai Tambah

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan penerapkan kebijakan hilirisasi barang tambang dan mineral (minerba), dengan tujuan meningkatkan nilai tambah mineral dan batu bara di dalam negeri serta mengembangkan industri domestik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Lebih jauh lagi Hidayat, hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang menyatakan bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian (smelter) hasil penambangan di dalam negeri selambat-lambatnya 5 tahun sejak UU berlaku dan UU No 5 tahun 1984 tentang Perindustrian.

Hidayat juga menambahkan kalau Kamar Dagang Indonesia (Kadin) sudah menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah untuk menyusun kebijakan teknis terkait pendirian smelter agar ketentuan itu dapat dilakukan oleh pengusaha di lapangan," tambah Hidayat.

 Menperin menjelaskan bahwa pemerintah sudah menetapkan bea keluar terhadap 65 jenis mineral untuk mengendalikan ekspor yang cenderung meningkat sebelum pemberlakuan pelarangan ekspor mineral dalam bentuk mentah pada 2014.

Sedangkan untuk mendorong pertumbuhan industri berbasis mineral logam, sejumlah insentif diberlakukan seperti "tax holiday" untuk lima sektor industri pionir yaitu logam dasar, kilang minyak atau kimia dasar organik, pengembangan energi terbarukan, permesinan dan peralatan komunikasi; "tax holiday" untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu serta pembebasan bea masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal.

"Saya mendapat informasi dari Kementerian ESDM sudah ada 157 perusahaan dari dalam negeri maupun yang memiliki kerja sama dengan perusahaan asing mendaftarkan proposal untuk mendirikan smelter," tambah Hidayat.

Dia mengungkapkan bahwa pemerintah juga sudah membuat peta jalan untuk menentukan lokasi-lokasi strategis untuk pendirian smelter, khususnya terkait dengan suplai energi dari PLN. "Tentu tidak menutup kesempatan bagi perusahaan atau konsorium perusahaan untuk mendirikan pembangkit listrik sendiri sehingga suplai energi ke smelter tercukupi," jelas Hidayat.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri, Riset dan Teknologi, Bambang Sujagad dalam acara tersebut mengatakan bahwa Kadin dan Kementerian ESDM akan melakukan klarifikasi terhadap Peraturan Menteri ESDM No 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan Mineral yang salah satu isinya adalah pelarangan ekspor bahan mentah dan harus diolah lebih dulu.

"Kadin akan membuat nota kesepahaman dengan Kementerian ESDM mungkin pekan depan, isinya Kadin dapat memberikan rekomendasi kepada perusahaan yang sudah mengajukan rencana pembangunan smelter sehingga perusahaan itu dapat memperoleh dispensasi dan dapat melakukan ekspor bahan mentah lagi," jelas Bambang.

 

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…