Presiden, Perhatikan Defisit

Oleh : Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Menyambut pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Agustus mendatang, ada beberapa hal yang patut jadi perhatian kita semua. Pertama, soal transaksi berjalan triwulan II/2012 dalam neraca pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit US$6,9 miliar, atau setara 3,1% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini melesat tinggi dibandingkan triwulan I/2012  yang tercatat US$ 3,2 miliar, atau setara dengan 1,5% PDB.

Derasnya defisit itu disebabkan oleh menipisnya surplus neraca perdagangan, sehingga tidak dapat mengimbangi defisit neraca jasa dan neraca pendapatan yang melebar. Menurut data BPS, sektor migas memberikan kontribusi negatif  karena defisit neraca perdagangan minyak lebih besar daripada surplus neraca perdagangan gas.

Di sisi neraca jasa, kenaikan defisit disebabkan oleh meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang impor dan jumlah warganegara Indonesia yang bepergian ke luar negeri.

Adapun kenaikan defisit neraca pendapatan terjadi karena laba dan bunga yang diperoleh investor asing atas investasi mereka di dalam negeri meningkat, seiring dengan nilai investasi mereka yang terus bertambah.

Ini menggambarkan kondisi triwulan II/2012 terlihat sangat signifikan akibat pertumbuhan impor yang sangat tinggi dengan kondisi ekspor Indonesia yang terus merosot. Walau Bank Indonesia (BI) memprediksi defisit transaksi berjalan pada triwulan III-IV/2012 akan menurun ke arah 2% dari PDB, pemerintah mau tidak mau harus bekerja keras mengurangi ketergantungan impor.

Kedua, terjadi defisit anggaran pemerintah sebesar Rp 36 triliun per 21 Juni yang perlu diwaspadai sebagai sinyal goyahnya likuiditas anggaran pemerintah. Apalagi di tengah situasi melemahnya perekonomian global, pertumbuhan penerimaan potensial lebih lambat ketimbang percepatan belanja yang ujung-ujungnya bisa memperlebar defisit anggaran.

Berdasarkan data Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu terungkap, realisasi penerimaan dan belanja negara per 21 Juni adalah Rp 629,4 triliun dan Rp 593 triliun. Ini berarti terjadi defisit anggaran pemerintah senilai Rp 36 triliun.

Porsi terbesar realisasi belanja adalah gaji pegawai negeri sipil, yakni Rp 104,1 triliun atau 49%, sementara realisasi belanja modal baru mencapai Rp 30,6 triliun, atau 18,2% dari total APBN. Ini jelas menunjukkan likuiditas anggaran pemerintah kedodoran. Apalagi, porsi terbesar belanja berasal dari belanja pegawai negeri sipil (PNS).

Menurut hemat kami, surplus maupun defisit yang terlalu besar pada prinsipnya kurang baik terhadap prinsip APBN yang sehat. Karena ukuran deviasi surplus atau defisit yang favourable adalah maksimal tidak lebih dari Rp 10 triliun.

Hal yang perlu dicemati Presiden SBY ke depan, pemerintah harus menggenjot penerimaan negara supaya dapat mengimbangi belanja negara yang mayoritas bersifat rutin. Presiden harus berani mengumumkan tidak ada lagi kenaikan gaji PNS pada RAPBN 2013 di tengah kondisi penerimaan negara melambat, akibat turunnya ekspor menyusul pelemahan ekonomi global. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…