Tingkatkan Likuiditas Saham - Underwriter Jangan Lepas Tanggung Jawab

NERACA

Jakarta – Menjaga likuiditasnya saham suatu emiten dinilai Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) bukan menjadi tugas suatu emiten itu sendiri. Pasalnya perusahaan efek (underwriter) dinilai memiliki peran lebih besar dalam menentukan likuiditas perdagangan saham suatu emiten dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia.

Direktur Eksekutif AEI Isakayoga mengatakan, masalah likuditas saham pada dasarnya bukanlah tanggung jawab dari suatu emiten. Emiten lebih bertanggung jawab kepada kinerjanya saja. “Sejatinya, likuiditas perdagangan saham dimulai pada saat initial public offering (IPO). Penyebaran pihak yang menyerap saham yang ditawarkan menjadi faktor penting yang menunjang likuiditas perdagangan sahamnya di BEI. Jika sahamnya hanya dimiliki oleh beberapa pihak, tentu sahamnya tidak likuid,” katanya di Jakarta akhir pekan lalu.

Selama ini, lanjut Isakayoga, ada beberapa emiten yang dalam melakukan IPO hanya melepas sahamnya kepada 300 pihak atau hanya sekedar memenuhi ketentuan standar minimal yang diatur Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dia mengakui, pihaknya (AEI) tengah mengkaji untuk mengajukan usulan kepada pihak BEI dan Bapepam-LK untuk merevisi ulang peraturan tersebut.

AEI juga mengusulkan kepada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk membuat aturan yang mewajibkan perusahaan efek yang menjadi penjamin emisi (underwriter) agar bertanggung jawab terhadap likuiditas perdagangan emiten baru yang menjadi kliennya.

Alasannya selama ini, setelah IPO dilaksanakan, underwriter cenderung sudah tidak peduli dengan likuiditas perdagangan saham emiten yang menjadi kliennya tersebut.“Seharusnya underwriter bisa diberi tambahan tanggung jawab, misalnya harus mengelola likuiditas saham itu secara periodik dalam waktu satu tahun, dua tahun atau tiga tahun pertama. Pasalnya yang mengetahui struktur dan likuiditas saham suatu perusahaan itu underwriter dan bukan emiten,” jelas Isakayoga.

Lanjut Isaka, bisa juga underwriter itu jadi analis di suatu emiten misalnya, atau penasehat keuangan. Jadi menurutnya underwriter tersebut tidak lepas sama sekali dari suatu emiten. “Jadi kalau ada apa-apa underwriter masih tetap bisa mengikuti emiten. Nah sampai sekarang juga belum ada peraturan tentang hal tersebut, padahal bagus juga kalau itu jadi peraturan. Tapi peraturan tersebut juga jangan hanya ada pada perusahaan yang sudah besar saja (seperti Telkom misalnya, atau BUMN lainnya), perusahaan kecil yang sering bermasalah juga perlu underwriter yang bisa memonitor selama 2-3 tahun,” jelasnya.

Kemudian, solusi lain yang harus dilakukan menurut Isaka adalah, pergunakan daya analis sebagai penganalisa saham yang dari emiten kecil yang rata-rata sahamnya tidak likuid. “Sekarang analis kan hanya menganalisa emiten-emiten yang besar saja, tidak perlu dianalisa juga investor pasti banyak yang beli. Padahal kan emiten kecil dan yang tidur itu justru juga perlu dianalisa,” tutupnya.

Sebelumnya Direktur Utama BEI, Ito Warsito pernah mengatakan bahwa BEI akan terus berupaya mendorong likuiditas saham perusahaan dengan cara meningkatkan saham beredarnya. Salah satu caranya adalah dengan menambah jumlah porsi saham beredarnya kepada publik.

Dikatakan Ito, dari hasil riset yang dilakukan Bursa, saham yang masuk kategori tidur diperkirakan mencapai 100 perusahaan. Terkait hal itu, pihak Bursa terus memberikan workshop kepada emiten agar sahamnya di pasar lebih likuid. "Saham tidur sudah cenderung berkurang jika dibanding tahun lalu," ungkapnya.

Menurutnya, banyak alasan yang memicu saham emiten tidak lagi diminati pelaku pasar. Salah satu pemicunya dikarenakan fundamental perusahaan yang kurang positif akibat dari dampak krisis ekonomi. (didi)

 

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…