NERACA
JAKARTA - Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) berencana untuk mengaktifkan kembali pinjam meminjam efek (PME) sebagai upaya untuk meningkatkan likuiditas pasar. KPEI akan mengkaji rencana tersebut, baik dari supply dan demand.
Direktur KPEI Hasan Fawzi mengatakan, perlu lebih banyak lender (pihak yang meminjamkan) maupun borrower (yang meminjam). Investor institusi yang biasanya memegang saham dalam jangka panjang akan diajak menjadi lender,”Nasabah atau investor retail yang punya efek tapi tidak aktif mentransaksikannya juga bisa menjadi lender. Dari meminjamkan efeknya ini, maka nasabah bisa mendapatkan fee,"katanya di Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, PME selama ini lebih digunakan untuk membantu anggota kliring (AK) untuk memenuhi kebutuhan efek sementara, untuk menghindari terjadinya kegagalan penyelesaian transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dengan mengaktifkannya kepada investor tentu akan lebih bermanfaat, terutama untuk meningkatkan aktifitas perdagangan di pasar saham,”Saat ini kan sudah sampai ke level subrekening nasabah. Kami sedang mensosialisasikan kepada anggota bursa supaya bisa mengajak nasabahnya untuk turut serta aktif dalam transaksi PME ini," tuturnya.
Sementara Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Lily Widjaja menyambut baik rencana tersebut. Dengan mengaktifkan PME, diharapkan likuiditas di pasar saham akan meningkat.
Selama ini, menurut dia, PME hanya berfungsi untuk menyelesaikan kegagalan transaksi,”Ketika gagal serah efek maka kita lakukan PME. Padahal PME bisa jadi bisnis tersendiri yg sangat besar potensinya tapi belun diberdayakan,” kata Lily.
Lily mengatakan, investor yang punya efek jangka panjang sebagai lender pontesial. Efek yang mereka simpan dan tidak ditransaksikan bisa dipinjamkan. Dari peminjaman efek ini, lender bisa mendapatkan lending fee dari pihak peminjam. Ini menurutnya tidak jauh berbeda sepertihalnya nasabah menaruh uangnya di bank dan mendapat bunga atas simpanannya. "Efek juga bisa dipinjamkan. Sekarang tanpa adanya PME hanya capital gain atau dividen yang bisa didapat investor,” sebutnya.
Transaksi PME tersebut, lanjut dia, bisa memfasilitasi short selling. Karena di short selling harus ada efek yang mesti bisa diserahkan. Untuk melakukan short selling maka borrower harus meminjam efek dulu lalu trading.“Kalau keuntungan dari trading bisa lebih besar dari fee yang dibayarkan maka bisa ‘masuk’. Nah efek ini didapat dari pinjaman dan yang meminjamkan dapat fee,”tambahnya.
Dengan aktifitas PME yang lebih efektif, maka short selling akan lebih bisa jalan dan transaksi tentunya akan semakin banyak (likuid). (bani)
NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…
Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…
NERACA Jakarta - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…
NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…
Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…
NERACA Jakarta - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…