Industri Nasional Masih Ditopang Kekayaan Alam - Apindo: Jangan Bangga Pertumbuhan Industri 7,1%

NERACA

 

Jakarta – Pemerintah diminta segera mengubah pola kebijakan untuk menggenjot industri dengan harapan mampu mengamankan bahan baku, terutama dari alam. Pasalnya, selama ini, pertumbuhan industri di Tanah Air masih ditopang kekayaan alam. Apalagi pekerja di Indonesia juga masih banyak yang unskill.

Seharusnya, tegas Sofjan, pertumbuhan industri di Indonesia mampu mengiringi kinerja 10 tahun silam. Pada era itu, sektor industri mampu tumbuh diatas 2 digit. “Jadi, jangan bangga dengan target pertumbuhan industri sebesar 7,1% pada 2012,” kata Ketua Asosiasi Pengausaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi saat dihubungi Neraca, Senin (30/7).

Selain itu, kalangan pengusaha mengingatkan pada iklim investasi menyongsong Asean Economic Community (AEC), pemerintah perlu menyediakan sarana dan prasarana untuk menarik minat investor di tengah krisis dunia yang berkepanjangan.

“Dalam akselerasi menggenjot pertumbuhan industri, pengusaha memerlukan perbaikan infrastruktur, antara lain jaminan pasokan sumber energi, jalan dan pelabuhan,” jelasnya

Selain itu, lanjutnya, kepastian hukum untuk menjamin konsistensi jalannya industri juga belum ada. Untuk itu, pengusaha menuntut perbaikan birokrasi, sehingg biaya yang selama ini menjadi momok pengusaha dapat ditekan menjadi lebih efisien.

Sebelumnya, melalui Kementerian Perindustrian, pemerintah optimistis pertumbuhan industri pada 2012 akan mampu mencapai 7,1% meski pada semester I hanya tumbuh sebesar 6,13% dengan perlambatan pada sektor baja dan tekstil.

Pemerintah mengklaim kinerja sektor industri pada semester I/2012 tumbuh 6,13% dengan penopang tertinggi pada subsektor semen dan makanan minuman serta membaiknya pasar dalam negeri.

Sebelumnya Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan pemerintah akan melakukan investarisasi regulasi yang menjadi penghambat dan menghapuskan debottlenecking. Hingga saat ini, Kementerian Perindustrian telah mengajukan 20 regulasi dan sebagian besar sudah dilaksanakan. “19 lagi yang sedang kami bicarakan. Itu untuk membantu memperlancar sektor industri,” kata Hidayat.

Pemerintah juga akan kembali membuat inventarisasi terhadap kondisi lahan dan perizinan agar semua kementerian mempunyai data yang sama. Dengan begitu, pemerintah bisa membuat tafsiran atau proposal bisnis yang baru dengan data yang sama. “Jumat akan ada sarasehan antara menteri koordinator dan presiden di Bogor untuk program 2012. Masalah ini akan kami bicarakan sampai detail,” ujar dia.

Hidayat mengatakan pembicaraan tersebut termasuk mengevaluasi seberapa jauh ada hambatan krisis Eropa dan Amerika Serikat bisa mengurangi target pertumbuhan. Namun, dia optimistis pengaruh terhadap industri tidak terlalu besar, karena portofolio yang masuk di Indonesia masih tetap tinggi. Apalagi, investasi asing langsung dari Eropa dan Amerika Serikat lebih banyak di sektor-sektor yang memang sudah lama melakukan investasi. “Kalau dari Eropa, kebanyakan dari negara-negara yang tidak terkena krisis seperti Swiss, Denmark, dan Jerman,” katanya.

Hidayat sebelumnya mengatakan Kementerian Perindustrian berupaya agar dampak krisis hanya menekan pertumbuhan industri sebesar 0,1%-0,2% dari target pertumbuhan industri kumulatif di 2011 sebesar 6,5%. Koreksi pertumbuhan industri yang di bawah target merupakan dampak dari penurunan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Kedua wilayah tersebut berkontribusi sebesar 25,3% dari total ekspor industri pengolahan non-minyak dan gas Indonesia.

Namun untuk 2012, Kementerian Perindustrian masih tetap optimistis target pertumbuhan industri manufaktur bisa mencapai 7,1%. Hal ini seiring terus membaiknya kinerja sektor industri dalam dua tahun terakhir.

Tarik Investor

Sofjan mengatakan pertumbuhan industri pada 2009-2011 merupakan pertumbuhan industri yang tertinggi dalam lima tahun terakhir dan mampu mendatangkan investor ke Indonesia.  Sektor yang menarik investor adalah industri perkebunan karet dan kelapa sawit, batu bara, industri properti, telekomunikasi, perbankan, dan otomotif.

Namun, pertumbuhan tersebut masih mendapat banyak kendala, antara lain kenaikan harga bahan bakar dan energi, tidak tertatanya infrastruktur, interconnectivity logisticyang menyebabkan jalur distribusi dan pasokan barang terhambat, serta biaya tinggi untuk pengiriman.

Sofjan berharap pelaku industri bisa memiliki cash flow dan melakukan efisiensi biaya untuk mempersiapkan diri persaingan industri tahun depan. “Juga menyiapkan diri untuk berekspansi ke pasar baru di wilayah-wilayah potensial dan tidak terkena dampak krisis, seperti Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin,” ujar dia.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…