TIDAK PUNYA PROGRAM PRIORITAS DAN ANDALKAN IMPOR - Menteri Pertanian Gagal Bangun Sektor Pertanian

Jakarta – Menteri Pertanian sudah masuk dalam kategori gagal karena sampai saat ini pengembangan sektor pertanian tidak mempunyai roadmap yang jelas, tidak ada keseriusan dan lemahnya dukungan di sektor ini. Oleh karena itu swasembada yang ditargetkan pada tahun 2014 sangat mustahil tercapai.

NERACA

Menurut Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, sebenarnya swasembada kedelai sampai gula bisa tercapai asal ada kemauan dari pemerintah.

“Sebagai contoh kasus jagung impor. Saya pernah berdiskusi dengan Mentan, dia malah menyalahkan Mendag kenapa harus impor. Padahal ketentuan impor jagung itu atas dasar izin Dirjen di Kementan juga. Ini menandakan tidak pernah berkoordinasi dan mengkontrol kinerja bawahannya,” ujar Winarno saat dihubungi Neraca, Rabu (25/7).

Dia menegaskan, dengan kondisi alam yang subur dan luas, target swasembada pangan sebenarnya bisa tercapai. Namun, sampai saat ini, pemerintah terkesan kurang perencanaan untuk memperbaiki produksi dalam negeri. “Padahal yang kami butuhkan hanya pembimbingan, pembinaan sehingga produksi meningkat dan kita tidak perlu impor lagi,” ujarnya.

Bahkan Winarno yakin, petani mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri bila ada pengawalan dari pemerintah. Misalnya perbaikan irigasi, ketersediaan jalan untuk memperlancar arus barang, adanya kredit berbunga rendah, dan peningkatan subsidi untuk pertanian, hingga dukungan untuk masa pasca panen.

Menurut Winarno, yang tidak kalah penting adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mau terjun ke sektor pertanian. Mayoritas lulusan pendidikan pertanian lebih memilih bekerja di kantoran. “Mereka tidak mau terjun ke pertanian karena dianggap tidak menarik,” tandas Winarno.

Tetapi menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Bungaran Saragih, ketidakberhasilan swasembada di sektor pertanian, baik itu kedelai, gandum, beras, disebabkan pemerintah terlalu sibuk dengan masalah jangka pendek dan bersifat populis. Akibatnya, Pemerintah kurang antisipatif terhadap masalah-masalah yang terjadi, sehingga selalu gagl mengatasi suatu masalah, termasuk urusan swasembada atau peningkatan produktivitas di bidang pertanian. “Tidak pernah ada yang secara konsisten menjalankan kebijakannya, dan memikirkan secara solid permasalahan ini,” jelas Bungaran.

Mantan Menteri Pertanian ini menegaskan, Pemerintah termasuk Kementerian Pertanian tidak memiliki visi yang jelas terkait pembangunan. “Mereka hanya sibuk dengan proyek-proyek dan hanya ingin enaknya saja. Benar-benar belum ada disiplin untuk memikirkan permasalahan yang terjadi,” tandas Saragih.

Dia menilai, sebenarnya kondisi pertanian kita tidak buruk bahkan bisa menjadi sangat baik. Mungkin saat ini masyarakat hanya melihat beberapa komoditi yang terpuruk, seperti kedelai, beras ataupun jagung. Tapi kalau melihat sawit, kopi, kakao, Indonesia termasuk penghasil terbaik dan diakui dunia. Itu artinya untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya komoditi kedelai, beras, jagung atau di sektor perkebunan lain sangat bisa dilakukan asalkan ada konsistensi dan disiplin.

Malas Mikir

Roadmap di Kementerian Pertanian, imbuh Bungaran, sebenarnya ada dan dapat mendukung kinerja Mentan Suswono. Tapi sayangnya tidak dipikirkan secara baik-baik dan matang. “Seharusnya roadmap tersebut dapat direalisasikan, bukan hanya ditulis, dan diumumkan,” jelasnya.

Selain masalah roadmap yang hanya sekadar wacana, Bungaran memandang, pemerintah terkadang lupa sendiri terhadap kebijakannya dan tidak mau memikirkan hal-hal yang terlalu rumit. Hal tersebut, menurutnya, kemungkinan disebabkan adanya desakan-desakan yang bersifat jangka pendek dan populer. “Untuk memperkuat dalam negeri, perlu suatu upaya antisipatif dan ini sifatnya bukan jangka pendek, tapi jangka panjang yang tentunya membutuhkan pengorbanan,” papar Saragih.

Dilihat dari sisi anggaran, Bungaran melihat sudah sangat luar biasa untuk bisa meningkatkan kinerja ataupun produktivitas. “Tetapi memang tidak ada leadership untuk mendidik kelompok-kelompok, baik produsen maupun konsumen untuk diajak secara bersama-sama memikirkan masalah jangka menengah dan panjang,” terangnya.

Terkait kinerja Kementerian Pertanian, Bungaran Saragih menilai, secara umum memang birokrasi di Indonesia malas mikir, yang dipikirkan hanya proyeknya saja bukan bagaimana pembangunannya. “Untuk itulah kita tidak melihat kinerja yang sangat baik dari kementerian dan tidak pernah terlepas dari impor,” tukas Dia.

Bungaran menyimpulkan, masalah produktivitas dan peningkatannya adalah karena roadmap yang dibuat tidak dipikirkan secara baik-baik dan matang. Pemerintah, khususnya Kementrian Pertanian tak punya strategi dan kebijakan yang jelas dan konsisten dilakukan. Apalagi, organisasinya juga kacau balau. Sudah otonomi daerah, seharusnya tanggung jawab pelaksana pertanian ada di kabupaten, dan kabupaten bisa memutuskan. Selain itu, seringkali masalah daerah tidak didengar oleh pusat dan bantuan kepada para petani juga tidak sesuai. “Seharusnya pemerintah, Kementerian Pertanian yang memiliki otoritas akan hal ini memperhatikan kebutuhan daerah tersebut guna memaksimalkan kinerja dan produksi, bukan menghantamnya dengan produk-produk impor,” tandasnya.

Ketua Komisi IV DPR RI Romahurmuziy mengungkapkan, turunnya produksi komoditas pertanian di Indonesia akibat otonomi daerah yang membuat komunikasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah tidak jalan. Sebagian besar pemerintah daerah mempunyai perbedaan pola anggaran dalam sektor pertanian. Dengan adanya perbedaan pola anggaran di masing-masing daerah maka tidak ada ketetapan harga dalam menentukan harga komoditas pangan.

Dia menuturkan, tidak berkembangnya sektor pertanian di Indonesia juga disebabkan prioritas komoditas pangan yang tidak jelas. Jika ada prioritas yang jelas, maka akan ada proteksi yang jelas untuk melindungi komoditas tersebut. Dalam kenyataannya, pemerintah tidak memiliki prioritas utama sehingga tingkat proteksi berkurang.

“Bagaimana kita bisa swasembada empat komoditas pangan pada tahun 2014 seperti beras, jagung, kedelai, serta tebu dan daging tetapi tingkat proteksinya kurang, kemudian mengenai persaingan harga barang pertanian kita dengan barang impor yang sangat jauh dimana barang impor lebih murah dibandingkan produk pertanian dalam negeri,” katanya. lia/mohar/iwan/novi/ahmad

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…