"Ayam Sayur"

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Banyak orang geram melihat ketidaktegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memutuskan suatu masalah. Salah satu contoh paling memualkan adalah batalnya reshuffle kabinet. Bahkan, SBY menyalahkan para petinggi Partai Demokrat yang dia nilai terlalu mendesak adanya reshuffle.

Lembeknya sikap presiden SBY juga terlihat dari tarik-ulur soal pembatasan dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang seolah tak ada ujung. Berulang kali anak buah SBY melontarkan pernyataan yang bertentangan satu sama lain. Namun tak ada satupun keputusan diambil. Apakah BBM akan dibatasi, atau harganya dinaikkan.

Tak heran kalau banyak orang menilai SBY bagai “Ayam Sayur”. Presiden yang kurang punya keberanian untuk mengambil keputusan dan menanggung risiko dari keputusannya.

Ternyata, mental "ayam sayur" bukan hanya milik SBY. Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral yang memiliki otoritas kewenangan terhadap seluruh perbankan di negeri ini, juga dikendalikan oleh para pejabat yang bermental "ayam sayur".

Dalam kasus kematian nasabah Citibank, BI sebagai regulator dan pengawas perbankan, cenderung mengambil sikap pasif dan defensif. Kalau salah satu BUMN, misalnya Bank Mandiri melakukan tindakan yang sama di Amerika Serikat, sudah pasti izin operasi Bank Mandiri akan dicabut. Lantaran pemerintah AS sangat garang kalau sudah urusan seperti ini. Tapi BI, malah melempem. Boro-boro membekukan izin Citibank sampai semua kasusnya jelas, BI malah tetap mendiamkan praktik debt collector di semua perbankan.  

Kasus debt collector Citibank tak pelak memang ada andil kesalahan BI. Bank sentral ini barangkali tak pernah tahu bahwa perjanjian antara bank sebagai pemakai jasa dan perusahaan penyedia jasa debt collector sangat berat sebelah.

Dalam kontrak perjanjian antara perbankan dan perusahaan debt collector, bank tidak bertanggung jawab atas dampak dari perbuatan penagih utang yang bekerja atas nama bank tersebut. Jika ada ada dampak negatif, maka bank tidak bisa ikut digugat atau disalahkan. Tapi bank tetap menerima hasil tagihan yang diperoleh debt collector.

Parahnya, semua kontrak perjanjian antara perbankan dengan perusahaan debt collector berbahasa asing. Ini jelas menyalahi aturan yang ada di republik ini. Des, kontrak perjanjian tersebut seharusnya batal demi hukum.

Sikap BI yang tidak sedari awal menyedaikan rule of the law dari pemanfaatan jasa debt collector memang memprihatinkan.

Para pejabat BI baru sigap bekerja tatkala melihat “lahan pertaniannya” akan diganggu pihak lain, seperti dalam kasus UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Takut otoritas pengawasan terhadap perbankan diambil pihak lain, BI pun lantang menentangnya. Kewenangan pengawasan memang menjadi ‘ladang hijau’ bagi BI. Tanpa kewenangan pengawasan, BI hanya bagai "macan ompong".

Tak adanya sikap dan keinginan BI untuk memberikan sanksi kepada Citibank memang terasa aneh. Entah kenapa BI terlihat terlalu berhati-hati bahkan cenderung ragu-ragu dalam bertindak. Boleh jadi, memang mental pejabat BI memang mental “ayam sayur”.

 

 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…