Menelan Investasi Besar - Industri Migas Perlu Kepastian Hukum

Jakarta – Industri hulu di sektor minyak dan gas bumi (migas) membutuhkan kepastian hukum. Pasalnya, industri ini berdimensi jangka panjang, sarat resiko, memerlukan pembiayaan besar dan teknologi tinggi, serta sumber daya yang handal.

“Oleh karena itu, kepastian hukum dan aturan main dalam berbisnis dan berusaha di sektor strategis ini merupakan keniscayaan,” ungkap Kepala Divisi Hukum, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), Sampe L. Purba saat menjadi saksi fakta pemerintah pada Sidang Pengujian Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas di Jakarta, pekan lalu.

Sampe menjelaskan, perlu waktu sekitar 6 sampai 10 tahun untuk memastikan apakah suatu wilayah kerja komersial bisa untuk dilanjutan. Jika dianggap tidak menemukan cadangan migas komersial, wilayah kerja tersebut dikembalikan ke pemerintah. Padahal biaya yang telah keluar menjadi tanggungan dan risiko kontraktor kontrak kerja sama (KKS).

“Sebaliknya, jika dianggap komersial, masih perlu lebih kurang satu hingga tiga tahun lagi untuk membangun fasilitas dan menemukan pasar yang diharapkan. Setelah itu baru migas bisa diproduksikan,” jelasnya.

Dia mengingatkan, saat masa eksploitasi tersebut, tidak semata-mata hanya untuk menguras sumber daya yang ada. Lantaran, kontraktor diminta mencari dan menemukan cadangan migas baru agar produksi berkesinambungan. Sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan, produktifitas migas memang akan menurun alamiah. Cara memproduksi semakin lama semakin mahal. Metode pengurasannya pun bergerak ke arah teknologi yang semakin tinggi. “Oleh sebab itu bisnis di hulu migas membutuhkan investasi yang sangat besar,” kata Sampe.

Meski hulu migas merupakan industri yang begitu kompleks, Sampe mengatakan selama ini dibuka kesempatan seluas-luasnya kepada BUMN, BUMD, koperasi, usaha kecil, dan swasta untuk turut ambil bagian. Tinggal bagaimana para pihak tersebut mengakses kemampuannya terhadap risiko dan permodalan. “Jadi tidak eksklusif hanya kepada perusahaan asing,” ujarnya.

Sampe mengungkapkan, BPMIGAS mengawasi dan mengendalikan agar produksi migas dan penerimaan Negara sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Selain itu, menjaga sustainabilitas energi dengan upaya eksplorasi dan pencarian cadangan migas.

Badan pelaksana juga mengatur pembelanjaan dan pengeluaran kontraktor KKS. Selain agar pembebanan dan penggunaannya sesuai dengan ketentuan dan kaidah keteknikan yang berlaku, didorong adanya multiplier effect sebagai salah satu lokomotif penggerak ekonomi masyarakat. “Sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah, BPMIGAS memiliki akuntabilitas dan tata kelola yang sehat dalam pelaksanaan tugasnya,” katanya.

Dia memberi contoh, pelaporan dan konsultasi ke legislatif dan kementerian/lembaga, serta pertanggungjawaban audit kinerja dan keuangan, dalam sistem administrasi kepemerintahanan. (kam)

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…