Direksi Titipan Jadi Sumber Kebobrokan Perusahaan Pelat Merah - FITRA Tuding 24 BUMN Berpotensi Paling Korup

NERACA

Jakarta – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding sedikitnya ada 25 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berpotensi menjadi perusahaan milik negara paling korup.

Menurut Kordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi, modus BUMN melakukan korupsi umumnya karena perusahaan pelat merah sudah lama menjadi “tempat bermain” pejabat dan partai politik. Seperti modus BUMN melakukan sub kontrak pekerjaan kepada perusahaan yang tak layak, terutama perusahaan milik politikus atau mereka yang dekat dengan anggota DPR dan penguasa.

“Ada indikasi ke arah sana. Seperti kalau korupsi di Kementerian kan dibackingi oleh seseorang seperti politisi. Sama halnya juga BUMN pasti dibackingi oleh politisi juga, apalagi perusahaan seperti Telkom ini,” ujar Uchok kepada Neraca, Senin (16/7).

Uchok mencontohkan, korupsi di tubuh Telkom terjadi karena beberapa hal. Pertama, akibat pembayaran nirkabel Jakarta-Surabaya yang berlarut-larut. Kedua, adanya pembayaran kompensasi sebesar Rp 12 miliar atas pembatalan kerja sama untuk pemasangan perangkat sistem GSM/DCS-1800 kepada PT Sarana Sabesha Lestari dan PT Santoso Abdi Insani. Ketiga, adanya biaya sewa menara Telkom lebih tinggi dibanding operator lain, atau di luar ketentuan. Keempat, keterlambatan perbaikan jaringan High Performance Back Bone (HPBB) Sumatra paket Sub System & (SS-7) yang mengakibatkan rugi bunga Rp 2,5 miliar dan US$20.000.

Namun, data dari FITRA juga memperlihatkan, Pertamina yang ditengarai memiliki nilai korupsi terbesar, ternyata hanya berada di peringkat ke-7 dengan nilai kerugian negara US$32,49 juta. “Pertamina juga besar korupsinya, tapi masih kalah dari Telkom. Telkom tetap berada di urutan teratas,” tuturnya.

Sebenarnya, lanjut Uchok, ada total 144 BUMN yang dipantau FITRA dengan cakupan total kerugian negara mencapai Rp 7,7 triliun. BUMN tersebut hanya di induk usahanya saja, belum mencakup anak-anak usahanya. “Yang diambil untuk diperingkat menjadi 25 itu hanya yang memiliki kerugian negara di atas Rp 80 miliar. Dari 144 itu, saya hanya mengambil 114 perusahaan, yang 30 lainnya kosong alias tidak ada audit dari BPK, dan yang 114 itu juga korup, tapi masih di bawah angka Rp 80 miliar. Masih ada juga kok BUMN seperti Garuda Indonesia, Perusahaan Gas Negara (PGN) di dalamnya,” jelasnya.

Senada dengan FITRA, Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Bunyamin Saiman menyebut, berdasarkan pengamatannya, hampir semua BUMN terindikasi melakukan korupsi, tidak hanya 25 BUMN saja. “Hampir semua BUMN mempraktekkan indikator korupsi,” ungkap Bunyamin. Indikasinya, lanjut dia, saat ini BUMN tak bisa bersaing dengan swasta bahkan cenderung selalu kalah dengan pihak swasta padahal segala sesuatunya terjamin oleh pemerintah.

Bunyamin menjelaskan, salah satu modus korupsi di BUMN adalah dengan mempunyai anak perusahaan. “Banyak BUMN yang mempunyai anak perusahaan. Hal itu yang memberikan kesempatan untuk menggelapkan dana,” tukasnya.

Tak hanya itu, Bunyamin juga memandang BUMN menjadi sapi perah para penguasa dan politisi karena kebanyakan dari BUMN mengalami kerugian. “Kalau bisa dia (BUMN) menciptakan kerugian sebanyak-banyaknya,” jelasnya.

Dia mengutarakan, kasus yang pernah ia temui yaitu dari PT Bukit Asam yang seharusnya bisa membeli floating trem seharga Rp120 miliar, namun pihak PT Bukit Asam justru menyewa dengan nilai nominal yang lebih besar sekitar Rp362 miliar dalam jangka waktu 3 tahun. “Ini kan sudah tidak masuk akal. Mereka lebih memilih yang lebih memilih alat sewa yang mahal harganya dari pada alat yang dimiliki sendiri dangan cost yang murah,” terangnya.

Namun demikian, Ia menyarankan agar BUMN harus berkompetisi dan mencetak laba yang besar untuk negara bukannya mengeruk kekayaan negara. “BUMN harus bisa berkompetisi dengan pihak swasta dan hasil laporannya di go public agar masyarakat bisa mengetahuinya. Selain itu juga, BUMN mesti diberikan target pencapaiannya agar bisa bekerja sesuai dengan target,” ujarnya.

Perlu Audit Investigasi

Melihat data masifnya potensi korupsi di BUMN, Ketua Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara membenarkan bahwa perusahaan BUMN menjadi sapi perah politisi dan partai politik. Kejadian ini, lanjut dia, sudah berlangsung selama puluhan tahun. Oleh karena itu, Marwan mendorong BPK agar melakukan audit investigasi ketimbang menyebut BUMN mana yang paling korup namun tak ada reaksi.

Dia menilai hasil audit BPK terhadap 24 perusahaan BUMN yang terindikasi rawan korupsi harusnya secepatnya ditindaklanjuti oleh pihak Kepolisian dan Kejaksaaan. Selanjutnya dilakukan audit investigasi menyeluruh. “Masalahnya selama ini, BPK hanya melakukan audit rutin saja dan tidak melakukan audit investigasi. Harusnya mereka lebih proaktif,” jelas Marwan kepada Neraca, Senin (16/7).

Apalagi, sambungnya, selama ini DPR diam saja. Mantan anggota DPD periode 2004-2009 ini menambahkan, modus korupsi di BUMN dan Kementerian dan Lembaga (K/L) sama saja. Artinya, bobroknya BUMN karena ada direksi titipan dari partai politik tertentu. Alhasil, sang direksi, mau tidak mau, harus balas budi ke partai tersebut.

Selama ini, papar Marwan, ada empat jenis modus korupsi di BUMN, yaitu pengadaan barang dan jasa, proyek mark-up, proyek fiktif, dan proyek penunjukkan langsung. “Yang lebih besar tentu proyek mark-up. BUMN jadi sapi perah itu memang benar. Tak hanya partai politik dan politisi saja tetapi oknum Kementerian dan Lembaga pun ikut berperan. Terutama yang duduk di kursi komisaris,” tegas dia.

Marwan lalu mempertanyakan proses perekrutan direksi BUMN saat ini. Padahal sebelumnya, ada uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Kementerian BUMN beserta unsur teknis lainnya. Kemudian hasilnya diserahkan ke Wakil Presiden (Wapres).

“Yang dimaksud unsur teknis disini adalah kalau direksi yang diangkat Telkom, misalnya. Maka Kemenkominfo yang turut menyeleksi. Begitu juga Pertamina, maka unsur teknisnya dari Kementerian ESDM. Kalau dipermukaan, saya lihat perekrutan para direksi BUMN ini sudah membaik. Tapi saya mempertanyakan juga proses perekrutan sekarang seperti apa,” ungkap Marwan.

Tak hanya dari sisi pelaksanaan audit investigasi saja. Marwan mendorong agar UU Korupsi direvisi dan ancaman hukuman semakin diperberat, seperti pemberian hukuman mati dan dimiskinkan. Tujuannya membuat efek jera pelaku korupsi. Dia lalu bercerita tentang pengalamannya melaporkan adanya indikasi korupsi di PT Indosat Tbk.

“Saya melaporkan Indosat ke Bareskrim Polri. Waktu itu ada dua kasus. Masalah hedging tingkat suku bunga pinjaman dan penggelapan pajak. Keduanya periode 2005-2007. Khusus pajak, sumbangan mereka ke negara semakin menciut angkanya. Mulai dari Rp700 miliar, Rp600 miliar, lalu Rp500 miliar. Hasilnya Polri diam saja,” keluhnya.

Dengan demikian, tegas Marwan, pemberantasan korupsi harus menyeluruh dan di semua lini. Pasalnya, hal ini sangat bertautan satu sama lain. “Ibarat telur dengan ayam. Mulai dari UU Korupsi, mental aparat penegak hukum, sampai intervensi oknum pemerintah untuk mencari uang, semuanya harus diberantas,” tutup Marwan.

Butuh Informasi Akurat

Sementara itu, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengatakan bahwa laporan analisa yang dilakukan oleh FITRA mengenai BUMN yang berpotensi korupsi belum diterima oleh KPK.

Dia mengungkap, laporan tersebut hanya berdasarkan analisa saja dan dibutuhkan lagi data dan informasi yang akurat sehingga KPK bisa menelusuri terkait BUMN tersebut. “Masih perlu data awal yang akurat dan dukungan bukti yang kuat maka KPK akan bertindak untuk menelusuri kasus ini,” katanya.

Johan Budi juga menjelaskan, selama ini KPK juga telah menangani kasus beberapa perusahaan BUMN terkait adanya kasus korupsi di dalam badan milik negara tersebut. KPK telah menangani kasus korupsi perusahaan milik negara yaitu Perusahaan Gas Negara (PGN), PLN, PT Industri Sandang Busantara. Dengan kata lain KPK telah melakukan proses penyidikan apabila didukung dengan pembuktian yang kuat. “Dalam proses penyidikan maka dibutuhkan data kemudian bukti yang kuat, tetapi KPK juga akan bisa menelusuri sendiri atas kasus korupsi yang terjadi di beberapa lembaga negara,” ungkapnya.

KPK, sambung Johan Budi, pernah menangani kasus dugaan korupsi di PGN, dalam hal ini melibatkan Direktur Umum dan ESDM PGN Djoko Pramono. Direksi BUMN itu diduga terlibat dalam aksi pemerasan terhadap sejumlah rekanan proyek pembangunan jaringan pipa distribusi gas tahun 2003. “Kemudian KPK juga telah menetapkan Mantan Direktur Utama PT Netway Utama Gani Abdul Gani sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN tahun anggaran 2004-2008, pada kasus ini Gani diduga menerima fee dari proyek itu,” jelasnya.

Johan Budi menambahkan, KPK juga telah menangani kasus korupsi yang melibatkan perusahaan BUMN seperti PT Industri Sandang Nusantara. Dalam kasus ini mantan Direktur Keuangan dan Umum PT Industri Sandang Nusantara, Kuntjoro Hendartono telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 75 miliar. “Oleh karena itu, KPK telah banyak menangani kasus korupsi di beberapa BUMN maka untuk saat ini dalam proses penyelidikan korupsi di BUMN dibutuhkan data dan informasi yang akurat kemudian diperkuat dengan bukti yang kuat,” ujarnya.

BUMN Tindak Tegas

Adanya dugaan terhadap Badan Usaha Logistik (Bulog) langsung ditanggapi Direktur Utamanya, Sutarto Alimoeso. Dia menyatakan akan menindas tegas setiap orang yang melakukan penyelewengan, kelalaian, atau bahkan korupsi. “Tahun lalu, kami memberhentikan sebanyak 31 orang pegawai Bulog yang melakukan penyelewangan ataupun penyalahgunaan.” ujar Sutarto.

“Tahun ini pun kami akan memonitoring semaksimal mungkin, dan meningkatkan pengawasan serta perbaikan.” lanjutnya.

Menurut Sutarto, siapa pun yang merugikan perusahaan akan ditindak tegas. “Apabila berkaitan dengan hukum, akan kami serahkan kepada hukum,” tandasnya.

Saat ini, lanjut Sutarto, pihaknya sedang mengupayakan untuk selalu meningkatkan pengawasan, membangun integritas, kejujuran, dan memperbaiki sistem yang ada. Untuk saat ini, Dia mengatakan di lingkup kerjanya telah menggunakan sistem remunerasi. “Salah satu upaya yang kami lakukan terkait tindakan tegas terhadap para pegawai adalah menerapkan sistem remunerasi, jadi siapa pun yang melalaikan tugasnya, gaji yang diperolehnya akan dipotong, terlebih melakukan penyelewangan besar seperti korupsi,” tegasnya.

Berbeda dengan Sutarto, Sekretaris Perusahaan WIKA Natal Argawan Pardede mengungkap, data yang dipublish oleh LSM FITRA baru sebatas persepsi saja. “Apakah LSM itu ada buktinya? Kalau mengenai pengadaan barang melebihi kebutuhan, kita melakukannya melalui tender, apabila ada yang tidak sesuai dengan kebutuhan tender tentunya kami juga tidak menang. Menang karena dinilai kami telah memenuhi kriteria yang ada dalam tender,” terangnya.

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…