Kasus Citibank
Nasabah Tak Diberi Tahu Soal Pengalihan Utang
Jakarta,
Hubungan perbankan dan perusahaan outsourcing (debt collector) tidak pernah jelas. Sehingga urusan yang awalnya hanya perdata bisa berubah menjadi pidana, kasus terbunuhnya nasabah Citibank. “Nasabah tak pernah tahu hubungan kerja antara Citibank dan perusahaan debt collector, apalagi soal pengalihan hutang. Akibatnya debt collector bekerja semaunya sendiri,” kata Praktisi Hukum, Aulia Dasril kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/4).
Menurut Aulia, seharusnya terkait pengalihan utang mestinya nasabah harus diberitahu . Sehingga debt collector bisa membuktikan mereka diberikan kuasa. “Nasabah harus tahu dong, ada orang ngaku dari Citibank. Karena itu, debt collector yang melakukan intimidasi, maka dilaporkan kepada kepolisian,” jelasnya.
Terkait surat kuasa, pihak bank bisa memberikannya atas nama penyelegaraan suatu urusan. Namun pemberian “kekuasaan” tidak dibolehkan melampui kuasanya.”Namun saya rasa Citibank akan berkelit bahwa tidak pernah memberikan kuasa untuk melanggar hukum apalagi melakukan pembunuhan, ” tambahnya
Yang jelas, Aulia menduga Citibank selama ini membiarkan praktek seperti ini. “Jika kejadiannya di kantor Citibank maka ini adalah suatu hal yang seharusnya dan sepantasnya pihak Citibank mengetahuinya karena locusnya dikantor mereka. Ini artinya mereka bisa saja ikut mengamini pembunuhan tersebut,’ tegasnya.
Penggunaan debt collector, menurut Aulia, biasanya umum dilakukan terhadap hutang yang memiliki jaminan. Untuk itupun menurutnya debt collector tidak bisa melakukannya secara langsung karena menurut hukum yang berlaku, penyitaan hanya bisa dilakukan dengan keputusan pengadilan.
Bank Indonesia (BI), kata Aulia lagi, harus mengambil tindakan tegas kepada bank seperti ini. Sehingga bank tersebut lebih hati-hati menggunakan jasa-jasa perusahaan outsourching. “Sekarang kan sifatnya masih anjuran, harusnya BI bisa lebih tegas kepada bank yang bersangkutan,” imbuhnya.
Masyarakat juga harus sadar, kalau ada bank yang melakukan hal ini maka hindarilah menjadi nasabah bank tersebut karena jelas dengan perilaku bank yang seperti ini maka bank tersebut tidak professional.
”Bank yang seperti ini jelas tidak professional, karena memberikan kredit membabi buta. Prinsip know your custumer jelas tidak diterapkan. Jadi bank yang seprti ini jelas tidak professional mulai dari pemberian kredit, karena jika bank itu bekerja professional seharusnya kredit macet itu tidak ada dan kalaupun ada itu hanya karena nasib nasabah saja yang tidak beruntung. Jadi pemberinan kredit tidak professional membuahkan hasil yang tidak professional dan masih diperburuk lagi dengan carai penyelesaian yang tidak professional,” tandasnya. **cahyo
Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…
NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…
UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…
NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…
UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…
Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…