Buruknya Kelola Air Bersih

Oleh: Munib Ansori

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

 

Air adalah nyawa peradaban. Tanpa air, peradaban niscaya bakal musnah. Dengan air bersih yang cukup, manusia pembentuk peradaban bakal hidup sehat. Sebaliknya, jika manusia mengonsumsi air kotor, bisa dipastikan hidupnya akan dikurung penyakit, lantas mati perlahan-lahan. Di titik inilah, air bersih menjadi salah satu kunci kualitas peradaban manusia, termasuk di Indonesia.

Akan tetapi, pengelolaan air bersih di negeri ini tercatat sangat buruk. Bahkan, menurut data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pelayanan ketersediaan air bersih dan layak konsumsi di Indonesia tercatat paling buruk di ASEAN. Hal ini ditandai dengan pencapaian layanan ketersediaan air bersih baru di bawah 30% di kawasan perkotaan dan justru 10% di tingkat pedesaan.

Padahal, semua orang tahu, Indonesia begitu kaya dengan sumber daya air. Namun masyarakatnya sulit mengakses air bersih. Data yang dimiliki pemerintah menyebutkan, dari 300 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada di Indonesia, hanya 25% yang tergolong baik. Artinya, 75% PDAM di Indonesia dalam kondisi buruk, yang oleh karenanya, gagal memproduksi air bersih sebagaimana seharusnya.

Dalam skala makro, target pencapaian air bersih dalam millenium development goals (MDGs) pada 2015 sebesar 68%. Sementara di Indonesia baru terwujud 53%. Sudah tentu, kalau tugas pemenuhan air bersih itu dibebankan pada PDAM, akan sangat berat, sementara pengembangan saluran distribusi juga tidak terlalu cepat. Lebih parah lagi, dalam hal pengelolaan PDAM, koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah seperti terhalang tembok besar.

Di satu sisi, pemerintah seperti tak berdaya mengelola air. Dari dulu, pengelolaan air bersih, khususnya air minum, masih jauh sangat tertinggal, di tengah upaya yang terlihat sudah maksimal. Padahal tiap orang perlu mengkonsumsi air sebanyak 8 liter per hari. Untuk kebutuhan memasak, mandi dan mencuci dan minum tiap orang adalah sebesar 100-200 liter per orang per hari. Khusus di kota metropolitan mencapai 140-200 liter per hari dan untuk kawasan Jakarta 250 liter per hari.

Di pihak lain, pemerintah selalu gembar-gembor kekurangan dana. Saat ini pemerintah mengaku hanya memiliki dana sebesar Rp 37 triliun, sedangkan yang dibutuhkan sekitar Rp 65 triliun. Padahal, masalah dana bukan ihwal utama yang jadi penyebab buruknya pengelolaan air bersih di Indonesia.

Masalah manajemen, birokrasi, sistem, dan hubungan antara PDAM dan pemerintah menjadi jejaring persoalan yang saling membelit upaya pengelolaan air bersih secara baik. Kendati penting sifatnya, keterbatasan dana bukan permasalahan pokok dalam konteks ini.

Alih-alih mengeluh soal minimnya anggaran, pemerintah justru butuh upaya-upaya kerjasama dengan pihak swasta, termasuk mengoptimalkan peran corporate social responsibilities (CSR), perbankan serta pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah harus punya alternatif pendanaan yang cerdas, termasuk mendorong kerjasama bussiness to bussiness antara swasta dan swasta maupun antara pemda dan BUMN.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…