Investor Mulai Lirik Sektor Lain - RPP Tembakau Bakal Pukul Kinerja Emiten Rokok

NERACA

Jakarta - Rencana Pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau pada Juli tahun ini dinilai akan mempengaruhi kinerja emiten di sektor rokok. Terutama sektor laba dan tingkat penjualan dari emiten itu sendiri. Pasalnya, aturan tersebut menghambat produksi.

“Dengan adanya RPP itu, walaupun belum jelas maksud pemerintah seperti apa, secara tidak langsung akan mempengaruhi penjualan dan laba emiten rokok,” jelas Dosen FEUI Budi Frensidy kepada Neraca, Senin (9/7).

Menurut pengamat pasar modal ini, selain pengaruh terhadap fundamental, juga kepercayaan investor di pasar modal. Dia melanjutkan, investor yang cerdas pasti akan menunda dulu membeli saham emiten rokok. “Investor akan melihat perkembangan (saham emiten rokok). Dan apabila sudah jelas akan berdampak pada kinerjanya, investor yang sudah memiliki saham di emiten rokok pasti akan melepas sahamnya,” ungkap Budi.

Kendati demikian, Budi menyebut, untuk saham HM Sampoerna yang mayoritas atau 98% dikuasai oleh Phillip Morris, tidak akan mempengaruhi kinerja dan pergerakan sahamnya. Pasalnya, yang akan terpengaruh justru emiten yang saham beredarnya banyak seperti Gudang Garam dan Bentoel.

Budi menegaskan, langkah Putra Sampoerna menjual mayoritas saham Sampoerna kepada Phillip Morris adalah langkah yang tepat dan terukur. “Dia bisa memprediksi kalau suatu saat akan keluar aturan tentang rokok ini,” tegas dia. Sektor lain, lanjut Budi, yang ikut terpengaruh yaitu media, karena salah satu sumber pendapatannya berasal dari rokok.

Senada dengan Budi, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Isaka Yoga menilai RPP Tembakau pasti akan mempengaruhi pasar saham beberapa emiten rokok. Namun, pengaruh tersebut tidak akan signifikan. Pasalnya, masyarakat Indonesia telah menjadikan rokok sebagai kebutuhan primer.

“Jadi intinya, RPP anti rokok akan berpengaruh tapi tak signifikan,” ulasnya. Meski demikian, Isaka percaya kalau industri rokok tidak akan mati. Dia beralasan seberapa keras pun masyarakat dilarang untuk merokok, tetap saja tidak berpengaruh, karena memang sudah menjadi kebutuhan primer.

Dia juga menambahkan, tanpa adanya RPP Tembakau pun, saham-saham perusahaan rokok tersebut mengalami penurunan yang akibat sunset industry. Pasalnya, secara teoritis rokok itu tidak baik untuk kesehatan.

Banyaknya emiten rokok yang kini beralih ke bidang lainnya, lanjut Isaka, hal itu ditenggarai akibat adanya sunset industry. “Contohnya, ya, Grup Djarum yang membeli Grand Indonesia. Itu karena mereka mempunyai prediksi yang tidak bagus pada industri rokok,” tegas dia.

Berdasasarkan data perdagangan saham kemarin, saham Gudang Garam ditutup turun Rp1.500 ke Rp60.000 per lembar. Saham berkode emiten GGRM ini diperdagangkan mencapai 584 kali transaksi dengan nilai Rp27,611 miliar dengan volume 458.500 lembar saham.

Selain itu, saham HM Sampoerna juga turun Rp400 ke posisi Rp49.750, sedangkan saham Bentoel turun Rp20 ke posisi Rp660 per lembar.

Tidak Terpengaruh

Lain halnya diungkapkan Andrew Argado, selaku analis eTrading Securities. Dia mengatakan justru RPP Tembakau tidak berpengaruh secara signifikan karena peningkatan penjualan produk rokok didominasi oleh loyalitas konsumen atau perokok berat.

Selain itu, lanjut dia, pergerakan saham emiten rokok tidak hanya dipengaruhi oleh isu RPP Tembakau, tetapi kinerja emiten juga turut berpengaruh. “Kalau RPP hanya berkaitan dengan pembatasan konsumsi dan pengaturan iklan rokok, hal itu tidak berpengaruh secara signifikan,” ujar Andrew kepada Neraca, kemarin.

Yang dimaksud signifikan disini adalah perusahaan tentu dapat meningkatkan penjualan dengan cara lain, seperti direct selling. Namun dalam jangka pendek, diakui Andrew, pengaturan tembakau ini pastinya berpengaruh terhadap kinerja keuangan emiten.

Andaikata RPP tembakau juga berkaitan dengan pembatasan produksi, Andrew mengatakan tidak bisa berharap pertumbuhan industri rokok bisa tinggi. Akibatnya, pertumbuhan industri pun akan sulit. “Industri mungkin bisa menaikkan penjualan, namun tentunya melalui peningkatan pendapatan dengan menaikkan harga,” tandasnya.

Dengan begitu, sambung dia, yang terjadi hanya pergerakan harga, tidak ada pergerakan output. Sementara untuk industri bisa tumbuh besar adalah dengan menaikkan output. Terkait pilihan investor untuk tetap mempertahankan atau melepas saham emiten rokok, Andrew berkilah bahwa dirinya tidak bisa mengatakan investor harus melepas sahamnya.

Pasalnya, selama penjualan naik dan marjinnya masih menunjukkan positif, investor masih bisa berharap. Selain itu, investor akan melihat dari dividen yang dibagikan, jika masih lebih besar dari saham deposito, investor masih bisa mempertahankan sahamnya.

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…