RPP TEMBAKAU SEGERA DISAHKAN - Mengancam Industri dan Tenaga Kerja

Jakarta – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau sepertinya bakal segera disahkan. Tak pelak, kalangan industri rokok pun meradang. Bahkan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Mufti menyebutkan bahwa hal itu multiplier effect yang negatif.

NERACA

“Sudah pasti penurunan volume produksi rokok akan merosot tajam. Secara perlahan industri rokok pun akan mengurangi jumlah pekerja karena pendapatan mereka pasti akan berkurang. Kebijakan tanpa mengindahkan aspek-aspek buat industri ini sudah jelas akan mematikan industri”, ungkap Muhaimin kepada Neraca, Senin (9/7).

Saat ini, lanjut Muhaimin, kurang lebih ada 900 pabrik rokok yang tersebar di seluruh Indonesia. “Namun saya belum bisa menghitung akan ada berapa pabrik yang akan tutup. Yang pasti, akan ada banyak pabrik yang terkena imbas dari penerapan RPP ini, terutama yang kecil-kecil”, tukas dia.

Tak tanggung-tanggung, Muhaimin pun menunjuk beberapa daerah yang bakal terimbas akibat pengesahan RPP Tembakau ini menjadi PP. Seperti Temanggung, Kudus, Kediri, Lumajang, dan Malang, sudah pasti akan berkurang pendapatan mereka”, tandas Muhaimin.

Menurut dia, dalam RPP Tembakau tersebut ada pasal yang menyebutkan akan ada penggantian atas tembakau. Jika ini berhasil dilakukan, maka tembakau tidak akan digunakan untuk rokok. “Yang artinya ini adalah salah satu upaya untuk menghilangkan rokok. Jadi, ini hal yang mendasar karena sama saja dengan menghilangkan industri rokok”, papar Muhaimin.

Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Dia menilai, dengan RPP Tembakau ini akan mengancam banyak tenaga kerja, serta keterkaitan pemasukan pajak dari pengusaha industri rokok yang telah ditetapkan pemerintah.

Seharusnya, kata Sofyan, Indonesia bisa berkaca pada negara-negara maju seperti Amerika atau pun Eropa yang sekadar himbauan tapi tidak mematikan industri rokok. “Apa yang terjadi pada negera-negara maju seperti Amerika ataupun Eropa, disana mestinya kita ikuti,” ujar dia kepada Neraca, Senin.

Belum lagi, lanjut Sofyan, dipicu karena rokok dibatasi dengan segala cara termasuk di Amerika Serikat. “Tetapi, kalau di Amerika tetap diperbolehkan, tidak dilarang seperti di negara kita. Sepertinya mau anti rokok dan tembakau semua,” tegas dia.

Lebih dari itu, dia menilai, dibalik RPP Tembakau ini terdapat motif gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti rokok yang bisa dibiayai  asing, walaupun di Amerika Serikat juga banyak melakukan hal yang sama. “Akan tetapi Mahkamah Agungnya tetap memperbolehkan pabrik rokok hidup, tidak mematikan mereka dan harus saling menguntungkan, yang perlu dilakukan adalah membatasi ada tempat merokok. Itu saja diimplementasikan, kalau merokok ada ruang khusus,” ujarnya.

Dijelaskan Sofjan, pemerintah seharusnya melakukan secara hati-hati dan bertahap jangan merugikan perusahaan rokok yang mempekerjakan sekitar setengah juta orang, juga pajak yang besar yang dihasilkan industri rokok kepada negara. “Ada hal yang bisa dilakukan supaya anak di bawah umur jangan merokok, agar tidak mematikan usaha rokok termasuk tembakau,” ujarnya.

Sementara Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Hasbullah Thabrany justru memiliki pandangan berbeda. menurut dia, RPP Tembakau itu mengatur tentang penggunaan tembakau khususnya zat berbahaya yang bisa membahayakan masyarakat Indonesia. Dengan dikeluarkannya regulasi ini tidak akan mempengaruhi tentang tenaga kerja di industri rokok dikarenakan dalam RPP ini hanya mengatur penggunaan tembakaunya saja. “Tenaga kerja pasti akan khawatir tentang RPP ini tetapi tidak akan mengurangi tenaga kerja di industri rokok tersebut,” kata Hasbullah kemarin.

Hasbullah mengungkapkan, banyak pemberitaan yang tidak benar dalam RPP ini dimana adanya jumlah petani yang akan terganggu atas dikeluarkannya RPP ini. Jumlah 37 juta petani yang diberitakan selama ini tidak benar, melainkan berdasarkan data yang diperoleh bahwa jumlah petani tembakau hanya 600 ribu orang dan apabila dijumlahkan dengan anggota keluarga yang lain maka terdapat 2-3 juta orang.

“Sebanyak 61% petani tembakau yang menanam tembakau tidak hanya menanam tembakau saja melainkan menanam tanaman yang lain. Oleh karena itu, para petani tidak aka dirugikan dengan adanya RPP ini,” ungkap Hasbullah.

Hasbullah meyakini, RPP ini akan sedikit berpengaruh terhadap tenaga kerja di industri rokok di Indonesia tetapi tidak akan berpengaruh besar terhadap sistem ketenagakerjaan di industri rokok. Hasil pendapatan petani rokok juga sangat memprihatinkan dengan pendapatan yang sangat kecil.

“Hanya 21% saja yang mempunyai pendapatan sebesar Rp3 juta. Sedangkan 54% pendapatan petani hanya Rp1,5 juta. Oleh karena itu, lebih baik menanam padi dan jagung yang lebih menguntungkan daripada menanam tembakau,” tambah Hasbullah.

Menunggu Pengesahan

Sedangkan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, meski banyak ditentang berbagai elemen baik petani ataupun LSM, dia mengatakan bahwa RPP Tembakau tinggal menunggu pengesahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saat ini, RPP Tembakau sudah sampai ke Presiden setelah melewati rapat koordinasi Menko Kesra dan Menko Perekonomian. Setelah diformulasi dan disampaikan kepada Setneg untuk minta tandatangan Bapak Presiden," ungkap Menkes, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin.

Menkes menjelaskan bahwa di dalam RPP Tembakau tidak ada larangan yang selama ini dikeluhkan para petani. "Di dalam RPP Tembakau, tidak ada larangan untuk menanam tembakau. Tidak ada larangan untuk membuat rokok, bahkan tidak ada larangan untuk merokok. Namun, pemerintah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat dari zat-zat yang berbahaya di dalam rokok tersebut," papar Menkes.

Bahkan, lanjut dia, Kemenkes telah berbicara dengan petani-petani tembakau terkait dengan RPP Tembakau. "Seperti kemarin ada demo dari petani tembakau, padahal petani tembakau sudah kami ajak untuk berbicara dengan pemerintah. Dan ternyata memang mereka masih salah paham," ungkap dia.

Nafsiah mengatakan, RPP Tembakau dibuat untuk melindungi perempuan, terutama ibu hamil dan anak-anak supaya jangan merokok. "Karena makin muda seseorang merokok, makin cepat kecanduan, dan makin sulit mengobati kecanduannya, begitu juga perempuan, belum lagi pengaruh kepada bayinya," kata dia.

Dalam RPP Tembakau juga dibahas mengenai besarnya iklan dan isi iklan rokok. "Iklan yang sekarang sepertinya merokok itu cool, keren. Tidak diberi tahu justru merugikan kesehatan masyarakat," kata Nafsiah. Pemerintah saat ini juga sedang meneliiti dan mengusahakan sistem perdagangan yang lebih menguntungkan petani. "Kami ingin petani tembakau tidak menderita karena dipermainkan tengkulak," tegas Menkes. bari/iwan/mohar/rin

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…