BOS IMF MAU DATANG KE INDONESIA - Sarat Intrik Asing, Saran IMF Tak Perlu Didengar

Jakarta  - Indonesia sepertinya tidak perlu mendengarkan saran dari International Monetary Fund (IMF), karena IMF bekerja hanya untuk kepentingan korporasi internasional. Jadi, tidak ada untungnya bagi negeri ini untuk mengikuti saran-saran dari lembaga keuangan internasional itu.

NERACA

Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir menegaskan, semua saran yang diberikan IMF cenderung sudah pernah disarankan pula World Bank dan World Trade Organization (WTO). “Saran yang diberikan ke Indonesia pernah juga diusulkan oleh World Bank maupun WTO. Semua saran-sarannya cenderung menguntungkan asing dan menyengsarakan rakyat Indonesia,” tegas Revrisond saat dihubungi Neraca, Minggu (8/7).

Menurut Dia, saran dari IMF untuk mengkoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menghentikan pemberian subsidi, tidak perlu didengar, apalagi laksanakan. “Ada yang mengontrol di setiap kebijakan dan saran yang diberikan oleh IMF,” jelasnya.

Terkait dengan dana pinjaman yang akan diberikan kepada IMF, Revrisond menilai Indonesia perlu mempunyai agenda khusus dibalik pemberian pinjaman ke IMF. “Indonesia harus mempunyai Letter Of Intent dibalik peminjaman ini, sama seperti agenda IMF yang memberikan utang kepada Indonesia yang juga mempunyai agenda,” tandasnya.

Senada dengan Revrisond, Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait mengatakan, bila IMF mencoba-coba mengatur kebijakan Pemerintah Indonesia dengan menghapuskan subsidi untuk rakyat, maka pemerintah harus melawan. Alasannya, pemerintah punya kewajiban untuk menyejahterakan rakyatnya. Salah satu caranya adalah dengan pemberian subsidi.

“Dengan melihat tingkat kemiskinan dan pengganguran yang meningkat, maka sangat dibutuhkan subsidi untuk rakyat. IMF tidak berhak mengatur dan meminta Indonesia untuk menghentikan subsidi untuk rakyat,” tegasnya.

Maruarar menjelaskan, mengenai rencana bantuan pinjaman Indonesia ke IMF sebesar US$ 1 miliar, seharusnya pemerintah berkonsultasi lebih dahulu dengan DPR. Apalagi, kondisi cadangan devisa negara Indonesia dalam tiga bulan terakhir terus menurun. Oleh sebab itu tidak realistis jika Indoensia meminjamkan kepada IMF. “Kekuatan fundamental kita adalah devisa negara, oleh karena itu perlu ditumbuhkan terlebih dahulu daripada harus meminjamkan kepada IMF,” ujarnya.

Menurut dia, untuk saat ini, pemerintah Indonesia harus memperhatikan lebih dahulu kondisi rakyat di Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah harus fokus membenahi kepentingan nasional yang jauh lebih penting daripada berbuat baik tetapi sebenarnya ada kepentingan politis lain dibalik itu semua. “Banyak kalangan masyarakat yang tidak setuju atas pinjaman ini kemudian mereka mengadukan kepada saya, oleh karena itu, pemerintah harus berkonsultasi kepada DPR terkait ketidaksetujuan kalangan masyarakat ini,” ungkapnya.

Sebenarnya, imbuh Maruarar, penting juga bagi Indonesia menjalin pergaulan internasional dengan memberikan pinjaman ke IMF, tetapi perlu dipikirkan lebih dahulu dampak dan akibatnya bagi rakyat. Pemerintah Indonesia harus lebih mementingkan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan apapun. “Dengan pemberian pinjaman ini akan bisa membuat kesan tidak nyaman khususnya rakyat Indonesia,” tambahnya.

Pengamat ekonomi Iman Sugema menandaskan, pemerintah harus bisa bersikap tegas terhadap aksi IMF yang mau mengatur kebijakan pemerintah Indonesia. Pasalnya, tidak semua saran atau kritik dari IMF itu baik.

Iman memaparkan, pemerintah harus mempunyai bargaining yang kuat terhadap IMF. “Apa urusannya mereka ikut campur terhadap negeri ini. Jadi intinya pemerintah harus punya pendirian yang kuat untuk tidak mau diatur–atur oleh IMF. Tidak ada urusannya IMF mengintervensi ekonomi Indonesia sebagai negara berdaulat,” tegas Iman.

Dia menegaskan, pemerintah Indonesia jangan mau diatur-atur apalagi dipaksa untuk memberikan pinjaman ke mereka (IMF). “Utang Indonesia saja masih banyak, buat apa meminjamkan ke IMF, lebih baik untuk kepentingan lain negara yang lebih penting,” tandasnya.

Iman juga mengaku curiga dengan rencana kedatangan Managing Director IMF Christine Lagarde ke Indonesia. “Pasti ada tujuan tertentu Christine Lagarde ke Indonesia. Buat apa Dia ke Indonesia kalau tidak ada tujuan tertentu,” tukasnya.

Tidak Mau Diatur

Sementara, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Prof. Firmanzah Ph.D menyatakan, pemerintah tidak akan mau diatur-atur IMF. “Memang dulu kita punya riwayat dengan utang IMF, sehingga apa yang pernah disarankan oleh IMF kita terima dulu, tapi utang tersebut sudah lunas tahun 2006 jadi kita tidak perlu lagi terpaku dengan saran-saran IMF. Sekarang, kita sudah lebih mandiri lah, sudah bisa menimbang mana yang memang itu perlukan mana yang tidak perlu, terutama untuk kepentingan bangsa,” jelasnya.

Guru besar FEUI itu mengakui, belum tahu agenda detil Christine Lagarde di Indonesia. Tapi jelas masih terkait dengan kondisi krisis Eropa. “Karena kita sebagai negara yang pernah dibantu IMF, tidak ada salahnya mencoba untuk membantu Eropa yang kondisi perekonomiannya sedang menurun. Adapun, kita juga berusaha menarik investor dari Eropa, dengan pendekatan melalui IMF mungkin bisa lebih terbuka untuk jalur-jalur investasi mereka ke Indonesia. Memang ini, hal yang sensitif, karena kita punya riwayat utang dengan IMF dan merasakan bagaimana perjuangan Indonesia membayar utang,” ujarnya.

Firmanzah menambahkan, masalah subsidi sedang dibicarakan pemerintah. Jadi bukan karena usulan IMF. Tapi bukan berarti subsidi itu hilang semuanya atau dicabut, namun lebih dibicarakan untuk sektor mana yang lebih membutuhkan subsidi tersebut. Sebagai contoh, seperti premium sudah mulai dibatasi penggunaannya, bila konsumsinya bisa ditekan, subsidi bisa dialihkan yang lebih membutuhkan.

Sementara terkait dengan rencana peminjaman dana ke IMF, Firmanzah menegaskan, pinjaman tersebut bersifat sukarela dan sampai saat ini masih dibicarakan. “Karena kita juga harus melihat kondisi keuangan kita, sampai detik ini belum ada konfirmasi apakah kita turut memberikan pinjaman tersebut. Karena tujuan IMF meminta pinjaman dana yang nantinya dalam bentuk obligasi itu untuk membantu krisis di Eropa, agar perekonomiannya bisa pulih dan kalau mereka sudah pulih, toh nanti kita jadi ada peluang kerjasama lebih intensif ke Eropa,” ujarnya. bari/novi/mohar/iwan/kam

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…