Kebutuhan BBM Naik 3,18% Per Tahun - Pembangunan Kilang Baru Harus Segera Direalisasikan

NERACA

 

Jakarta - Dalam lima tahun terakhir, ladang-ladang minyak Indonesia tentu saja semakin menua. Dengan sistim otonomi daerah yang berjalan sekarang ini, sulit bagi perusahaan minyak asing untuk beroperasi karena berhadapan dengan raja-raja kecil di daerah. Sementara itu, kebutuhan dalam negeri sudah melebihi kapasitas produksi.

Pemerintah dalam hal ini, PT Pertamina (Persero) memang telah memiliki refinery (kilang) di Pangkalan Brandan, Dumai, Plaju, Balongan, Cilacap, Balikpapan, serta Kasim/Papua. Akan tetapi, beberapa kilang baru perlu dibangun dalam waktu dekat untuk mencukupi permintaan konsumsi dalam negeri yang terus menunjukkan tren meningkat. Namun, tidak semua jenis minyak yang diproduksi dari dalam negeri dapat diolah di kilang milik Indonesia, di sisi lain yang menyebabkan masih dibutuhkan impor minyak karena untuk mencukupi permintaan domestik.

“Kilang yang kita miliki bisa mengolah minyak kita. Untuk impor begini gambarannya, kebutuhan minyak kita per hari sekitar 1,5 juta barel. Sementara, produksi kita hanya 900 ribu barel per hari dan itu pun pemerintah hanya bagian sekitar 60%-nya. Jadi memang sudah mesti impor,” ujar Pengamat energi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro melalui keterangan tertulis yang diterima Neraca, akhir pekan kemarin.

Komaidi menambahkan walaupun harus impor, kebutuhan akan kilang baru sangat diperlukan. Menurut dia, paling tidak ada cadangan minyak untuk memenuhi permintaan konsumsi dalam negeri. Kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak) diproyeksikan meningkat rata-rata 3,18% per tahun hingga tahun 2030. Dalam proyeksi BBM berdasarkan wilayah, Jawa Barat dan Sumatera mengalami peningkatan yang cukup besar atau rata-rata 2,8% per tahun dan 3,3% per tahun sejalan dengan pertambahan penduduk dan perkembangan industri di wilayah tersebut.

Penurunan Produksi

Menurut BP Migas penurunan jumlah produksi minyak per hari disebabkan penurunan produksi dari lapangan existing lebih cepat dari perkiraan. Sekitar 90% dari total produksi minyak Indonesia dihasilkan dari lapangan yang usianya lebih dari 30 tahun, sehingga dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk menahan laju penurunan alaminya. “Saya kira problem utama adalah minimnya investasi eksplorasi, disamping secara alami memang lapangan-lapangan yang ada produksinya menurun, sehingga jika tidak ada kompensasi lapangan baru pasti produksi nasional akan menurun,” terang Komaidi.

Sementara, upaya menahan laju penurunan produksi pada lapangan tua tersebut, yang mencapai 12% per tahun, gagal dilaksanakan. Alhasil, upaya untuk menyangga produksi melalui produksi lapangan baru, sangat bergantung kepada kinerja kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Bicara mengenai struktur industri, dunia perminyakan memiliki keunikan dibanding industri lainnya. Cadangan minyak yang merupakan jantung dari bisnis perminyakan umumnya dikategorikan dalam kelompok unproven (diyakini ada namun belum ditemukan) dan proven (terbukti keberadaannya dan dapat dieksplorasi) dengan derajat keyakinan tertentu.

Akibat perkembangan teknologi, seringkali ladang minyak berstatus unproven dapat mengalami kenaikan peringkat menjadi proven, seperti, halnya terjadi pada ladang minyak Cepu. Proven resources dengan tingkat kesulitan eksplorasi terendah praktis kini telah habis dieksploitasi dan menyisakan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Oleh karenanya diperlukan teknologi yang lebih mahal.

Salah satunya adalah dengan teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery), metode penyerapan tahap lanjut di mana ada proses injeksi air ke dalam pori-pori reservoir di bawah permukaan agar produksi bisa naik. Pertamina juga telah menargetkan mampu menambah produksi minyak sebesar 3.000 barel per hari (bph) dari pengeboran tiga sumur minyak dengan menggunakan teknologi EOR.  "EOR merupakan salah satu usaha kami [Pertamina] dalam meningkatkan produksi," ujar Direktur Hulu PT Pertamina M. Husen.

Husen mengatakan, lokasi ketiga sumur pilot project teknologi EOR itu berada di Lapangan Limau, Lapangan Tanjung dan Lapangan Jatibarang. Meskipun EOR sudah dilakukan tahun ini, Pertamina baru bisa menuai hasilnya dua tahun ke depan. Diharapkan, penambahan produksi dengan EOR akan memberikan tambahan produksi sebesar 10-20%. Pertamina menargetkan, akan ada 20 lapangan migas tua yang akan ditingkatkan produksinya dengan teknologi EOR.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…