Pertumbuhan Ekonomi Baru

Konsep pertumbuhan ekonomi selama ini diukur melalui pendapatan domestik bruto (PDB), yang mencerminkan tingkat kesejahteraan dan kekayaan sebuah negara, ternyata belum murni. Indonesia misalnya, saat ini menargetkan pertumbuhan ekonomi 7% pada 2020. Nah, untuk mencapai angka itu, pemerintah setidaknya perlu menggenjot kontribusi industri pertambangan, gas alam, kelapa sawit, serta industri kayu dan bubur kertas. Sementara nilai kerusakan lingkungan belum dihitung dalam rasio PDB.

Namun persoalan pertumbuhan kini menjadi menarik perhatian dunia. Pasalnya, dalam diskusi di  KTT Bumi yang berlangsung di Rio de Janeiro, Brazil pekan lalu,  muncul pemikiran baru sebagai alternatif mengukur pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Alasannya, rasio PDB selama ini belum menghitung nilai kerusakan lingkungan yang terjadi di saat negara sedang mengejar pemasukan yang tinggi.

Adalah lembaga lingkungan PBB, United Nations Environment Programme (UNEP), yang menyodorkan model perhitungan pertumbuhan ekonomi baru. Menurut hasil penelitiannya dalam menghitung angka pertumbuhan ekonomi di 19 negara di dunia. Laporan terbaru itu diberi judul Inclusive Wealth Index atau Indeks Kekayaan Inklusif.

Angka pertumbuhan ekonomi dari 19 negara itu kemudian dikontraskan dengan skala kerusakan lingkungan serta menurunnya kualitas hidup penduduk di negara tersebut. Beberapa skala kerusakan lingkungan yang dihitung adalah makin sedikitnya jumlah hutan di sebuah negara, berkurangnya sumber bahan bakar fosil (minyak bumi, gas, serta batubara), serta berapa banyak ikan di lautan masing-masing negara berkurang, berkurangnya lahan pertanian, serta stok mineral (bauksit, emas, tembaga, nikel, besi, timah, fosfat, perak).

Ternyata hasilnya cukup mengejutkan. China, yang dari 1990 hingga 2008 tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 422%, namun saat angka itu dihadapkan pada berkurangnya sumber daya alam, ekonomi China “hanya” tumbuh 45%.  Sementara Brazil yang jadi salah satu negara kaya baru akibat pertumbuhan ekonominya mencapai 31%, ternyata sebenarnya ekonominya tak berkembang setinggi itu, hanya 18 % saja. Malah, stok sumber daya alam dan hutan di Brazil berkurang hingga seperempat bagian. 

Afrika Selatan, negara berkembang yang sekarang masuk kelompok negara kekuatan ekonomi baru (new emerging economies), tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi sampai 24 % dengan memanfaatkan kekayaan alamnya. Ternyata, setelah dihitung ulang, ekonomi mereka bukannya berkembang, malah mengalami minus 1% karena faktor kerusakan lingkungan.

Sayangnya, Indonesia belum masuk dalam negara yang disurvei untuk peringkat ini. Meski begitu, kita harus melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini sangat bergantung pada banyaknya tambang-tambang baru, berubahnya lahan pertanian atau berkurangnya lahan hutan gambut jadi kebun kelapa sawit, begitu pula dengan makin banyaknya pembukaan hutan.  

Karena itu kita patut mempertanyakan, kerusakan lingkungan seperti apa yang harus kita hadapi dengan pertumbuhan ekonomi yang kini sudah mencapai 6 %?

PBB sendiri  menurut pejabat Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan, Nikhil Chandavarkar,  juga sudah mengembangkan sistem akuntansi ekonomi lingkungan (System of Environmental Economic Accounts - SEEA). Idenya kurang lebih sama, bagaimana melihat kekayaan suatu bangsa dari berbagai sudut pandang. Tidak hanya ekonomi, tapi juga energi bersih, akses terhadap air, serta berkurangnya sumber daya alam seperti perikanan, tanah dan ekosistem, dan lahan pertanian.

Jadi, sangat wajar jika pertumbuhan ekonomi suatu negara perlu memperhitungkan risiko berkurangnya sumber alam. Bagaimanapun, angka pertumbuhan ekonomi sebenarnya tak berarti jika dibandingkan dengan kerusakan lingkungan dan menurunnya kualitas hidup penduduk.

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…