Oleh Agus S. Soerono
Wartawan Harian Ekonomi NERACA
Dalam kondisi ekonomi Indonesia yang sedang ’kinclong’ seperti sekarang ini, ternyata tidak semua kue pembangunan nasional dinikmati oleh kontraktor nasional.
Pasar konstruksi Indonesia yang besarnya sekitar Rp 208 triliun pada tahun lalu, ternyata yang menikmati adalah kontraktor asing. Bahkan bukan main-main porsi yang digerogoti oleh kontraktor asing itu, yaitu 70%. Sungguh luar biasa besar. Berarti dana konstruksi Indonesia yang terbang ke luar negeri, sekitar Rp 145,6 triliun.
Angka yang mengejutkan ini sungguh menyesakkan dada.
Padahal dengan diraihnya tingkat investment grade yang diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional Fitch dan Moodys membuat Indonesia bagaikan sekeping gula yang dikerubuti ribuan semut. Namun ternyata yang menikmati gula pembangunan itu ternyata bukan orang Indonesia, namun justru orang asing.
Itulah sebabnya BPP Gabungan Pelaksana Nasional Konstruksi (Gapensi) menggagas lokakarya nasional Membangun Struktur Industri Konstruksi Nasional yang Kokoh dan Menunjang Pemerataan Kesempatan Kerja bagi Seluruh Pelaku Jasa Konstruksi di Jakarta, pekan lalu.
Melalui loka karya nasional tersebut, diharapkan para kontraktor nasional mempunyai daya saing yang lebih tinggi, sehingga dapat menghemat devisa negara.Kalau memungkinkan menyedot devisa dari luar negeri.
Padahal yang diharapkan dari para kontraktor nasional, bukan hanya kemampuan untuk bertahan dari serbuan kontraktor asing di dalam negeri, namun sebaliknya dituntut kemampuan kontraktor nasional untuk menyerbu pasar konstruksi di negara lain.
Salah satu pasar konstruksi yang cukup gemuk di luar negeri adalah di kawasan Timur Tengah. Namun sudah menjadi hukum alam, bahwa di mana ada pasar yang gemuk, di sana pasti terjadi pula persaingan yang sengit di antara para pelaku jasa konstruksinya.
Namun apabila ditelusuri lebih jauh, ternyata sekitar 60% dari 5,7 juta pekerja konstruksi nasional adalah tenaga kerja yang kurang ahli. Sedangkan 30% adalah pekerja ahli, dan sisanya yang 10% di wilayah perbatasan.
Oleh karena itu tugas yang diemban oleh organisasi profesi seperti Gapensi, adalah meningkatkan keahlian para anggotanya. Para pengamat menyayangkan bahwa organisasi profesi sebesar Gapensi selama ini hanya menghabiskan waktu untuk menjadi obyek tarik-menarik kepentingan, sehingga mengabaikan keterampilan anggotanya.