Pengusaha Nilai Pemerintah Belum Dukung Industri Bioetanol

NERACA

 

Jakarta - Produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis bioetanol sulit berkembang lantaran indeks harga yang ditetapkan pemerintah tahun 2009 lalu tidak memberikan margin keuntungan lumayan bagi produsen. Akibatnya, sejak 2010 lalu, produsen bioetanol banyak yang tidak memproduksi bioetanol, meski sudah dimandatkan pemerintah.

Berdasarkan rencana strategis Kementerian ESDM, penggunaan bioetanol diamanatkan sebesar 660.980 kiloliter (KL), kemudian tahun 2011 sebesar 694.000 KL, dan 2012 ini ditargetkan 244.000 KL. Pemerintah melalui APBN 2012, menganggarkan subsidi bioetanol sebesar Rp 3.500 per liter dengan total dana Rp 854 juta.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) Paulus Tjakrawan mengatakan, tahun produksi dan penyerapan bioetanol bisa nol jika indeks harga baru tidak segera ditetapkan. "Harga indeks yang dibuat tahun 2009 itu sudah tidak relevan lagi dengan harga sekarang," ujarnya di Jakarta, Selasa (19/6).

Berdasarkan indeks yang ditetapkan tahun 2009 itu, kata dia, biaya produksi bioetanol bisa lebih mahal ketimbang harga jual ke konsumen. "Makanya, produsen tidak mau memproduksinya," ungkap Paulus.

Beberapa waktu lalu, Paulus mengungkapkanProduksi bahan bakar hayati atau biofuel dari Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat setiap tahun. Tahun ini, produksi biofuel Indonesia diproyeksikan bisa mencapai 2,1 juta ton atau meningkat 61% dibandingkan tahun lalu. Senada dengan peningkatan produksi, ekspor biofuel juga meningkat tajam.

Paulus juga mengatakan, kenaikan produksi bahan bakar alternatif dari crude palm oil (CPO) itu karena berlakunya kebijakan fiskal. “Penerapan bea keluar (BK) cukup tinggi mendorong hilirisasi produk CPO di dalam negeri,” kata Paulus.

Sementara kenaikan produksi, ekspor biofuel asal Indonesia juga mengalami kenaikan menjadi 1,5 juta ton, atau naik 61% dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai sekitar 1 juta ton. Kenaikan produksi dikarenakan harga minyak nabati dari CPO ini dinilai lebih murah dibandingkan minyak nabati berbahan baku bungkil kedelai atau biji bunga matahari. “Yang jelas harga biofuel dari CPO lebih rendah bila dibandingkan bahan hayati lain,” kata Paulus tanpa berikan perincian.

Meski fluktuatif, namun saat ini harga biofuel berbahan CPO harganya ada pada kisaran US$ 1.100 per ton.  Saat ini, ekspor masih menjadi pasar utama biofuel dari Indonesia. Sementara itu, pasar biofuel di dalam negeri masih terbatas, hanya Pertamina saja yang menyerap. Tahun ini, penyerapan biofuel ke Pertamina diperkirakan mencapai 600.000 ton, atau naik 100% dibandingkan tahun lalu sebanyak 300.000 ton.

Di pasar ekspor, biofuel asal Indonesia 90% di jual ke negara Eropa seperti Italia, sementara ke negara-negara lain seperti Amerika Serikat hanya sebanyak 30.000 ton per tahun dan Korea 2.000 ton per tahun.

Pasokan Biofuel

Sementara itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merekomendasikan skenario perkebunan energi yang diharapkan mampu menjamin ketersediaan bahan bakar nabati (biofuel) untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. “Kebun energi ini misalnya perkebunan sawit yang dikhususkan untuk bahan baku biodiesel, tidak boleh untuk keperluan lainnya seperti komoditas ekspor,” kata Deputi Kepala BPPT BIdang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM), Dr Unggul Priyanto.

Dia mengaku prihatin, produksi biodiesel saat ini hanya sekitar 10% saja dari kapasitas terpasang pabrik biodiesel yang mencapai sekitar 4 juta kiloliter per tahun karena pengusaha CPO (minyak sawit mentah) lebih senang mengekspornya ke pasar internasional terkait harganya yang sedang bagus Rp8.500 per liter.

Kondisi yang lebih parah, lanjut dia, dialami oleh bioethanol yang hanya diproduksi 1 persen dari kapasitas produksinya yang sekitar 300 ribu kiloliter per tahun, berhubung bahan bakunya berupa singkong, tebu dan sejenisnya lebih digunakan sebagai bahan pangan.

Menurut Kepala Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Dr Adiarso, wilayah Indonesia sebenarnya sangat luas dan potensial dikembangkan menjadi area industri biodiesel yang berkelanjutan dan terintegrasi dari industri hulu sampai ke hilir. Saat ini, lanjutnya, lahan sawit sudah mencapai 8,4 juta ha dari keseluruhan potensi seluas 45 juta ha, padahal produksi CPO saat ini sudah berlebih yaitu sekitar 25 juta ton per ha.

“Seandainya 0,5 % atau sekitar sejuta ha saja dijadikan perkebunan energi dengan menanam kelapa sawit, maka bisa diproduksi biodiesel sebanyak 75 ribu barrel per hari, suatu jumlah yang sangat besar, termasuk untuk kebutuhan B10 (campuran 10% biodiesel dan 90% solar) atau bahkan B20 sekalipun,” katanya.

Melalui kebun energi, lanjut dia, juga dimungkinkan dikembangkan pula beberapa jenis tanaman lainnya untuk produksi bioethanol seperti singkong, tebu sorgum dan lainnya, tergantung dari kecocokan lahan. Pada prinsipnya, ujar dia, perkebunan energi ini merupakan sebuah entitas bisnis perkebunan milik pemerintah yang nantinya menjalankan usaha khusus dalam penyediaan energi bagi masyarakat.

Bila konsep ini berhasil, urainya, sangat dimungkinkan pasokan biofuel akan stabil termasuk harganya yang bisa menjadi cukup murah di bawah harga solar bersubsidi Rp4.500 per liter. “Brazil adalah contoh negara yang berhasil mengembangkan bioethanol dari tanaman tebu. Indonesia seharusnya juga bisa,” ujarnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…