Indonesia "Keracunan" Buah Impor

Oleh: Munib Ansori

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Benar-benar tragis. Ternyata, di balik ranumnya buah impor, khususnya asal China, tersimpan racun yang sangat berbahaya. Hal itu terungkap jelas dari hasil penelitian Badan Karantina Kementerian Pertanian yang menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 19 penyakit dan unsur berbahaya terkandung dalam sampel buah impor yang diperiksa selama 2 tahun terakhir.

Bahkan, tidak hanya penyakit. Di dalam daging buah impor juga terkandung residu logam berat dan formalin yang dalam jangka panjang bisa mematikan siapapun yang mengonsumsinya. Dan, lebih ngeri lagi, buah impor berpenyakit itu mayoritas terdapat pada jeruk dan apel impor. Dua jenis buah yang sangat digemari lidah orang Indonesia.

Itulah sebabnya, sudah saatnya kita menampik buah impor. Pun sudah tiba waktunya, kita tidak lagi mengkonsumsi atau membeli buah impor dengan alasan harga murah dan warna yang menawan. Lantaran, tampilan yang menarik itu hanya tipu muslihat untuk menghancurkan kesehatan orang Indonesia. Beli dan konsumsilah buah lokal yang jauh lebih sehat, karena pemerintah telah mengatur ketat tata kelola, tata menanam dan tata niaganya.

Namun sesungguhnya, pernyataan bahwa negeri ini telah “keracunan” buah impor tidak sebatas pada arti harfiah. Pada tataran maknawi, ketergantungan pada buah impor membuat Indonesia teramat pantas disebut sebagai negeri keracunan buah asing. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan gamblang menyebutkan, realisasi impor buah-buahan sepanjang Januari-April 2012 mencapai US$ 298,2 Juta atau setara Rp 2,6 triliun. Nilai impor itu sebanding dengan 292 ribu ton buah-buahan.

Dalam catatan BPS, jeruk, buah yang banyak berpenyakit itu, menempati volume terbesar yaitu sebesar 146 ribu ton dengan nilai US$ 139,2 juta. Sementara apel dan pear mencapai 89 ribu ton dengan nilai US$ 76,4 juta. Adapun urutan selanjutnya buah nesoi dengan nilai US$ 37 juta, anggur dengan nilai US$ 39 juta, buah kurma, tin, nanas, dan alpukat dengan nilai US$ 5,9 juta, pisang dengan nilai US$ 405,6 ribu, lalu melon dan pepaya dengan nilai US$ 184,5 ribu.

Untuk negara asal buah-buah asing itu, selama 4 bulan pertama 2012, China masih merajai sebagai pemasok jeruk impor ke Indonesia. Negeri Tirai Bambu itu mengekspor jeruk sebesar 130,9 ribu ton dengan nilai US$ 128,2 juta. Selain jeruk asal China, BPS juga mencatat sebanyak 10,2 ribu ton jeruk asal Pakistan. Lalu jeruk asal Mesir sebanyak 2 ribu ton dan jeruk dari Amerika Serikat sebanyak 1.500 ton.

Banjir buah impor yang belakangan dipastikan melanggar kaidah kesehatan, bahkan keselamatan para konsumen, jelas bukan hal sepele. Karena itu, pemerintah mesti tegas untuk membatasi impor produk tersebut kendati aturan tata niaga impor buah kini diprotes dunia usaha, bahkan ditentang negara-negara anggota organisasi perdagangan dunia (WTO). Pemerintah juga harus tegas menertibkan para importir yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia. Jika hal itu tidak dilakukan, maka pemerintah telah menggadaikan keselamatan rakyat banyak.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…