Industri Baja Ketergantungan Bahan Baku Impor - Jor-joran Ekspor, Cadangan Bijih Besi Akan Ludes Dalam 9 Tahun

NERACA

 

Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memang tengah memprioritaskan pengembangan industri berbasis mineral logam seperti besi baja karena penggunaanya di sektor infrastruktur sangat besar. Namun, struktur industri besi baja masih belum kuat karena industri hulunya belum berkembang seperti industri hilirnya.

“Kebutuhan bahan baku industri hulu besi baja dalam negeri sebanyak 4 juta ton per tahun berupa iron ore (bijih besi), sponge iron, pellet, dan skrap yang seluruhnya masih diimpor,” kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (13/6).

Hidayat menuturkan, industri baja di dalam negeri masih kekurangan 46 juta iron ore. “Cadangan iron ore di dalam negeri sekitar 115 juta ton dan sepenuhnya diekspor secara besar-besaran. Pada tahun lalu, ekspor iron ore mencapai 13 juta ton. Apabila kondisi ini tidak dikendalikan, maka cadangan iron ore akan habis dalam waktu 9 tahun,” paparnya.

Terbatasnya bahan baku membuat produk baja dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk impor. “Ekspor bahan baku harus segera dihentikan dan hal tersebut sudah tertuang dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 yang mengatur bahwa mineral dan batu bara merupakan kekayaan alam tak terbarukan dan pengelolaannya harus dikuasasi oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional,” ujarnya.

Hidayat menambahkan, untuk mensuplai iron ore bagi sektor industri baja dalam negeri, beberapa perusahaan telah berkomitmen menanamkan modalnya. “Saat ini, telah tumbuh investasi baru yang mengolah iron ore menjadi sponge iron dan pig iron dengan kapasitas produksi sebesar 2,9 juta ton per tahun serta investasi baru yang memproduksi slab dan plate dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun,” tandasnya.

Industri Baja

Lebih jauh lagi Hidayat memaparkan, ada industri terpenting kedua setelah industri besi baja. Pada saat ini industri aluminium hulu khususnya yang mengolah bahan baku bauksit menjadi alumina belum ada. Pasalnya kebutuhan alumina PT. Inalum saat ini sebanyak 500 ribu ton per tahun yang seluruhnya masih diimpor, sementara itu produksi aluminium ingot PT. Inalum sebesar 240 ribu ton per tahun, 60% (135 ribu ton) diekspor ke Jepang. Pada sisi lain, industri hilir aluminium nasional masih membutuhkan aluminium ingot sebesar 600 ribu ton yang sebagian besar (83%) masih diimpor.

Ekspor besar-besaran bijih bauksit pada tahun 2011 mencapai sebesar 40 juta ton dimana meningkat 5 kali dibanding pada tahun 2008. Cadangan terbukti bauksit adalah sebesar 180 juta ton, sehingga diperkirakan cadangan tersebut akan habis dalam waktu 4 sampai 5 tahun ke depan apabila tidak dilakukan pengendalian ekspor bauksit, yang akan berakibat tidak tumbuhnya industri aluminium dalam negeri.

Sumber daya alam nikel mempunyai cadangan terbukti sebesar 577 juta ton. Pada saat ini industri yang mengolah bijih nikel menjadi ferronickel dan nickel matte sudah ada, namun dengan kapasitas produksi yang masih terbatas (± 80 ribu ton ferronickel dan nickel matte) yang seluruhnya diekspor.

Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir terjadi ekspor besar-besaran bijih nikel yaitu sebesar 33 juta ton pada tahun 2011 atau meningkat 8 kali dibandingkan pada tahun 2008. Industri hilir berbasis nikel seperti stainless steel dan nickel alloy belum tumbuh di dalam negeri. Kebutuhan stainless steel dan nickel alloy untuk memenuhi kebutuhan sektor konstruksi, minyak dan gas, otomotif, elektronik, permesinan, railway, dan lain-lain sangat besar dan sepenuhnya masih diimpor. Nilai tambah produk hilir berbasis nikel akan meningkat 105 kali dibandingkan ekspor bijih nikel.

Tujuh Investasi

Kemperin memperkirakan Indonesia akan memperoleh investasi sebesar Rp 71,83 triliun di sektor pengolahan industri baja hingga tahun 2014. Berdasarkan data dari Kemperin, terdapat setidaknya tujuh proyek besar di sektor pengolahan baja yang sudah menyatakan komitmennya untuk berinvestasi. Disebutkan, ketujuh proyek tersebut diperkirakan akan memproduksi baja dengan jumlah total  9.7 juta ton setiap tahunnya.

Adapun proyek-proyek tersebut antara lain adalah PT Krakatau Posco di Cilegon, Banten, dengan nilai investasi 6 miliar dolar AS dan kapasitas produksi 6 juta ton per tahun. Industri ini ditargetkan beroperasi pada 2013, dengan kebutuhan bijih besi dan kokas masing-masing 34 juta ton per tahun.

Investasi kedua adalah PT Meratus Jaya Iron and Steel (Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan), dengan nilai investasi Rp 1,05 triliun berkapasitas produksi 315 ribu ton sponge iron. Kebutuhan bijih besi dan batu bara untuk investasi ini masing-masing 500 ribu ton per tahun, dengan target operasi sudah dimulai pada 2011.

Berikutnya, ada PT Jogja Magasa Iron (Kulon Progo, Yogyakarta), dengan nilai investasi sebesar US$ 1 miliar dan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun. Kebutuhan bijih besi dan kokasnya masing-masing sebesar 2 juta ton per tahun, dengan target produksi pada 2014. Lalu, ada PT Delta Prima Steel (Tanah Laut, Kalsel), dengan nilai investasi US$ 40 juta dan kapasitas produksi 100 ribu ton per tahun. Ditargetkan berproduksi pada tahun 2012, kebutuhan bijih besi dan batu baranya masing-masing 200 ribu ton per tahun.

Investasi besar selanjutnya adalah PT Semeru Surya Steel (Tanah Laut, Kalsel), dengan kapasitas produksi 150 ribu ton per tahun, dengan nilai investasi sebesar US$ 40 juta. Usaha ini akan berproduksi tahun 2012, dengan kebutuhan bijih besi dan kokas masing-masing sebesar 450 ribu ton. Kemudian, ada Mandan Steel (Tanah Bumbu, Kalsel), dengan kapasitas produksi 2 juta ton pig iron per tahun dan nilai investasi sebesar US$ 220 juta, yang akan berproduksi pada tahun 2012. Kebutuhan bijih besi dan batubara di investasi ini masing-masing sebesar 5 juta ton per tahun.

Yang terakhir adalah PT Indoferro (Cilegon, Banten), dengan kapasitas produksi 150 ribu ton per tahun, dengan nilai investasi sebesar US$ 480 juta, yang akan berproduksi tahun 2012. Kebutuhan bijih besi dan kokasnya masing-masing sebesar 4 juta ton per tahun. Untuk investasi ini, disebutkan pada tahap pertamanya akan dibangun fasilitas blast furnace untuk memproduksi pig iron, dengan kapasitas 2 juta ton per tahun.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…