Doing Business di Indonesia 2012 - Proses Perizinan Usaha Sudah Berkurang 13 Hari

NERACA

 

Jakarta – Beberapa kota di Indonesia sudah melakukan reformasi birokrasi pada pelayanan perizinan usaha di daerahnya masing-masing. Pada laporan Doing Business pertama pada 2010 yang dilakukan di 14 kota di seluruh Indonesia dibanding pada laporan pada tahun ini, sudah ada perubahan menarik di 14 kota yang sebelumnya disurvei.

“Kalau dulu di sana biaya (perizinan) mahal dan waktu (pengurusan izin) lama, pada saat ini sudah berkurang,” kata Sandra Pranoto, Operation Officer Investment – Climate International Finance Corporation (IFC), ketika membuka presentasi laporan Doing Business di Indonesia 2012 di hadapan para wartawan di Jakarta, Senin (11/6).

Menurut Sandra, secara rata-rata keseluruhan dari 14 kota itu, waktu proses perizinan sudah berkurang selama 13 hari dan biaya perizinan berkurang sampai 20%-nya. Doing Business di Indonesia 2012 sendiri adalah proyek Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan) bekerja sama dengan International Finance Corporation (IFC) dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), dan ini yang kedua setelah mereka melakukannya pada 2010 lalu. Pada survei tahun ini mereka melakukannya di 20 kota terpilih di Indonesia. Kota-kota itu dianggap memiliki perekonomian terbesar dan penduduk terbanyak di Indonesia.

Ke-14 kota pertama adalah yang sudah pernah diikutsertakan dalam survei tahun 2010, yaitu: Balikpapan, Banda Aceh, Bandung, Denpasar, Jakarta, Makassar, Manado, Palangkaraya, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Surakarta, dan Yogyakarta; dan keenam sisanya adalah kota-kota yang baru disurvei pada tahun ini, yaitu: Batam, Gorontalo, Jambi, Mataram, Medan, dan Pontianak.

Doing Business mengkaji peraturan usaha dari sudut pandang usaha dalam negeri skala kecil hingga menengah. Jakarta yang mewakili Indonesia dalam laporan tahunan Doing Business, yang membandingkan praktek-praktek kebijakan perekonomian di 183 negara di dunia. Namun, jika yang dilihat adalah kota-kota di Indonesia, maka peraturan dan praktek-prakteknya berbeda antara satu sama lain.

Karena sudah pernah dilakukan pada 2010, maka laporan Doing Business tahun ini lebih ingin memperbaharui informasi yang terjadi pada 2010 dan merekam kemajuan-kemajuan yang tercapai dalam penyelenggaraan reformasi-reformasi usaha. Indikator yang dilihat dalam survei ada tiga (masih sama dengan tahun 2010) yaitu mendirikan usaha, mengurus izin-izin mendirikan bangunan, dan mendaftarkan properti. “Yang diukur dalam survei ini ada tiga, prosedur, waktu, dan biaya,” lanjut Sandra.

Yogyakarta Terbaik

Dalam laporan Doing Business 2012 ini, kota Yogyakarta disebut sebagai kota yang sangat memberikan kemudahan kepada para pengusaha untuk memulai dan menjalankan usahanya di sana. “Yogyakarta (adalah) kota yang konsisten di papan atas dalam peringkat kemudahan berusaha di Indonesia,” kata Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).

Yogyakarta berada pada peringkat pertama dalam hal kemudahan mendirikan usaha, peringkat kelima dalam hal kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), dan peringkat keenam dalam hal kemudahan mendaftarkan properti. Dengan Yogyakarta bisa mencatatkan dirinya dalam peringkat sepuluh besar dalam semua indikator yang ada, maka kota itu bisa disebut sebagai kota dengan pelayanan perizinan terbaik di Indonesia.

Kemudian, kinerja terbaik kota Yogyakarta juga dapat dilihat jumlah prosedur di sana dalam mengurus izin-izin mendirikan usaha, yaitu tujuh prosedur. Bahkan ini termasuk dalam peringkat keempat di dunia jika dibandingkan dengan 183 negara lainnya di dunia yang juga diikutsertakan dalam riset Doing Business tersebut.

Yogyakarta berhasil mempertahankan posisinya di jajaran kota-kota terdepan di Indonesia dalam hal pelayanan perizinan usaha adalah karena Yogya konsisten melakukan reformasi birokrasinya dan ia memiliki sosok kepala daerah yang kuat. “Kepala daerah harus bisa meyakinkan para SKPD-nya untuk mau melaksanakan kewenangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) agar bekerja optimal, sedangkan kalau kepala daerah lemah dan tidak mendukung maka tidak akan jalan kemana-mana,” lanjut Robert.

Bapak Herry Zudianto, walikota Yogyakarta, disebut sudah mempersiapkan pendirian PTSP selama empat tahun, yaitu dari 2001 sejak ia terpilih dan PTSP di Yogyakarta baru berdiri pada periode kedua kepemimpinannya yaitu pada tahun 2005. “Bapak Herry latar belakangnya adalah pengusaha, yang ketika mengurus izin mendirikan usaha itu susah, jadi ketika dia terpilih jadi walikota, dia ingin “balas dendam” di mana ia ingin mereformasi birokrasi perizinan pendirian usaha (agar) jadi mudah,” jelas Sigit Murwito, salah satu anggota tim riset Doing Business 2012 dari KPPOD.

Kemudian, kota yang tidak begitu memberikan kemudahan dalam perizinan usaha di Indonesia adalah kota Manado. Kota ini berada pada peringkat 20 dalam kemudahan hal mendirikan usaha, peringkat 18 dalam kemudahan dalam mengurus izin mendirikan bangunan, dan peringkat 15 dalam hal kemudahan mendaftarkan properti.

Biaya dan Prosedur

Dalam jumlah hari untuk mendaftarkan properti (tanah dan bangunan), Manado memang kinerjanya paling baik dalam jumlah hari mendaftarkan properti, yakni hanya dalam 12 hari, namun indikator penilaiannya mengapa kota itu bisa berada di papan bawah tidak hanya itu, tapi juga dilihat dari biaya dan prosedur juga. “Manado paling mahal untuk biaya pendaftaran tanah yaitu 11,02% dari nilai properti, dan jumlah hari pengurusan yang cepat tidak cukup membantunya untuk berada di peringkat yang bagus,” jelas Robert.

Kemudian Robert juga menjelaskan bahwa ketika dia melakukan kunjungan ke kota tersebut, aura perubahan atau reformasi birokrasinya tidak terasa. “Ketika saya ke sana, untuk bertemu pemimpin daerahnya pun susah jadi tidak bisa berdiskusi. Selain itu, alasan teknis juga ada, yaitu setelah pengumpulan data sebenarnya setiap kota itu diberikan hak sanggah terhadap hasil survei, dan satu-satunya yang tidak menyampaikan (hak sanggah) adalah Manado,” tutur Robert.

Selain itu, Manado juga menerapkan beberapa peraturan yang sebenarnya tidak diatur pemerintah pusat, yaitu pengusaha yang ingin membangun usaha di sana harus membayar biaya fiskal dan memenuhi persyaratan izin gangguan (HO). Kota itu juga masih menerapkan peraturan yang sebenarnya sudah dihapus pemerintah pusat, seperti misalnya pengusaha harus menyertakan surat keterangan domisili jika ingin mendirikan usaha.

“Saya pernah bertanya pada Pemerintah Daerah (Pemda) Manado, kenapa masih mengambil retribusi dari biaya fiskal, alasan mereka adalah karena penerimaan yang diterima dari biaya fiskal cukup tinggi dan PAD-nya bisa naik,” jelas Robert.

Padahal Yogyakarta yang sudah melakukan PTSP dengan baik, kemudian tidak menerapkan persyaratan yang rumit, serta tidak memungut biaya yang besar untuk pendirian usaha, malah jumlah pengurusan izin dan realisasi pengurusan izinnya terus bertambah. “Yogya sudah membebaskan biaya SIUP dan TDP (kepada pengusaha), PAD Yogya malah meningkat 7% - 8% setiap tahunnya. Malah ada multified effect yaitu dengan mudahnya pengurusan izin-izin terkait dengan pariwisata (seperti hotel dan restoran), maka izinnya juga meningkat. Dan setelah itu beroperasi (akan) ada pajaknya dari mereka yang menyumbang 25% - 30% dari jumlah PAD Yogya,” jelas Sigit.

Maka dari itu untuk mempermudah pelayanan perizinan usaha, efektifitas PTSP memang perlu ditingkatkan. “PTSP membuat segala proses menjadi ringkas untuk internal birokrasi dan masyarakat,” kata Robert.

Praktik progresif PTSP yaitu hal ini diarahkan sebagai titik tunggal penggabungan kewenangan izin, kemudian skala kewenangan penuh (yakni fungsi kebijakan dan administrasi berawal, berproses, dan berakhir di satu tempat, dan terakhir harus ada dukungan dari kapasitas organisasional (IT, SDM, aparatur, dll.). Dan Yogyakarta sudah melaksanakan ketiganya, maka itu ia pantas menjadi kota terdepan dalam pelayanan perizinan usaha, bahkan Jakarta saja masih belum menyamainya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…