Kadin: Penurunan Ekspor Akibat Kebijakan Pemerintah Tumpang Tindih

NERACA

Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa penurunan kinerja ekspor Indonesia bukan disebabkan adanya krisis global, tapi akibat kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah banyak yang berubah-ubah dan tumpang tindih. Koordinasi antara pemerintah dan pengusaha nasional saat ini juga masih kurang, dan pemerintah terkadang tidak melibatkan pengusaha.

Anggota Lembaga Pengkajian Peneliti dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Ina Primiana mengatakan, kondisi tersebut bisa menghambat investasi di dalam negeri. “Orang mau investasi kadang agak takut karena kebijakan yang berubah,” ujarnya di Menara Kadin, akhir pekan kemarin (8/6).

Ina juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan industri rapuh karena tingginya impor bahan baku dan barang modal, misalnya pada periode Januari-Oktober 2011 impor bahan baku/penolong mencapai 74,29%, barang modal 18,03% dan barang konsumsi 7,68%. "Pada Oktober 2011, impor barang konsumsi Indonesia mencapai 11,2 miliar dolar atau sekitar Rp100 triliun, padahal bila dibelanjakan untuk produksi dalam negeri dapat memberdayakan industri dalam negeri," jelasnya.

Bea Masuk Rendah

Dia juga mencatat beberapa pemicu penurunan ekspor Indonesia seperti Indonesia adalah satu-satunya negara ASEAN yang mengalami defisit perdagangan dengan China dalam skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dan terus membesar hingga 2012. "Selain itu, bea masuk Indonesia juga liberal, rata-rata tarif masuk Indonesia adalah 6,6%, jauh di bawah Korea Selatan yaitu 12,1%, Brazil 13,7%, India 13% maupun China 9,1%," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan, pemerintah membuat kebijakan sendiri tanpa koordinasi dengan pengusaha. Dia juga mengeluhkan bahwa dalam melakukan hilirisasi peraturan yang dikeluarkan pemerintah kurang dibicarakan lebih dulu dengan pengusaha.

Contohnya, Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral 9ESDM) No. 7/2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral yang telah membuat pengusaha susah dan terhambat dalam menjalankan usahanya. “Aturan yang ditetapkan Dirjen minerba setiap saat berubah, misalnya penetapan clean and clear, proses untuk mendapat eksportir terdaftar, proses penetapan untuk mendapatkan kuota ekspor, proses pendirian industri pengolahan dan pemurnian sampai kepemilikan saham asing di industri," terang Natsir.

Menurut dia, sudah satu bulan sejak diberlakukan Permen ESDM No. 7/2012 tersebut terjadi stagnasi di lapangan. "Anggota Kadin tidak melakukan aktivitas di lapangan, kerugian pengusaha sudah mencapai sekitar Rp1 triliun, belum termasuk kerugian pemerintah dari pajak daerah dan nasional diakibatkan stagnasi tersebut, padahal masa puasa dan Lebaran sudah dekat," ujarnya.

Supply dan Demand

Pada dasarnya, industri dalam negeri berpeluang untuk menghasilkan barang substitusi impor melalui program hilirisasi dengan memberikan nilai tambah terhadap produk. Namun, hal itu diperlukan juga adanya peta produk yang berisi supply dan demand pasar, hingga hambatan apa saja yang dihadapi oleh produk industri nasional.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan (BPPKP) Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, Kementerian Perdagangan sudah melakukan pemetaan produk dan mengkaji pasar. Dia mengatakan, kinerja ekspor manufaktur nasional bisa naik 35% apabila dilakukan program hilirisasi industri berbasis sumber daya alam.

"Impor bahan baku Indonesia mencapai 40-45% dari total impor, sedangkan 65% ekspor Indonesia masih berupa bahan mentah, padahal bahan mentah itu dapat diolah di dalam negeri sebagai barang substitusi impor," terangnya.

Kondisi tersebut menurut Bachrul, didukung dengan peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia yang menurut Bank Dunia berjumlah 50% dari total populasi Indonesia. "Masyarakat kelas menengah menginginkan produk konsumsi impor, misalnya pada 2010, nilai impor jasa kesehatan adalah US$1,5 miliar, sayang sekali bila hilirisasi tidak dilakukan dalam industri tersebut," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…