Kinerja Ekspor Terus Melambat - April 2012, Neraca Perdagangan Indonesia Defisit US$641,1 Juta

NERACA

 

Jakarta - Seperti yang pernah diungkapkan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi bahwa fenomena perlambatan pada kinerja ekspor, selain akibat pengaruh krisis global yang mengakibatkan turunnya permintaan luar negeri, tapi faktor lainnya merupakan siklus tahunan yang pada umumnya terjadi pada kuartal I dan kuartal II.

Penurunan kinerja ekspor nasional tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor April tahun 2012 hanya sebesar US$15,98 miliar, turun 3,46% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Jika dibanding bulan sebelumnya, ekspor April juga turun 7,36%. Hal ini mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia pada April tahun 2012 mengalami defisit mencapai US$641,1 juta.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, bahwa defisit neraca perdagangan pertama kalinya terjadi setelah Juli 2010. Menurut dia, defisit perdagangan ini disebabkan penurunan permintaan dunia terutama batubara dan CPO (Crude Palm Oil) serta produk turunannya.

"Kalau batu bara itu tergantung musim aja, kalau musim semi tidak perlu pemanas. Kalau CPO itu mungkin karena permintaan dunia dari produk turunan CPO melemah, dan ini menyebabkan CPO yang biasanya banyak diimpor ke India dan China itu turun," ujarnya di kantor BPS, Jum’at (1/6).

Sementara, nilai impor Indonesia pada April 2012 sebesar US$16,62 miliar atau naik 1,82%. Sedangkan pada Maret 2012 sebesar US$16,33 miliar jika dibandingkan dengan impor April 2011 sebesar US$14,89 miliar atau naik 11,65%.

Secara kumulatif, nilai ekspor kuartal I 2012 mencapai US$64,5 miliar. Jumlah ini naik 4,13% dibanding periode yang sama tahun 2011. Sedangkan kumulatif nilai impor mencapai US$62,37 miliar atau naik 16,18% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$41,34 miliar.

Namun baru kali ini, nilai impor asal Thailand pada April 2012 meningkat, hingga menggeser posisi AS dari tiga besar negara pengimpor ke Indonesia. Impor ini terutama berupa kendaraan bermotor. "Thailand ini mengalahkan AS karena ada impor kendaraan, mesin-mesin, dan gula," ujar Suryamin.

Menurut Direktur Statistik Distribusi BPS Satwiko Darmesto, tingginya impor kendaraan bermotor ini karena pabriknya yang berada di Thailand. "Karena perusahaan-perusahaan otomotif seperti Astra itu kan produksinya banyak disana, kemudian diimpor kesini," ujarnya.

Target Sulit Dicapai

Dengan melihat tren penurunan ekspor dan meningkatnya impor, target ekspor sebesar US$230 miliar sulit akan tercapai. Dia memperkirakan, nilai ekspor hingga akhir tahun hanya mencapai US$200 miliar.  "Kalau melihat data dalam 4 bulan ini kan total ekspor US$65 miliar, kali tiga ya enggak sampai US$200 miliar. Jadi kalau targetnya US$230 miliar pasti tidak akan tercapai. Tapi kalau US$203 miliar seperti tahun kemarin mudah-mudahan bisa," terang Satwiko.

Tapi, lanjut dia, harus dilihat juga perkembangannya, karena defisit perdagangan pada bulan April juga pernah terjadi di tahun 2008, mengingat pada tahun tersebut akibat dari krisis global. “Hal ini perlu diperhatikan, apakah memang ada penurunan di bulan Mei dan Juni nanti lalu naik lagi, tapi kalau lihat perkembangannya, AS sudah mulai baik. Tinggal Eropa ini yang kita tunggu perkembangannya," katanya.

Di samping itu, terjadinya fenomena pelemahan nilai tukar rupiah, namun belum sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Nilai rupiah yang melemah justru dapat membuat ekspor Indonesia semakin murah dan langsung mempengaruhi pertumbuhan ekspor.

Nilai Tukar Rupiah

Direktur Statistik Harga BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah pada satu sisi memiliki dampak positif. "Bagus juga untuk mengurangi impor. Misalnya karena rupiah melemah, jeruk China akan naik harganya maka kita akan memilih jeruk lokal," ujarnya.

Namun di sisi lain, penurunan rupiah berpotensi mendongkrak faktor inflasi dari barang impor. "Barang-barang impor kita masih banyak barang baku, tetapi barang konsumsi juga banyak itu yang nanti kalau inflasi mengukur barang konsumsi. Jadi dia mempengaruhi barang konsumsi itu," jelas Sasmito.

Menurut dia, sikap Bank Indonesia (BI) untuk tidak terlalu ketat menjaga pergerakan nilai tukar rupiah adalah pertimbangan yang cukup tepat. Tujuannya, supaya neraca perdagangan tidak terganggu. "Maka mungkin BI tidak menjaga kurs karena nanti impor akan tinggi dan ekspor susah. Tetap harus dilepas, tapi terkendali. Jangan tiba-tiba ditahan di 9.000-an, itu merugikan kita juga," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…