BPJS Kelola Dana Masyarakat Dalam Jumlah Besar - KPK Diminta Awasi Dana Iuran Jaminan Sosial

NERACA

Jakarta – Dana Iuran Jaminan Sosial Harus Diawasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dana masyarakat ini sangat luar biasa besar maka harus diawasi KPK sehingga potensi fraud (penipuan) jadi berkurang.

Banyak yang masih mengkhawatirkan asuransi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebesar Rp 27.000 untuk seluruh warga Indonesia. Sebabnya jumlah Rp 27.000 itu jika dikalikan dengan penduduk Indonesia yang berjumlah ratusan juta, bernilai triliunan.

“Pengelolaan dana iuran jaminan sosial nasional harus diawasi oleh KPK untuk meminimalisir potensi kecurangan,” ujar Peneliti Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Muttaqien di Jakarta, Rabu.

Menurut Muttaqien, dengan diberlakukan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka akan terkumpul dana yang luar biasa besar. Sementara, banyak pihak yang akan berupaya mencari celah agar bisa memanfaatkan dana iuran jaminan sosial tersebut.

Dia menambahkan, ada banyak penipuan yang harus diwaspadai seperti para supplier obat yang mempengaruhi PT Askes agar pengutamakan penggunaan obat tertentu, atau pasien yang memalsukan identitas agar terdaftar menjadi anggota penerima bantuan iuran. “Bahkan dokter pun bisa melakukan kecurangan dengan meresepkan obat yang tidak perlu,” tandasnya.

Muttaqien juga mengungkapkan bahwa seperti biasanya, hal ini bisa memancing koruptor bermain di dalamnya. Untuk itu timbul niatan turut menggandeng KPK dalam SJSN. “Pengawasan bisa dilakukan KPK sehingga potensi (korupsi) bisa berkurang. Harus diawasi KPK karena menyangkut kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Hal yang hampir sama disampaikan oleh Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri. Dia mengaku telah mengajak agar masyarakat secara bersama-sama melakukan pengawasan terhadap pembayaran premi asuransi sosial ini.

“Kita awasi sama-sama. Ini harus diawasi banyak pihak kita juga bentuk BJSN yang bertugas memonitoring BPJS dan melaporkannya ke presiden,” paparnya.

Usman menjelaskan, SJSN adalah program pemerintah yang telah ditetapkan di UU no 24 Tahun 2011. Untuk menyelenggarakan SJSN pemerintah juga membentuk Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) sehingga nanti semua orang yang punya kebutuhan dasar kesehatan seperti pengobatan penyakit kronis, mengalami kecelakaan, dan lainnya bisa ditangani secara gratis. “Diharapkan dengan adanya program ini akan adanya perlindungan dan kesejahteraan sosial dan program ini akan dilaksanakan 2014 mendatang,” tambahnya.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Haris E. Santoso mengatakan perintah pembuatan peraturan pelaksana dari UU No 40 / 2004 tentang SJSN dan UU No 24 / 2011 tentang BPJS terlalu banyak. Maka itu ini akan disederhanakan kembali.

Ia mencontohkan UU SJSN memerintahkan dibuat 11 peraturan pemerintah (PP) dan 10 peraturan presiden (Perpres) sebagai peraturan pelaksana. Sedangkan UU BPJS meminta 8 PP dan 6 perpres. “Pemerintah sepakat bahwa peraturan pelaksana tersebut bisa disederhanakan,” kata Haris.

Menurutnya, sebagai tahap awal, untuk peraturan pelaksana UU SJSN akan disederhanakan menjadi tiga PP dan satu Perpres. Untuk PP yang dibuat yaitu PP yang mengatur jaminan kematian, kecelakanan kerja dan jaminan hari tua, PP Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan PP Pengelolaan Dana. Sedangkan terkait tata laksana jaminan kesehatan dari UU SJSN akan dibuatkan dalam Perpres.

Perkuat Infrastruktur

Sebelumnya, Pemerintah akan menggelontorkan dana Rp1 triliun untuk memperkuat infrastruktur BPJS Kesehatan sebagai pelaksana Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dana tersebut akan menggunakan dana APBNP 2012 sebesar Rp 1 Trilun.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (Menko Kesra), Agung Laksono, penguatan infrastruktur yang dimaksud adalah untuk perbaikan puskesmas, pembangunan sarana kesehatan pada lokasi yang belum ada sarana, penguatan SDM dan lain-lain.

Pemberian dana tersebut merupakan pelaksanaan dari prinsip SJSN yang menyebutkan proses persiapan pelaksanaan SJSN dan kesiapan BPJS tidak boleh mengambil uang dari peserta. “Biaya persiapan akan terus dibiayai pemerintah. Kalau kurang nanti tahun berikutnya bisa kita tambah,” kata Menko Kesra.

Menurutnya, alokasi bantuan dana persiapan infrastruktur merupakan dana yang digunakan di luar bantuan modal awal BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja. Masing-masing senilai Rp2 triliun. ”Dana ini untuk modal operasional awal pada masing-masing BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…