Pesawat China Lengserkan Dirut Merpati? - KEMENTERIAN BUMN vs MANAJEMEN PT MNA

Jakarta – Pencopotan Sardjono Jhony Tjitrokusumo, dari posisi Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) dan digantikan Rudy Setyopurnomo memang memunculkan banyak spekulasi. Namun kebijakan pertama Rudy yang menunda semua pembelian pesawat seakan mengkonfirmasi penyebab pencopotan tersebut.

NERACA

Seusai dilantik di kantor Kementerian BUMN, Senin (14/5), Rudy menyatakan, Merpati Nusantara Airlines (MNA) menunda semua pembelian pesawat. Alasannya, saat ini tingkat isi pesawat masih rendah, masih di bawah 80%. Transaksi pembelian akan dilanjutkan saat tingkat keterisian pesawat Merpati di atas 80%.

Sebagai langkah awal, Rudy ingin membereskan pelayanan pemesanan tiket dan marketing. “Kalau teknik dan operasi baik dan akan ditingkatkan mempunyai license (lisensi) dari Eropa,” kata Rudy.

Sebenarnya, pada 2011 lalu, Merpati mengalami kerugian hingga Rp 750 miliar. Pada kuartal pertama tahun 2012, Merpati kembali menelan rugi sampai Rp 250 miliar, dan sepanjang bulan April 2012 saja kerugian Merpati bertambah Rp 106 miliar.

Namun penundaan pembelian ini terasa aneh, lantaran transaksi pembelian 40 pesawat jet ARJ 21-700 senilai total US$1,2 miliar baru saja dilakukan pada Februari 2012 lalu. Harga satu unit pesawat pesawat buatan China dengan 100 tempat duduk ini senilai US$30 juta sehingga totalnya mencapai US$1,2 miliar. Transaksi ini dibiayai perusahaan pembiayaan asal China, saat ini perbankan China sudah memberikan komitmen pendanaannya.

“MoU ini akan menjadi kontrak pembelian pada tiga bulan ke depan setelah mendapat kepastian pembiayaan dari leasor (perusahaan pembiayaan). Sementara ini, leasornya dari perbankan China,” jelas Jhony saat menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC), juga AVIC International Holding Corporation, dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Saat itu Jhony beralasan, pesawat buatan China dipilih karena pabrikan ARJ ini mau menyerahkan 40% komponen pesawatnya dari PT DI. Sementara Boeing dan Airbus tak jadi pilihan, karena antreannya panjang, sejumlah maskapai lainnya termasuk maskapai Tanah Air, sudah memesan armada hingga 2020. “Kalau kami beli Boeing dan Airbus, antriannya panjang, bisa-bisa kami baru dapat pesawat setelah 2020,” jelasnya dahulu.

Rencana MNA memang menuai tentangan luas. Salah satunya dari Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRES) Marwan Batubara. Ketika dihubungi lewat telepon, kemarin, Marwan mengatakan pembelian pesawat dari Cina merupakan suatu blunder perusahaan. Menurut Dia, pesawat jet ARJ 21-700 buatan Comac ini masih dalam pengembangan dan belum teruji. “Yang pesen saja kebanyakan baru dari China sendiri, yang dari luar China hanya Myanmar dan Indonesia. Itu berarti pesawatnya belum teruji benar dan belum jelas kualitasnya,” ujarnya.

Marwan benar. Pembelian pesawat baru harusnya mempertimbangkan faktor keamanan secara optimal. Hal ini diukur antara lain dengan sertifikat laik terbang dan daftar negara pembeli. Hingga Agustus 2011, tak satu pun sertifikat kelayakan dan keamanan terbang yang  diraih oleh ARJ21-700. Pada Agustus 2011, situs Flightglobal.com melaporkan bahwa penyerahan pertama AJR21-700 akan tertunda setahun karena berbagai problem pada saat pengetesan.

Data wikipedia tahun 2012 juga memperlihatkan, jumlah ARJ21-700 yang telah dipesan mencapai 309 pesawat dengan opsi tambahan 20 pesawat. Namun belum ada satu pesawat pun yang telah beroperasi secara komersial. Yang ada hanyalah 6 pesawat yang sedang menjalani berbagai pengetesan. Dari 329 pesawat yang dipesan pun, hanya 3 perusahaan pemesan yang berasal dari luar China yaitu Merpati (40), Merukh Enterprise (9) dan Myanmar (hanya 2).

Kendati demikian, Marwan menolak kalau pergantian ini terkait masalah pembelian pesawat dari Cina. Menurut Dia, mereka berdua hanyalah orang yang menjalankan suatu agenda dari Merpati sendiri. “Soal siapa yang mundur dan siapa yang maju, itu hanya meneruskan suatu agenda perusahaan,” ujarnya.

Senada dengan Marwan, Suharto Abdulmadjid, Dosen Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti menegaskan, pergantian dirut MNA lebih kencang unsur politiknya. “Saya lihat pergantian lebih ke politik. Karena Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, dan pelaku bisnis, masing-masing punya kepentingan,” ujarnya, Senin.

Hindari Intervensi

Dia menilai, ada empat poin meminimalisir Merpati dari kepentingan politik. Yaitu, pemerintah jangan terlalu banyak campur tangan, cukup pembinaan saja. Merpati harus dikelola secara swasta, segera dilakukan restrukturisasi dan efisiensi besar-besaran, serta lakukan reward and punishment.

“Karyawan tidak produktif harus dipecat. Pola manajemen Garuda Indonesia harus diterapkan di Merpati. Sejak dipegang Indra Setiawan periode 2002-2005, dilakukan penyehatan internal supaya fondasi kuat. Terus, tahun 2005 dipegang Emirsyah Satar diteruskan dengan program efisiensi dan quantum leap. Alhasil, tahun 2007 petik untung dan 2011 go public,” tegas dia.

Terkait kinerja, dirinya menekankan pembenahan internal Merpati harus dilakukan besar-besaran, seperti performance buruk dan laporan keuangan yang tak sehat. Pasalnya, masalah Merpati ini sudah klasik dan mengakar. Oleh karena itu, jika sungguh-sungguh dibenahi, minimal, empat tahun ke depan sudah pulih.

“Setelah internal beres dibenahi, barulah ke luar,” tukasnya. Suharto memperingatkan, jika tidak dilakukan restrukturisasi dan efisiensi, sebagus apapun direktur utamanya, tidak akan berpengaruh alias percuma saja.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…