Kisruh Pajak Ekspor Mineral

Oleh: Munib Ansori

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Para pengusaha mineral dan tambang kini tengah berkeringat dingin menunggu datangnya kebijakan baru berupa pemberlakuan pajak ekspor atau bea keluar (BK) yang rencananya bakal diberlakukan pemerintah mulai 6 Mei ini. Keringat dingin bercucuran karena ketentuan fiskal itu dinilai sangat memberatkan mereka yang selama ini aktif bergerak dalam jejaring eksportir tambang dan mineral mentah.

Kendati masih simpang siur mengenai besaran pajak dan jenis produk mineral yang akan kena bea keluar, namun dari 14 komoditas tambang, agaknya pemerintah telah menetapkan paling tidak akan mengenakan kebijakan itu pada lima jenis komoditas bahan baku mineral terlebih dahulu, yakni komoditas nikel, tembaga, iron ore, iron sand, dan bauksit.

Memang, siapapun pemangku kepentingan hilirisasi industri tambang niscaya sepakat dengan niat baik pemerintah melakukan upaya peningkatan nilai tambah dan mengerem laju ekspor di sektor ini. Dalam jangka panjang dampaknya terhadap industri nasional dinilai dapat memacu hilirisasi, meningkatkan produktivitas, dan penerimaan pajak badan.

Namun, niat baik itu tidak serta-merta baik untuk dilaksanakan, mengingat beban yang saat ini telah ditanggung perusahaan tambang secara rata-rata lebih dari 30% dari penerimaan kotor perusahaan. Jika kebijakan ini diberlakukan, apalagi dengan besaran tarif yang  berkisar antara 20-50%, maka sudah pasti pengusaha bijih mineral akan kelabakan.

Padahal berbagai komoditas merupakan salah satu penyumbang nilai ekspor terbesar di sektor non-migas. Lebih-lebih kebijakan ini jangan sampai bertentangan dengan UU No. 4/2009 pasal 169 ayat c yang mengamanatkan penerimaan negara tidak boleh turun.

Di sisi investasi, penetapan pajak ekspor ini tidak boleh juga mengganggu iklim investasi di Indonesia yang dapat berakibat menurunnya investasi dari luar. Untuk itu, dalam hal penetapan besaran BK, pemerintah mesti melakukan kajian komprehensif terhadap beban fiskal perusahaan tambang, termasuk risiko jangka pendek penerimaan ekspor dan risiko kerugian perusahaan tambang.

Dalam konteks ini, pemerintah memang mesti lebih bijaksana. UU Minerba yang menugaskan adanya industrialisasi atau pemurnian (smelting) dari bahan baku mineral di akhir 2014 nanti mesti mesti realistis. Meskipun pemerintah mengaku telah menerima 50 aplikasi proposal untuk membuat smelter investor dari perusahaan konsesi tambang, namun apakah teknis pembuatan smelter ini akan mampu dikebut secara efektif?

Selain itu, kebijakan pajak ekspor ini akan dipilah antara batu bara dan non batu bara. Pemerintah beralasan, dalam Kontrak Karya (KK) batu bara, ada kewajiban fiskal yang harus dibayar. Sedangkan di luar urusan KK, ada kewajiban pasokan domestik atau DMO (domestic market obligation) bagi produsen batu bara. Padahal, sejauh ini pengusaha lokal memang jor-joran mendahulukan ekspor ketimbang pemenuhan DMO. Sehingga, tidak berlakunya instrumen fiskal ini untuk ekspor batu bara menjadi kebijakan aneh dan patut dipertanyakan.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…