BNI Naik Peringkat Dari AA ke AA+

NERACA

Jakarta – Kesuksesan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dalam melaksanakan penawaran saham terbatas (right issue) diakhir tahun lalu, kini membuahkan hasil. Dimana lembaga rating Fitch Rating telah menaikkan peringkat PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNII) dari AA ke AA+. Hal tersebut terjadi karena dukungan yang kuat oleh negara kepada BNI.

Selain itu, pemerintah secara bertahap meningkatkan profil kredit yang tercermin dengan perubahan outlook yang positif pada peringkatnya di Indonesia. Hal tersebut juga terlihat pada perubahan outlook terbaru yang positif di bank jangka panjang.

"Dalam pandangan pemegang saham bank yang mayoritas pemegangnya adalah pemerintah dan posisinya sebagai bank di Indonesia keempat terbesar dari segi aset, Fitch percaya bahwa negara merupakan salah satu faktor pendukung untuk pencapaian tersebut," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (15/3).

Dia menjelaskan, kapasitas yang berdaulat untuk mendukung BNI, tingkat kepemilikan pemerintah, dan kemampuan bank telah mempertahankan waralaba yang cukup besar perusahaan pertimbangan penting bagi masa depan.

Manajemen berinisiatif untuk memperkuat waralaba bank dan operasi sehingga meningkatkan kinerja bank, meskipun dari basis yang rendah. Imbal hasil atas aktiva bank meningkat menjadi 1,8% pada sembilan bulan pertama di 2010 dari tahun sebelumnya yang hanya 1,2%. Hal tersebut akibat meningkatnya pendapatan non-bunga bersih dan karena ketentuan yang lebih rendah. "BNI rasio NPL menurun menjadi 4,3% di sembilan bulan pertama 2010 dari 4,7 % dibandingkan periode yang sama pada tahun 2009," ungkapnya.

Adapun peringkat BNI adalah sebagai berikut, untuk peringkat mata uang asing jangka panjang peringkatnya BB+ dengan outlook positif. Untuk penerbitan surat utang dengan mata uang asing jangka pendek peringkatnya B, Untuk mata uang lokal peringkatnya BB+ dengan outlook positif. Rating jangka panjang nasional peringkatnya AA+ dengan outlook stabil, Rating individual peringkatnya C/D.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mendapatkan dana segar dari hasil penawaran umum saham terbatas (right issue) BBNI sebesar Rp 741 miliar. Dana tersebut sudah disetorkan ke kas negara pada 23 Desember 2010.

Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi Achiran Pandu Djajanto mengatakan, pada 23 Desember 2010 itu, rights issue BNI sudah selesai semua dan sudah clear dan bisa menghasilkan Rp 741 miliar dengan jumlah saham right-nya sebanyak 2,54 miliar lembar saham. “Dana yang didapatkan right issue BNI akan segera masuk dalam kas negara,”katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/12).

Dana hasil right issue BBNI sebesar Rp 741 miliar telah dimasukan ke kas negara dalam hal ini rekening pembendaharaan negara. Hasil right issue ini merupakan harga rights issue pemerintah di posisi Rp 3.400. “Awalnya harga rights issue BNI itu di Rp 3.100, nah untuk pemerintah itu di posisi Rp 3.400. Kemudian yang Rp 300 dari 2,54 miliar lembar saham yang dilepas itu masuk ke kas negara dan sudah disetorkan,” ungkapnya.

Semester I/2010, BNI membukukan pendapatan bunga bersih sebesar Rp 6,13 triliun atau meningkatkan 10% dibanding yang dibukukan pada semester I/2009 sebesar Rp 5,60 triliun. Ditambah dengan kenaikan fee income sebesar 48% dari Rp 2,10 triliun menjadi Rp 3,12 triliun. Disamping itu, sampai dengan Juni 2010, BNI mampu mencapai recovery atas NPL sebesar Rp 849 miliar. 

Sementara itu, laba sebelum pencadangan naik 12% dari Rp 4,20 triliun menjadi Rp 4,73 triliun. Pencadangan (provisi) turun sebesar 16% dari Rp 2,59 triliun menjadi Rp 2,19 triliun. Setelah perhitungan pajak, laba bersih BNI pada semester I/2010 mencapai Rp 1,93 triliun atau meningkat 61% dibandingkan semester I/2009 yang sebesar Rp 1,20 triliun. Demikian pula dengan laba bersih per lembar saham yang naik 61% dari Rp 79 menjadi Rp 127

Aset tumbuh 11%

Aset BNI hingga semester I/2010 mengalami pertumbuhan sebesar 11% menjadi Rp 225,49 triliun dibanding posisi pada semester I/2009 yang sebesar Rp 203,62 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) naik 10% dari Rp 167,22 triliun menjadi Rp 184,20 triliun. Komposisi DPK juga membaik, yaitu 60% dana murah (tabungan dan giro) dan 40% deposito, dibandingkan komposisi pada semester I/2009, yaitu 54% berupa dana murah (tabungan dan giro) dan 46% deposito. 

Posisi pinjaman atau kredit naik dari Rp 119,86 triliun menjadi Rp 126,23 triliun. Komposisi kredit masih didominasi oleh kredit usaha kecil dan menengah (UKM) yang mencapai 41,4%, disusul oleh kredit korporasi dan internasional 39,7%, kredit konsumer 16,2% dan pembiayaan syariah sebesar 2,7%. 

Dari total kredit konsumer yang sebesar Rp 20,47 triliun masih didominasi dengan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan produk BNI Griya sebesar 49%, disusul kredit pemilikan kendaraan (BNI Oto) sebesar 24%, dan kartu kredit 13%. Untuk bisnis internasional, pertumbuhan didukung oleh pertumbuhan transaksi trade finance (ekspor dan impor) dan pengiriman uang (remittance). 

BERITA TERKAIT

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta – Mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4) sore, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup…

Anggarkan Capex Rp84 Miliar - MCAS Pacu Pertumbuhan Kendaraan Listrik

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) akan memperkuat pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV), bisnis…

Sektor Perbankan Dominasi Pasar Penerbitan Obligasi

NERACA Jakarta -Industri keuangan, seperti sektor perbankan masih akan mendominasi pasar penerbitan obligasi korporasi tahun ini. Hal tersebut disampaikan Kepala…