Imbas Industrialisasi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Melambatnya geliat ekonomi bisnis akibat corona berdampak terhadap percepatan arus mudik sebelum lebaran. Padahal, pasca lebaran nanti dan juga harapan pasca ancaman sebaran corona maka dipastikan arus balik ke perkotaan akan kembali tinggi. Padahal di era otda seharusnya mampu mereduksi migrasi. Urbanisasi akan terus saja terjadi selama pendapatan di desa lebih rendah dibanding UMR. Hal itu menguatkan argumen tentang kasus kependudukan di perkotaan.

Betapa tidak, mengacu data BPS penduduk perkotaan tahun 2010 yaitu 49,8 persen dan pada tahun 2015 menjadi 53,3 persen, di tahun 2020 diprediksi 56,7 persen dan di tahun 2035 mencapai 66,6 persen. Selain itu, data BPS per Maret 2018 jumlah penduduk miskin 25,95 juta dan 60,92 persennya atau sekitar 15,81 juta ada di desa sehingga persentase penduduk miskin di perdesaan 13,02 persen atau lebih tinggi dibanding perkotaan sebesar 7,02 persen. Data per September 2018 jumlah penduduk miskin 25,67 juta atau turun 908.400 orang dibanding pada September 2017.

Dari fakta migrasi sangatlah beralasan Jakarta tetap diserbu pendatang meski pemerintah menghimbau pendatang tidak membawa saudara ke Jakarta karena menambah persoalan baru tidak hanya aspek kependudukan tapi juga persoalan kesempatan kerja. Di satu sisi, ini ada benarnya, terutama dikaitkan realitas di Jakarta yang kian padat dan kesempatan kerja yang kian kecil, meski di sisi lain tidak bisa melarang seseorang bermigrasi karena mereka berharap mendapatkan penghidupan yang lebih baik di Jakarta atau di kota-kota perantauan lainnya. Padahal, pendatang ke Jakarta mencapai lebih 200.000 orang yang trend-nya meningkat, belum lagi di daerah penyangga seperti Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok sehingga kumulatif lebih 500.000 orang.

Hubungan

Jika dicermati, persoalan urbanisasi yang dihadapi Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia tidak bisa terlepas dari kesempatan kerja dan harapan hidup yang lebih baik. Yang menjadi persoalan yaitu daya tampung yang tidak sepadan dengan pendatang plus warga aslinya. Konsekuensi dari fenomena ini yaitu daya survive semakin redup karena persaingan semakin tinggi.

Beralasan jika pemerintah menegaskan Jakarta terbuka untuk pendatang dengan syarat memiliki skill untuk bersaing dalam kehidupan di Jakarta yang semakin berat dan juga keterbatasan peluang kerja, utamanya di sektor formal. Hal ini sejatinya adalah warning untuk mereduksi ancaman dibalik urbanisasi, apalagi migrasi diyakini akan terus meningkat. Oleh karena itu mudik awal pasca terjadi sebaran corona menjadi signal terkait manajemen kependudukan dan migrasi secara nasional. Argumen yang mendasari karena tuntutan hidup yang lebih baik kedepannya

Urbanisasi itu sendiri tidak bisa terlepas dari industrialisasi yang kini kian berkembang dan juga pembangunan sejumlah kota baru di berbagai wilayah. Ironisnya industrialisasi cenderung terfokus di daerah Jawa sementara di luar Jawa belum berkembang, kecuali untuk pertambangan. Paling tidak, ini terlihat dari data hasil survei Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Perindustrian yaitu pada tahun 2017 ada 74 kawasan industri yang luasnya 30 ribu hektar dengan identifikasi distribusi yaitu 55 kawasan industri di Jawa dengan luas 23 ribu hektar atau sekitar 76 persen sedangkan sisanya ada di luar jawa. Mengacu Peraturan Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri secara jelas menggambarkan 1 hektar kawasan industri mampu menyerap 100.000 orang sehingga target pengembangan 14 kawasan industri baru akan menyerap 900.000 orang.

Kontribusi kawasan industri terhadap sektor industri dapat menyumbang 40 persen dari total ekspor dan sekitar 60 persen investasi di sektor industri. Merujuk Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 pemerintah akan membangun 36 kawasan industri dan perluasan lahan 50 ribu hektar, sedangkan periode 2015-2019 Kementerian Perindustrian memfasilitasi pembangunan 14 kawasan industri di luar Jawa yang terdiri 7 kawasan industri di wilayah timur dan sisanya di barat. Fokus kawasan industri di Jawa adalah untuk pengembangan industri jenis tertentu sedangkan di luar Jawa terfokus untuk kawasan industri berbasis SDA dan pengolahan mineral. Konsekuensi sentralisasi industrialisasi ini tentu berpengaruh terhadap daya serap ketenagakerjaan yang mampu mereduksi urbanisasi.

Identifikasi terhadap distribusi kawasan industri tersebut ternyata masih terkonsentrasi lagi di Jawa Barat yaitu 23 kawasan dengan luas 12 ribu hektar, kemudian Banten yang terdiri 16 kawasan seluas 6 ribu hektar, dan untuk Jakarta – Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi ada 3 kawasan industri seluas 1.089 hektar. Konsekuensi dari industrialisasi ini kemudian juga berpengaruh terhadap penetapan upah. Padahal, upah merupakan salah satu persoalan pelik industrialisasi. Dari hal ini beralasan jika besaran upah minimum propinsi – kabupaten/kota (UMP - UMK) selalu memicu polemik antara kalangan buruh dan dunia usaha. Margin besaran antara UMP-UMK di daerah vs di perkotaan, termasuk di Jakarta tentu menjadi pematik maraknya kasus urbanisasi. Kesenjangan upah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya urbanisasi dan beralasan jika arus balik meningkat. 

Komitmen

Fakta dibalik tingginya urbanisasi yang dipicu oleh daya tarik upah ternyata berlawanan dengan persepsi dunia usaha dan seharusnya ini menjadi sangat menarik untuk dicermati terutama untuk mereduksi urbanisasi. Betapa tidak, dengan penetapan upah yang kian tinggi tiap tahun maka dunia usaha keberatan, apalagi dikaitkan tantangan ACFTA dan Asean Economic Community (AEC) yang menuntut kesiapan dunia usaha bisa berbenah sedari dini agar tidak kalah bersaing dengan produk-produk dari ASEAN lain.

Persoalan upah justru menjadi ancaman dunia usaha dan karenanya hal ini bertentangan dengan harapan para pendatang yang ingin memburu upah tinggi. Adanya kontradiksi ini, maka ada perbedaan persepsi yaitu para pendatang memburu upah lebih tinggi di Jakarta dan perkotaan lain, sedangkan dunia usaha justru ingin melakukan relokasi industri untuk mendapat penetapan upah lebih murah di daerah lain.

Dari fakta kontradiksi tersebut, beralasan jika dunia usaha juga mencari tarif upah murah sehingga ada rencana relokasi sejumlah usaha dari Jakarta ke Jawa Tengah. Relokasi tentu berbeda dengan ekspansi dan ini menjadi persoalan serius jika dikaitkan besaran UMP yang telah ditetapkan. Rencana relokasi secara tidak langsung seharusnya mampu mereduksi urbansasi karena setidaknya dalam waktu dekat akan ada industrialisasi baru di daerah, khususnya di Jawa Tengah, termasuk juga eksistensi kawasan industri baru di Kecamatan Kaliwungu dan Brangsong, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dengan luas lahan 996,4 hektar.

Relokasi juga berpengaruh positif bagi sebaran industrialisasi agar tidak memicu konsentrasi urbanisasi ke Jakarta dan daerah sekitarnya (Botabek). Hal ini menunjukan bahwa ada aspek kepentingan makro yang perlu dicermati terkait rencana relokasi usaha yaitu tidak saja dari komitmen dunia usaha untuk mencari tarif upah yang lebih murah tapi juga konsekuensi terhadap daya saing produk dan memecah konsentrasi urbanisasi agar tidak terfokus ke Jakarta dan sekitar daerah penyangganya.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…