Hindari Mudik Saat Pandemi Covid-19

 

Oleh : Sutopo, Pengamat Kesehatan Masyarakat

 

Imbauan beribadah, bekerja, dan belajar dari rumah nampaknya telah digunakan banyak masyarakat untuk mudik. Tindakan tersebut dianggap berbahaya karena para perantau justru dapat membahayakan keluarga di kampungnya. Peran aktif masyarakat untuk tetap tinggal di rumah sangat dibutuhkan untuk memerangi wabah penyakit

Kebiasaan mudik tahun ini mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Karena ,larangan mudik ini membuat sejumlah perantau ketar-ketir. Padahal tradisi lebaran ini sudah berpuluh-pulub tahun dilakukan dan tak pernah ditinggalkan. Namun, kali ini para perantau harus menahan sedikit gejolak kerinduan kepada sanak keluarga akibat corona.

Bak buah simalakama, jika para perantau ini pulang tentu kerinduan akan sanak famili akan terbayar. Namun, jika mudik potensi menulari penyakit orang tersayang dinilai lebih besar. Kita dapat beralasan memiliki tubuh sehat, namun belum tentu dengan saudara-saudara kita di kampung. Pasalnya, virus Covid-19 ini menyerang orang-orang yang memiliki imunitas rendah. seperti orang-orang berusia lanjut dan anak-anak termasuk bayi. Mereka rentan terjangkit virus yang telah membunuh ribuan orang di hampir seluruh dunia ini.

Maka dari itu, partisipasi masyarkat sangat dibutuhkan. Bukan saja untuk negara, namun juga demi orang-orang tercinta mereka di kampung halaman. Meski dirasa berat, hal ini harus dilakukan. Apalagi hal ini sudah menyangkut soal nyawa.

Berdasarkan sejumlah laporan, pemerintah berulangkali mengimbau masyarakat untuk tidak mudik dengan alasan keselamatan dan keamanan. Bahkan di sejumlah daerah telah menerapkan larangan ini. Mereka menahan atau melarang para perantau ini untuk pulang ke kampung halaman demi alasan keselamatan. Namun, agaknya tetap masih banyak yang melanggar aturan tersebut.

Berdasarkan pantauan sejumlah media massa menyebutkan ada ribuan hingga ratusan ribu pemudik yang menuju kampung halaman mereka. Ketakutan akan terpapar virus nampaknya kalah dibanding harus menahan kerinduan dengan orang tercinta. Lantas, apa harus nekat begini? Padahal harga sebuah nyawa tak mampu digantikan oleh apapun.

Seharusnya, para pemudik ini lebih aware dan sadar akan potensi yang bisa saja terjadi. Kesempatan untuk pulang lagi tentunya kedepan masih ada, namun jika nyawa sanak saudara atau orang terdekat melayang akibat kenekatan mereka, mereka mau cari ganti dimana? Atau pemerintah memang membutuhkan regulasi untuk memberlakukan pelarangan mudik secara lebih ketat dan memiliki badan hukum?

Wacana tersebut tentunya wajar jika kemudian diterpakan. Selain pemerintah memiliki kewenangan untuk melindungi warga negaranya, juga akan menekan angka ekspansi virus Corona yang menyerang manusia secara membabi buta.

Seperti yang kita tahu, virus yang menyebabkan COVID-19 tersebut berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan mudah, melalui manusia sebagai perantara. Khususnya dari percikan ludah (droplet) yang mungkin terpercik ketika sang penderita batuk atau bersin.

Kenyataan lainnya ialah jika sang penderita masih nekat menggunakan akses publik. Tangan yang dalam kondisi tak higienis ini rentan, karena pastinya akan menyentuh permukaan dalam transportasi publik tersebut. Jika demikian, potensi terpapar kan semakin besar.

Fakta ini ditengarai juga sedang menjadi trending topik di dunia Maya. Banyak yang merasa prihatin dengan keadaan ini. sehingga sebagian besar netizen ini  membuat meme-meme agar masyarakat mampu untuk bertahan di perantauan di tengah wabah yang sedang melanda. Mereka mengutarakan kesedihan yang mereka rasakan Karena terdapat larangan mudik untuk sementara ini. Namun, mereka juga sadar jika pulang, maka nyawa orang tersayang bisa saja melayang. Apalagi jika di dalam rumah mereka memiliki anggota keluarga yang berusia lanjut serta terdapat anak-anak atupun bayi.

Hal ini makin dirasa ngeri ketika mayat positif Corona diperlakukan dengan cara yang berbeda. Mayat atau jenazah wajib disemprot dengan desinfektan, dan pelayat tidak diperbolehkan hadir untuk sekadar takziah saja. Bukankah hal ini wajib menjadi perhatian. Coba bayangkan  jika hal tersebut menimpa kita, tetangga kita, atau teman, dan juga orang tersayang.

Marilah kiranya menahan hasrat kepulangan kita sebagai wujud rasa sayang terhadap keluarga. Toh silaturahmi tetap bisa terjalin dengan pemanfaatan teknologi. Bahkan ada pula yang memungkinkan kita secara live streaming dengan anggota hingga 100 orang. Kita tahu ini merupakan kondisi yang sulit, jika bukan kita yang menanggulangi hal ini siapa lagi. Sudah saatnya publik sadar, karena mudik ditengah Pandemi Corona sama saja membawa maut bagi orang tercinta.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…