YLKI USUL TARIF LISTRIK DITURUNKAN - CORE: Perusahaan Rugi, THR Wajib Dibayarkan

Jakarta-Direktur Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah mengritik keras para pengusaha yang merasa keberatan dengan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) ke karyawan di Lebaran tahun ini. Pengusaha beralasan bahwa pembayaran THR cukup memberatkan perusahaan saat ini dunia dilanda pandemi virus Covid-19. "THR itu kewajiban. Walaupun perusahaan mengalami kerugian tetap THR harus dibayarkan," ujarnya, Kamis (26/3).

NERACA

Menurut Pieter, pemberian THR merupakan suatu ketentuan yang harus dipatuhi oleh seluruh perusahaan, selama karyawan tersebut masih terikat dalam kontrak kerja yang sah.

Dia juga menyebut bahwa perusahaan yang memberikan THR terhadap karyawannya, sejatinya ikut membantu pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Dalam menggairahkan ekonomi nasional yang tengah lesu akibat pandemi global virus Covid-19. "Tidak boleh ada potongan (THR), jangan memikirkan diri sendiri," ujar Pieter seperti dikutip Merdeka.com.

Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta mendesak agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bisa mengurangi beban pengusaha di tengah pandemi virus corona. salah satunya soal kewajiban dalam membayar THR.

Menurut Ketua Umum DPD HIPPI Sarman Simanjorang, di tengah situasi wabah virus Covid-19 banyak pelaku usaha secara pendapatan tertekan. Untuk itu, dia meminta agar pemerintah memberikan keringanan bagi pengusaha.

"Pengusaha berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dapat memberikan solusi dalam bentuk kebijakan khusus .Sekiranya pelaku usaha tidak dapat memberikan sama sekali THR atau hannya mampu memberikan 50 persen misalnya," ujarnya, kemarin.

Dia mengatakan sekiranya pemerintah membuka opsi yang memungkinkan agar pemberian THR ditunda sampai keuangan perusahaan memadai. Dia pun menjamin tidak menghilangkan tanggung jawab pelaku usaha, dan seluruh hak-hak pekerja dipastikan terpenuhi.

"Ini harus segera di evaluasi atau ditindaklanjuti oleh Kementerian Ketenagakerjaan agar sedini mungkin dapat melakukan perundingan antara perwakilan pekerja dan managamen perusahaan untuk mencari jalan terbaik," ujarnya.

Di sisi lain, pelaku usaha juga berharap agar para pekerja melalui Serikat Buruh atau Serikat Pekerja dapat merasakan tekanan dan beban pengusaha dalam kondisi seperti ini. Jangan sampai memaksakan sesuatu yang tidak dapat di berikan pengusaha yang ujung ujungnya mengganggu keharmonisan hubungan industrial yang sudah berjalan baik selama ini.

"Bertahan saja sampai badai ini berlalu sudah merupakan sesuatu yang luar biasa. Kita doakan agar masalah virus corona ini cepat berlalu sehingga aktivitas bisnis dan perekonomian dapat pulih kembali," tutur dia.

Pandemi virus Covid-19 memang secara ekonomi sangat berdampak terhadap pendapatan masyarakat, khususnya untuk masyarakat rentan, yang pendapatannya berbasis harian. Oleh karena itu, pemerintah harus memikirkan kelompok ini, dan sudah seharusnya pemerintah memberikan kompensasi agar daya beli mereka tidak tergerus.

Karena itu, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengusulkan agar struktur tarif listrik diturunkan, khususnya untuk golongan 900 VA, bahkan kalau perlu golongan 1.300 VA.

"Saat ini struktur tarif berdasar keekonomiannya (non subsidi) berkisar Rp1.352 per kWh. YLKI mengusulkan agar struktur tarif tersebut diturunkan minimal Rp 100 per kWh, selama 3-6 bulan ke depan, atau bergantung pada lamanya wabah virus corona," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, harga minyak mentah di pasaran dunia saat ini sedang turun, sehingga momen untuk menurunkan tarif listrik tidak terlalu mengganggu biaya pokok Penyediaan (BPP) listrik. "Diharapkan dengan penurunan struktur tarif tersebut, bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat rentan yang terdampak akibat wabah virus corona," ujarnya.

PLN menangguhkan sementara waktu dalam proses pencatatan dan pemeriksaan stand meter atau meteran listrik pelanggan dalam upaya mencegah penyebaran wabah virus Covid-19. Sebagai gantinya PLN menerapkan kebijakan perhitungan rata-rata pemakaian listrik selama 3 bulan terakhir untuk pelanggan pasca bayar.

Menurut Senior Executive Vice President (SEVP) Departement Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono, ini berlaku untuk pembayaran rekening bulan April, seluruh Indonesia. Artinya, untuk pembayaran rekening bulan April, perhitungannya menggunakan data dari historis rata-rata pemakaian kWh pada bulan Desember, Januari dan Februari.

"Hal ini kami lakukan untuk menghindari pembaca/ pencatat meter melakukan kunjungan ke rumah-rumah pelanggan sehingga upaya pencegahan penyebaran Virus Corona sebagaimana yang menjadi imbauan pemerintah untuk melaksanakan work from home dan physical distancing dapat berhasil," ujarnya seperti dikutip Antara, Kamis (26/3).

Dia menjelaskan, kebijakan ini diberlakukan agar pelanggan merasa tenang dan tidak perlu repot dan kuatir untuk berinteraksi dengan petugas. Jika ada pengaduan atau keluhan pelanggan terkait ketidaksesuaian pencatatan meteran listrik terakhir dan perhitungan rekening, akan diperhitungkan pada rekening bulan depan, sehingga pelanggan tetap tidak akan dirugikan.

Bantuan Rp 5 Juta

Sementara itu, pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial sebesar Rp 5 juta kepada setiap pekerja formal, informal hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama berperang melawan wabah virus Covid-19. Hal ini juga untuk mengurangi tindak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menjaga kelangsungan usaha dari sisi perusahaan.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, khusus untuk pekerja di sektor formal, pemberian itu akan dilakukan dengan menggunakan skema BP Jamsostek. "Jadi kita perbesar dana operasional BP Jamsostek untuk memberikan bantuan sosial, yang besarnya kira-kira masing-masing kita berikan Rp 1 juta plus insentif Rp 1 juta per bulan selama 4 bulan. Sehingga kurang lebih sekitar Rp 5 juta," ujarnya dalam sesi teleconference bersama BNPB, kemarin.

Sementara untuk pekerja informal dan pelaku UMKM, bantuan sosial akan disalurkan ke dalam konteks social safety net melalui program Kartu Pra Kerja. "Jadi bapak Presiden (Jokowi) sudah member arahan, program Kartu Pra Kerja yang sudah didesain sebenarnya untuk peningkatan kompetensi melalui vokasi, kita geser menjadi bagian dari program social safety net," tuturnya.

Secara jumlah pemberian dana, Sus mengatakan itu kemungkinan akan serupa dengan para pekerja di sektor formal. "Besarnya berapa? Sedang kita hitung. Kemarin kita sudah mengajukan angka untuk program Kartu Prakerja, setiap pekerja di sector informal dan UMKM bisa mendapatkan biaya pelatihan Rp 1 juta dan insentif Rp 1 juta per bulan, jadi totalnya juga Rp 5 juta," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…