Tiga Prinsip Dasar Kemitraan

Oleh: Dr. Erdi, MSi

Akademisi Universitas Tanjungpura

Dalam melakukan kemitraan tidaklah semudah mengedipkan kelopak mata. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan baik perusahaan ataupun petani sebagai mitra. Dalam hal ini ada tiga hal yang harus nyata dilakukan dalam membina sebuah kemitraan.

Pertama, kesetaraan atau keseimbangan (equity). Artinya harus ada pendekatan bukan secara top down ataupun bottom up.Tapi hubungan yang saling menghormati satu sama lain, menghargai dan percaya dengan mengedepankan kesetaraan yang meliputi adanya penghargaan, kewajiban, dan ikatan emsional saling membutuhkan dan melengkapi.

Kedua, transparansi (transparency). Artinya untuk melakukan hal ini harus menghindari rasa saling curiga antar mitra kerja. Meliputi transparansi pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan keuangan.

Terakhir yaitu, harus saling menguntungkan (mutual benefit) baik untuk perusahaan juga untuk petani selaku mitra. Artinya kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Artinya, ketika harmonisasi ingin diciptakan maka pemerintah sudah semestinya ikut kehendak rakyat dengan mendukung perjuangan petani dalam mendapatkan hak-hak mereka. Sebab petani sawit baik plasma, mandiri ataupun binaan tidak terlalu membutuhkan kucuran dana atau yang lebih populer disebut Corporate Social Responsibility (CSR).

Namun yang petani butuhkan adalah keadilan dan komitmen pemerintah untuk membantu petani dalam memperoleh kesamaan hak. Disinilah pemerintah tampil dan “menekan” pengusaha untuk ikut regulasi dalam rangka upaya bersama mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan mengikuti pola pikir pengusaha yang tentunya lebih berorientasi pada profit.

Sebab, ketika pemerintah tak mampu melakukan ini, maka komitmen kemitraan dan harmonisasi masih tanda tanya. Karena, dengan adanya kemitraan yang harmonis bisa menjaga perusahaan dari dari amukan masyarakat dalam hal ini petani swadaya dan perusahaan bisa lebih fokus untuk mengembangkan hilirisasi bukan hanya terfokus kepada penjualan crude palm oil (CPO).

Seperti diketahui bahwa komoditas kelapa sawit di beberapa daerah saat ini sudah memasuki phase generasi kedua, maka sudah sewajarnya jangan hanya fokus pada penjualan CPO dan karnel saja. Ini menjadi sinyal bahwa harmonisasi hubungan multi pihak di lingkup perkebunan kelapa sawit masih belum sepenuhnya terwujud.

Sehingga ketika harmonisasi ingin diwujudkan dalam lingkup perkebunan kelapa sawit, tentu hal-hal semacam ini harus dihindari. Terbukti, saat ini, petani mandiri masih bergerilya mencari pabrik kelapa sawit (PKS) yang bersedia membeli TBS dengan harga tinggi dan lebih mudah dalam prosedur. Ini karena, kekuatan korporasi bisnis menjadikan petani tetap berada sebagai klien dari pola patron-klien dalam pengembangan bisnis pesawitan nasional.

Sehingga, memang seharusnya petani bermitra dengan pemegang delivery order (DO). Tapi, sebagian petani tak kuasa dan tidak memiliki akses ke DO sehingga mengambil jalan pintas dengan menjual TBS ke pengumpul dan dari pengumpul baru ke pemegang DO. Dengan surat pengantar buah dari Pemegang DO, TBS baru dapat masuk ke PKS.

Akibatnya, posisi tawar petani menjadi lemah rendah dan harga pembelian TBS oleh pengumpul TBS dan atau Pemegang DO sedikit lebih rendah bilamana petani bermitra dengan PKS melalui KUD atau kelompok tani.

Melihat hal tersebut, maka disarankan agar petani untuk menjalin kemitraan itu dengan dilengkapi surat-menyurat yang lengkap sehingga petani mandiri menjadi lebih kuat. Sebab terkadang tidak melengkapi usaha budidaya dengan seluruh surat-menyura untuk sebuah perjanjian dengan PKS.

Disanalah keberpihakan pemerintah diperlukan dan kesediaan perusahaan untuk menerima ralitas ini sebagai sebuah realita yang perlu diselesaikan secara win-win solution. Tanpa campur tangan pemerintah, tak mungkin kemitraan harmonis itu dapat diwujudkan.

BERITA TERKAIT

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

BERITA LAINNYA DI

Produk Keuangan Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah   Selain bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keberkahan dan ampunan, bulan yang suci…

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…