Minim Keterlibatan Publik Dalam Penyusunan Omnibus Law

Minim Keterlibatan Publik Dalam Penyusunan Omnibus Law 
Peneliti The Indonesian Institute Aulia Guzasiah menilai keterlibatan publik dalam penyusunan rancangan undang-undang omnibus law masih minim, terlihat dari banyaknya naskah RUU yang tidak mengakomodasi kepentingan khalayak luas. "Saya kira pemerintah perlu mengkaji kembali dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan luas," kata Aulia di Jakarta.
Menurut dia, dalam prosesnya, penyusunan RUU omnibus law lebih banyak melibatkan kalangan pengusaha ketimbang elemen masyarakat, seperti ormas, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi.
Maka dari itu, dia tidak heran apabila substansi dari RUU omnibus law lebih banyak menguntungkan para pemilik modal/pengusaha, sementara di satu sisi justru menggerus hak tenaga kerja.
Omnibus law, kata Aulia, bisa dibilang konsep yang sapu jagad karena bisa menyederhanakan berbagai peraturan perundang-undangan, baik secara horizontal maupun vertikal.
"Oleh karena itu, dampaknya bisa dikatakan tidak hanya menyasar substansi tertentu saja, dia memiliki dampak yang masif dan sistematis. Untuk itu, undang-undang seperti ini harus melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan luas," kata Aulia.
Lebih lanjut Aulia juga menyinggung adanya sejumlah kelalaian dalam pembuatan naskah RUU omnibus law. Salah satunya kesalahan ketik pada Pasal 170 omnibus law cipta kerja.
Menurut dia, adanya kesalahan tersebut menunjukkan minimnya keterbukaan dan transparansi pemerintah dalam penyusunan RUU sapu jagad tersebut. "Sejak awal penyusunan pun sebenarnya proses transparansi harus dibuka, baik dari naskah akademik maupun dari rancangan undang-undang. Akan tetapi, sayangnya hari ini tidak, malah dirahasiakan. Saya kira ada sesuatu yang perlu dicurigai di sini," ucap Aulia.
Sementara Indonesia for Global Justice (IGJ) menekankan perlunya pembahasan Omnibus Law perlu lebih transparan dan melibatkan banyak organisasi publik supaya mendapatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas ke depannya. "Pandangan kami melihat Omnibus Law, pertama arah perubahan regulasi perdagangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di dalam Omnibus Law. Hal ini dikarenakan tidak adanya proses transparansi publik terkait dengan draf teks RUU tersebut yang untuk kemudian didiskusikan dengan partisipasi publik yang luas," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta.
Rachmi mengungkapkan, berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya bahwa salah satu aspek yang menjadi materinya adalah terkait dengan regulasi ekspor dan impor, dimana tujuannya adalah untuk memperlancar perdagangan.
Ia mengingatkan bahwa dari beberapa kasus yang melibatkan Indonesia di WTO terkait perdagangan selalu terkait regulasi perizinan impor, di mana peristiwa kekalahan Indonesia di WTO menjadi salah satu alasan mempermudah impor termasuk harmonisasi seluruh regulasi nasional dengan ketentuan WTO, seperti terkait dengan impor pangan.
"Tentu situasi ini membuka.potensi Indonesia akan semakin mempermudah masuknya impor ketimbang ekspor. Potensi defisit tentu semakin besar, apalagi ditambah dengan komitmen liberalisasi beberapa FTA yang baru saja diratifikasi," ucapnya.
Rachmi menilai bahwa Omnibus Law belum tentu menjamin kondisi perdagangan Indonesia akan membaik, termasuk jaminan bahwa akan banyak investasi asing masuk ke Indonesia jika Omnibus Law disahkan.
Ia berpendapat pula bahwa persoalan kinerja perdagangan akibat carut marut tatat regulasi nasional bukanlah faktor tunggal, tetapi ada pula faktor eksternal khususnya di level internasional.
"Keberadaan Omnibus Law dan dibarengi dengan penambahan ratifikasi beberapa FTA akan memunculkan banyak potensi ketidakpastian terhadap kondisi perdagangan Indonesia. Oleh karena itu, bagi kami memperbaiki kinerja perdagangan tidak bisa diselesaikan dengan Omnibus Law," ucapnya. (ant)

 

Peneliti The Indonesian Institute Aulia Guzasiah menilai keterlibatan publik dalam penyusunan rancangan undang-undang omnibus law masih minim, terlihat dari banyaknya naskah RUU yang tidak mengakomodasi kepentingan khalayak luas. "Saya kira pemerintah perlu mengkaji kembali dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan luas," kata Aulia di Jakarta.

Menurut dia, dalam prosesnya, penyusunan RUU omnibus law lebih banyak melibatkan kalangan pengusaha ketimbang elemen masyarakat, seperti ormas, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi.

Maka dari itu, dia tidak heran apabila substansi dari RUU omnibus law lebih banyak menguntungkan para pemilik modal/pengusaha, sementara di satu sisi justru menggerus hak tenaga kerja.

Omnibus law, kata Aulia, bisa dibilang konsep yang sapu jagad karena bisa menyederhanakan berbagai peraturan perundang-undangan, baik secara horizontal maupun vertikal.

"Oleh karena itu, dampaknya bisa dikatakan tidak hanya menyasar substansi tertentu saja, dia memiliki dampak yang masif dan sistematis. Untuk itu, undang-undang seperti ini harus melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan luas," kata Aulia.

Lebih lanjut Aulia juga menyinggung adanya sejumlah kelalaian dalam pembuatan naskah RUU omnibus law. Salah satunya kesalahan ketik pada Pasal 170 omnibus law cipta kerja.

Menurut dia, adanya kesalahan tersebut menunjukkan minimnya keterbukaan dan transparansi pemerintah dalam penyusunan RUU sapu jagad tersebut. "Sejak awal penyusunan pun sebenarnya proses transparansi harus dibuka, baik dari naskah akademik maupun dari rancangan undang-undang. Akan tetapi, sayangnya hari ini tidak, malah dirahasiakan. Saya kira ada sesuatu yang perlu dicurigai di sini," ucap Aulia.

Sementara Indonesia for Global Justice (IGJ) menekankan perlunya pembahasan Omnibus Law perlu lebih transparan dan melibatkan banyak organisasi publik supaya mendapatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas ke depannya. "Pandangan kami melihat Omnibus Law, pertama arah perubahan regulasi perdagangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di dalam Omnibus Law. Hal ini dikarenakan tidak adanya proses transparansi publik terkait dengan draf teks RUU tersebut yang untuk kemudian didiskusikan dengan partisipasi publik yang luas," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta.

Rachmi mengungkapkan, berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya bahwa salah satu aspek yang menjadi materinya adalah terkait dengan regulasi ekspor dan impor, dimana tujuannya adalah untuk memperlancar perdagangan.

Ia mengingatkan bahwa dari beberapa kasus yang melibatkan Indonesia di WTO terkait perdagangan selalu terkait regulasi perizinan impor, di mana peristiwa kekalahan Indonesia di WTO menjadi salah satu alasan mempermudah impor termasuk harmonisasi seluruh regulasi nasional dengan ketentuan WTO, seperti terkait dengan impor pangan.

"Tentu situasi ini membuka.potensi Indonesia akan semakin mempermudah masuknya impor ketimbang ekspor. Potensi defisit tentu semakin besar, apalagi ditambah dengan komitmen liberalisasi beberapa FTA yang baru saja diratifikasi," ucapnya.

Rachmi menilai bahwa Omnibus Law belum tentu menjamin kondisi perdagangan Indonesia akan membaik, termasuk jaminan bahwa akan banyak investasi asing masuk ke Indonesia jika Omnibus Law disahkan.

Ia berpendapat pula bahwa persoalan kinerja perdagangan akibat carut marut tatat regulasi nasional bukanlah faktor tunggal, tetapi ada pula faktor eksternal khususnya di level internasional.

"Keberadaan Omnibus Law dan dibarengi dengan penambahan ratifikasi beberapa FTA akan memunculkan banyak potensi ketidakpastian terhadap kondisi perdagangan Indonesia. Oleh karena itu, bagi kami memperbaiki kinerja perdagangan tidak bisa diselesaikan dengan Omnibus Law," ucapnya. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…