Pemerintah Kurangi Impor dan Pacu Utilisasi

NERACA

Jakarta - Pemerintah bertekad semakin serius untuk membina dan membangun industri baja nasional, baik itu yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta. Oleh karena itu, berbagai langkah strategis disiapkan agar industri baja di Tanah Air bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan berdaya saing hingga kancah global.

“Salah satu pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan saat ini adalah menekan impor dan fokus terhadap peningkatan utilisasi industri-industri baja nasional agar bisa menyuplai kebutuhan bahan baku bagi sektor hilir di dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), di Jakarta.

Agus menegaskan, guna mendongkrak utilisasi tersebut, pihaknya terus mendorong industri baja nasional supaya menerapkan teknologi modern dalam proses produksinya. Hal ini guna menghasilkan produk berkualitas secara lebih efisien, sehingga akan mampu kompetitif dari sisi harga dengan produk luar negeri.

“Apalagi, Indonesia punya potensi bahan baku yang cukup besar, seperti cadangan pasir besi di Pulau Jawa yang masih perlu diolah lagi untuk meningkatkan nilai tambahnya. Hal ini tentunya butuh teknologi yang update untuk bisa menghasilkan produksi lebih maksimal,” papar Agus.

Lebih lanjut, Agus mengatakan guna mengurangi banjirnya produk baja dan besi yang berasal dari impor, pemerintah siap memberikan perlindungan bagi industri di dalam negeri. Kebijakan itu misalnya melalui pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD), safeguard, dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib produk baja.

“Selanjutnya, kita harus melihat gambaran umum dari data tata niaga baja itu sendiri. Jadi, dari data statistik yang kami miliki, sebetulnya industri baja nasional itu bisa menyuplai sampai 70 persen dari kebutuhan dalam negeri kalau bisa ditingkatkan kapasitasnya. Sedangkan, sisa 30 persennya memang belum ada industrinya di dalam negeri,” ungkap Agus.

Agus menyampaikan, kebijakan untuk menekan impor baja ini diyakini dapat mengoptimalkan kapasitas produksi industri di dalam negeri. “Artinya, pasokan dalam negeri tetap dalam porsi yang maksimal,” imbuh Agus.

Telah Diputuskan

Di samping itu, dalam ratas, telah diputuskan bahwa slag tidak lagi dianggap sebagai limbah. Sebab, hanya ada dua negara di dunia yang melihat slag itu sebagai limbah, yakni Indonesia dan Belgia. “Sementara Belgia sendiri sudah tidak ada industrinya,” tegas Agus.

Berdasarkan penilaian dari Evironment Protection Energy (EPA), slag dari baja dan besi tidak membahayakan. “Jadi, kita ikuti international practice seperti apa,” tambah Agus.

Agus menambahkan, di Uni Eropa dan Jepang, slag baja digunakan sepenuhnya untuk proses produksi ulang yang sejalan dengan konsep circular economy. “Jadi, slag baja itu tidak dianggap sebagai sampah, tetapi bisa digunakan sebagai bahan baku untuk mendukung circular economy,” terang Agus.

Kemudian, Agus mengatakan dalam ratas juga diputuskan relaksasi impor untuk scrap logam karena industri dalam negeri membutuhkannya sebagai bahan baku dan mendukung hilirisasi. Saat ini, kebutuhan scrap mencapai 9 juta ton, yang dapat mendukung produksi billet sebesar 4 juta ton per tahun.

Penggunaan scrap dinilai akan berdampak positif terhadap beberapa aspek, antara lain menghemat defisit neraca sekitar USD100 per ton. “Apabila produksinya bisa mencapai 4 juta ton per tahun, bisa saya katakan juga ada opportunity loss bagi industri dalam negeri, USD400 juta per tahun,” tandas Agus.

Selain itu, penggunaan scrap juga dinilai akan berdampak positif dengan meningkatnya daya saing industri hilir karena mendapatkan bahan baku yang lebih kompetitif serta memperluas peluang kerja.

Hingga saat ini, Kementerian Perindustrian  memiliki tiga Atase Perindustrian di luar negeri, yakni di Tokyo - Jepang, Brussel - Belgia, dan Taipei - Taiwan. Tugas perwakilan Kemenperin tersebut terkait dengan market and industrial intelligence, promosi kawasan industri dan investasi, serta pemasaran produk industri.

Ketiga, melakukan pengenalan industri ke pasar internasional melalui bantuan ekspor dan bantuan promosi, meningkatkan kapasitas produsen untuk ekspor, dan link & match dengan jaringan produksi global.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, pada periode Januari-Desember 2019, nilai ekspor terbesar diberikan oleh industri makanan dan minuman sebesar USD27,28 miliar, kemudian industri logam dasar mencapai US$17,37 miliar, serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia mencapai US$12,65 miliar.

 

 

BERITA TERKAIT

Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan BBM Subsidi Sesuai Kuota

NERACA Jakarta – Besaran kuota subsidi BBM dan LPG pada tahun 2024 telah ditetapkan. Didasarkan pada SK Kepala BPH Migas…

2024 Pertamina Siap Salurkan Subsidi Energi Tepat Sasaran

NERACA Jakarta – Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai…

Pemurnian Nikel di Kalimantan Timur Terima Tambahan Pasokan Listrik - TINGKATKAN HILIRISASI

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong industri untuk meningkatkan nilai tambah melalui…

BERITA LAINNYA DI Industri

Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan BBM Subsidi Sesuai Kuota

NERACA Jakarta – Besaran kuota subsidi BBM dan LPG pada tahun 2024 telah ditetapkan. Didasarkan pada SK Kepala BPH Migas…

2024 Pertamina Siap Salurkan Subsidi Energi Tepat Sasaran

NERACA Jakarta – Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai…

Pemurnian Nikel di Kalimantan Timur Terima Tambahan Pasokan Listrik - TINGKATKAN HILIRISASI

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong industri untuk meningkatkan nilai tambah melalui…